Lyra menatap sekelilingnya dengan cemas saat matanya ditutupi gumpalan kabut yang menghalangi jarak pandangnya. Lyra mencoba menyingkirkan kabut itu, tapi semua menjadi hal mustahil karena kabut itu tak bisa diusir sedikitpun. Lyra pasrah sambil melangkah ke arah sinar putih di atas lorong yang menarik perhatiannya. Namun saat akan melangkahkan kakinya mendaki, sebuah tangan menahan lengannya yang membuat Lyra menghentikan langkahnya dan berbalik menatap empunya tangan yang masih tersembunyi di balik kabut. Mata Lyra membulat sempurna melihat sang empunya tangan saat kabut itu bergeser sedikit."Liran!" panggil Lyra tak percaya dan langsung menghambur ke pelukan kakaknya, mereka saling peluk dengan sangat erat, Lyra bahkan menangis di pelukan itu.
"Kenapa kau di sini? Kau belum saatnya untuk ke mari, ada banyak orang yang menanti kepulanganmu," lirih Liran sambil merapikan anak rambut adiknya dengan lembut. Lyra menatap kakaknya sambil menghapus air mata dan ingusnya yang membuat Liran tersenyum dan mencubit pelan pipi gembul adiknya.
"Aku ingin ikut kau, apa tidak boleh? Bukankah kau akan pergi ke dunia yang kau impikan lagi?" Liran terkekeh kecil sambil mengacak-ngacak rambut adiknya.
"Kau belum saat ke mari, ada banyak tugas yang mesti kau selesaikan. Pulanglah dan raih kebebasan yang kau inginkan, adikku. Jangan pernah berputus asa walaupun kau telah mencoba ribuan kali, kau harus semangat, karena itu yang paling utama dari sebuah usaha!"
"Tapi ... bagaimana denganmu? Apa kau tidak ingin kembali bersamaku? Aku tidak ingin terpisah denganmu lagi, Liran," ucap Lyra masih memeluk Liran yang segera melepas pelukan adiknya.
"Kau harus pulang, tempat kita telah berbeda. Kau juga harus ingat bahwa sejauh apapun jarak kita terpisah, saudara tetap akan bersamamu, walau mungkin kau tidak melihatku, tapi aku akan selalu ada di hatimu. Cukup mengingatnya walau ibu atau ayah mungkin melupakanku. Pulanglah Sayang! Kakak akan selalu bersamamu," ucap Liran mendorong Lyra ke dalam kabut dan melambai sebelum benar-benar menghilang dan berganti dengan cahaya putih yang menyilaukan dan suara seseorang memanggilnya.
"Lyra! Kumohon bangunlah!" Lyra membuka mata saat suara Loen menggema di telinganya. Loen tanpa sadar memeluk gadis itu dengan erat.
"Kupikir kau takkan kembali," bisik Loen.
"Lepaskan, kau menyakiti tubuh dan telingaku," jawab Lyra membuat Loen melepaskan pelukannya dan tersenyum malu dengan tatapan super kesal dari Lyra dan Horon yang mematikan.
"Syukurlah kau tidak menyerah Lyra, kukira semuanya akan menjadi usaha yang sia-sia," ucap Horon tak bisa menutupi raut bahagianya.
"Kupikir aku memang nyaris mati, tapi Liran memintaku untuk kembali sebagai seorang yang bertanggung jawab dan aku tidak bisa menolaknya, aku harus kembali untuk kalian dan untuk keluargaku," ucap Lyra semangat sambil bangkit dengan optimis.
"Berarti tak ada salahnya kita berangkat sekarang kan?" tanya Horon disambut anggukan dari Lyra yang semangat dan Loen yang malas.
Ketiga anak muda berlainan negara itu berjalan bersisihan memasuki gedung dengan hati-hati. Gedung yang didominasi warna hijau putih itu tampak sangat lengang yang membuatnya terlihat sangat menakutkan. Dengan bantuan mata Lyra yang bebas pemindaian, satu persatu ruangan mereka lalui. Sesekali ketiganya harus bersembunyi saat beberapa Mielin dan staf gedung lewat. Sejauh ini mereka terus bersama dan dalam kondisi yang cukup mudah mereka tangani, hingga ketiganya mencapai satu jalan yang mengarah ke dua sisi yang berlawanan.
"Lyra, kau kan ingin ke ruang Sinaps, maka kau lanjutkanlah dengan Loen ke arah kanan dan aku akan ikut bergabung nanti saat aku telah menemukan seseorang yang sangat ingin kutemui di ruang Cerebral," ucap Horon membagi kelompok dan Lyra mengangguk mengiyakan begitupun Loen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Excibis City✔
Fantasia(Fantasy) "Ketika hayalan menjadi petaka" "Berhati-hati dengan hayalanmu, semakin kau terbuai olehnya, semakin mudah kau diculik oleh mereka" Saat kau telah tenggelam, sangat sulit menemukan peluang untuk kembali. Berbicara sebuah kehilangan, ya...