Chapter 1

203 37 66
                                    

"Dunia diciptakan Tuhan dengan banyak dimensi dan ruang. Apa yang kita sebagai manusia tahu belumlah tentu keseluruhan, ada yang belum terungkap dan ada yang sudah terlihat tapi sulit untuk dipercaya. Dunia paralel sering mereka sebut sebagai dunia lain yang ditempati mahluk asing yang menyerupai kita, beberapa di antara kita mempercayainya. Namun apakah kita yang tidak melihatnya masih bisa percaya? Terkadang sesuatu yang tidak kita lihat belum tentu tidak ada."

Penjelasan dari guru geografi tadi pagi masih menjadi pembicaraan di kelasku. Jujur, aku juga jadi ikut membayangkan bentuk dunia paralel yang sering orang katakan dan yang pernah aku tonton dari drama Korea. Bermacam-macam khayalan muncul di benakku.

Ahk, andai dunia paralel itu ada, apa aku di sana adalah seorang ratu layaknya Pevensie bersaudara di Narnia, atau aku adalah seorang mata-mata di dunianya Lee Geon? Ahk semakin lama aku semakin terbuai. Aku harus cepat-cepat sadar bahwa aku sedang di alam nyata bumi bukan negeri impian manapun.

"Kalau aku tiba di Narnia, apa kau akan jadi ratu, ya?" Ruhy temanku mulai berangan-angan. Kutepuk jidatnya berusaha membuatnya sadar kalau ini dunia nyata.

"Aku tidak peduli apa dunia paralel itu benar-benar ada, yang aku inginkan adalah dunia di mana aku bisa bersembunyi dari kepenatan bumi ini. Sebuah dunia impian yang lebih baik dari sini, dengan orang-orang yang lebih ramah," ucapku ikut berangan-angan.

"Jangan terlalu bermimpi akan dunia lain, Ly. Nanti kau bisa tenggelam di alam mimpimu tanpa bisa kembali lagi. Belum tentu di sana lebih baik dari dia sini," ucap Ananta memperingatkan.

"Lagian antara khayalan dan kenyataan itu harus jelas batasnya, karena tenggelam dalam hayalan membuatmu jadi orang lain," sambungnya. Aku hanya tersenyum karena aku juga berpikir begitu.

Bus membawaku pulang, aku mengembuskan napas panjang karena kepenatan hari-hari sebagai siswa kelas dua belas tahun terakhir sangat melelahkan. Kuseret kakiku memasuki rumah mencari ayah yang biasa menyambutku dengan senyum hangatnya.

"Oh putriku sudah pulang. Mau ayah ambilkan es krim, Sayang?" Aku tersenyum dan menggeleng.

"Aku yang akan mengambilnya sendiri, Yah. Mana ibu?" tanyaku sambil meletakkan sepatu ke tempatnya dan mencuci tangan.

"Ibu sedang mencari sayur untuk besok pagi. Cepat ganti baju dan makan. Ibu sudah masak banyak untuk putri ayah yang akan try out senin besok."

"Aku ingin mengunjunginya sore ini, Yah. Apa Ayah dan ibu akan ikut nanti?" Ayah sudah sangat tahu maksud pembicaraanku, dia hanya diam sambil meneruskan bebersihnya.

"Ayah?" panggilku lagi.

"Ayah mungkin akan datang besok sore, kau pergilah dengan ibumu," jawab Ayah tanpa semangat. Aku tahu maksud ucapan ayah itu, pada akhirnya aku akan pergi sendiri seperti sebelumnya, dan itu tidak lagi menjadi beban pikiran untukku seperti sebelumnya, aku menaiki tangga menuju lantai atas di mana kamarku berada dengan raut tanpa emosi.

Aku Agatha Zoelyra, aku seorang siswi kelas 12 semester akhir. Aku merupakan putri tunggal saat ini. Ya, saat ini, karena aku lahir memiliki seorang kakak laki-laki yang menemani kami hingga aku berusia 16. Kakakku yang berjarak 2 tahun dariku itu kini tidak bisa bersama kami lagi layaknya keluarga normal, itu karena dia divonis mengalami koma sejak 2 tahun yang lalu.

Rumah ini terasa sepi tanpanya, aku tidak tahu kapan dia akan kembali bersama kami, atau ... apakah dia akan kembali atau benar-benar meninggalkan kami? Aku hanya berharap apapun akhirnya, dia harus bahagia dengan jalan terakhir yang diberi Tuhan padanya.

Excibis City✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang