Chapter 2

106 32 53
                                    


"Blue code! Blue code!" Teriakan itu terdengar cukup ramai, Razi dan beberapa staf perawat berlarian dengan wajah cemas ke arah ruangan ICU di mana Liran kejang-kejang, Lyra di sisinya menatap cemas wajah Sang kakak dengan air mata yang jatuh tak tertahan.

"Tolong keluar, Nona!" ucap salah seorang perawat ke arah Lyra yang merasa berat meninggalkan Liran walau dokter Razi sudah naik ke atas tubuh pria 20 tahun itu untuk melakukan CPR.

"Dokter!" panggil Lyra, membuat Razi menoleh tapi tetap menekan dada Liran.

"Tolong selamatkan kakakku," ucap Lyra dengan isakan dan bergerak ke luar kamar meninggalkan Razi yang masih berjuang mengembalikan denyut jantung Liran.

"Liran, tolong kembalilah! Jangan kalah, jangan biarkan mereka membawamu!" batin Razi di tengah kegiatannya.

"Masih melemah!" teriak perawat yang memegang bagian memperhatikan monitor patient.

"Bantu dengan ambu bag!" teriak Razi dan dokter yang menemaninya di ruangan itu pun melakukan apa yang diperintah. Lyra menatap dengan terus terisak dalam diam, sangat kasihan dengan kakaknya yang tak kunjung sadar.

"Liran, kumohon jangan pergi dulu!" bisik Lyra serak.

Di dalam, Razi mengakhiri CPRnya, Liran sudah kembali normal. Dengan wajah lesu pria 28 tahun itu beranjak menghampiri Lyra.

"Bagaimana dengan Liran?" Razi tak menjawab, hanya memeluk Lyra yang dia tahu sangat ketakutan melihat kondisi kejang kakaknya tadi. Razi sendiri tidak tahu apa yang menjadi penyebab kondisi koma ponakannya itu, sebelumnya, Liran yang dia tahu adalah remaja yang sehat, bagaimana dia tiba-tiba menjadi seperti ini? Seluruh pemeriksaan pria itu bersih, tapi seiring dia koma, beragam kegagalan organ menghampirinya. Liran juga sudah mengidap DVT di usia mudanya. Razi ingin menyerah karena kedua kakaknya itu tidak pernah ingin Liran dirawat, mereka bilang Liran akan kesakitan jika dipasang selang medis, tapi membiarkannya juga bukan pilihan baik, terutama dengan harapan Lyra yang ingin Razi merawat kakaknya.

"Apa kakakku akan sembuh, Oom?" bisik Lyra gemetar.

"Oom akan berusaha, kita hanya harus berdoa bahwa Liran tidak terlalu lama terlena dengan alam mimpinya," ucap Razi menenangkan gadis kecilnya.

"Mimpi?" ucap Lyra sambil mendongak menatap Razi, kedua mata bulatnya menatap bingung.

"Ada yang bilang, orang-orang yang tidak sadarkan diri kadang tengah tersesat di alam bawah sadar mereka sendiri."

"Siapa yang bilang? Oom kan?" Razi cepat-cepat menggeleng.

"Ada beberapa teman Oom yang membaca buku tentang spiritual. Mereka bilang bahwa alam bawah sadar kita terkadang bisa mengikat kita atau mengikat seseorang jika keinginannya untuk meninggalkan dunia ini sangat kuat, sedangkan hidupnya masih panjang. Mereka bisa bersembunyi di balik otak mereka yang mengendalikan kesadaran, dan siapa yang tersesat terlalu jauh takkan pernah kembali sama sekali, ya, meninggal," jelas Razi, Lyra terdiam sambil mengambil tempat di kursi tunggu.

"Jadi maksud Oom, Liran sedang berada dalam keadaan itu? Bahwa Liran tak ingin kembali ke dunia ini?" tanya Lyra dengan lesu.

"Ya ... bisa jadi iya. Karena Liran koma tanpa sebab yang jelas, apa sebelumnya dia tidak pernah menceritakan keluh kesalnya padamu?"

"Tidak ada," Lyra menjeda ucapannya,"hanya saja aku pernah dengar bahwa dia merasa hidupnya sangat melelahkan, bahwa Liran ingin ke dunia di mana dia tidak akan mendapatkan masalah seperti yang dialaminya sebelum dia tertidur," ucap Lyra jujur. Razi mengembuskan nafas panjang memancing Lyra untuk menatapnya dengan tatapan penuh tanda tanya.

Excibis City✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang