Lyra membekap mulutnya yang mengeluarkan isakan saat orang-orang telah meninggalkan ruangan monitor itu. Dengan hati-hati Lyra bangkit dari kolong meja dan berjalan perlahan mendekati layar monitor di mana wajah Liran terpampang di sana. Lyra mengulurkan tangannya menyentuh wajah Liran yang berbatas layar dengan pipi merebak basah."Liran ... aku rindu kau," lirihnya terisak. Butuh lama baginya untuk bisa melihat pria yang paling dikasihinya itu, tapi saat bertemu, kenapa harus dalam keadaan yang tidak beruntung seperti ini. Pria yang selalu menjaga tubuh dan wajahnya itu kini berubah total, wajah yang selalu bersih kini tampak berantakan juga tubuh yang semakin kurus karena terlalu banyak kehilangan berat badan.
Dalam tangisannya, Lyra teralihkan dengan banyaknya hasil monitor yang menunjukkan beberapa tempat di seluruh penjuru Excibis City. Lyra memperhatikan mereka satu persatu dengan seksama dan berusaha mengingat satu persatu dari gambar itu.
Distrik 5, 7, 1, 3, bahkan distrik 9 terlihat jelas di monitor yang luar biasa besar, seakan ruangan ini adalah ruang pemantau yang memata-matai seluruh penjuru kota. Lyra melihat Horon dan Loen diturunkan di depan gedung besar di distrik 3. Lyra menatap lambat nama gedung itu, berusaha melukisnya di ingatan pendeknya yang pelupa.
"Hei, kau siapa?" tanya seorang wanita yang sepertinya pekerja ruangan itu saat melihat Lyra mengamati layar tanpa izinnya. Lyra tidak peduli dan memilih tetap mengingat gambar di layar. Namun bukan Lyra namanya kalau dia sangat waspada dengan lingkungannya, termasuk saat wanita itu mendekatinya, Lyra memegang air yang terletak di gelas di depannya dengan sikap waspada.
"Hei, kau siap ...." Wanita itu gelagapan saat Lyra dengan keras menyiramkan air itu tepat ke matanya dan membanting gelas tepat ke wajahnya.
"Agkh," lirih wanita itu memegang wajahnya yang berdarah dan dengan susah payah dia meraih tombol peringatan di meja dan pingsan saat Lyra meninggalkannya.
Walau berhasil kabur dari ruangan itu, tapi Lyra kembali dihadapkan dengan situasi yang tak kalah sulit saat beberapa pria dan wanita dengan mata yang sama dengan wanita di kamarnya tadi, datang menghadangnya. Lyra yang merasa tak ada peluang untuk menang akhirnya memilih lari ke manapun yang kakinya pilihkan.
Pelarian Lyra harus terhenti saat dia dihadapkan dengan pintu besi dengan sistem pemindai iris mata, Lyra menendang pintu dengan tendangan sia-sia. Ratusan derap kaki terdengar kian dekat dan Lyra semakin gugup dibuatnya. Lyra mencoba berbagai peruntungan dengan asal menekan satu persatu tombol pada layar pemindaian, tapi lagi-lagi semuanya hanya pekerjaan sia-sia. Justru tangan Lyra sekarang lecet dan Lyra mulai pasrah saat merasakan derap itu berhenti dan bayangan hitam kian bertumpuk di belakangnya.
"Oh ayolah! Kumohon jangan biarkan aku mati di sini!" desak Lyra frustrasi.
"Agkh," ringgisnya saat sebuah benda tipis tajam mendarat di leher belakangnya. Lyra tahu itu adalah obat tidur karena mulai berkunang-kunang dengan pandangannya.
"Aku tidak akan kalah!" tekad Lyra saat satu persatu anak panah berisi obat tidur menancap di punggungnya, dan kepala Lyra bagai diserang badai besar, sangat pusing. Di ujung rasa frustrasinya, tanpa sengaja mata Lyra tertangkap mesin pemindaian.
"Pintu sukses terbuka"
Lyra mendengar kata itu terucap keras dan tanpa diduga pintu itu terbuka dengan baik.
"Mataku bebas pemindaian?" batin Lyra kaget sekaligus sadar untuk menggerakkan tubuhnya, lari dengan tubuh yang mulai sempoyongan karena kesadaran yang nyaris menghilang. Para tentara gedung dan para Mielin tersadar setelah terdiam beberapa saat karena takjub dengan keberhasilan Lyra melewati pemindaian yang hanya dimiliki orang-orang elit Excibis, juga bagaimana gadis itu bertahan dengan jumlah suntik yang tidak sedikit di punggungnya.
"Inilah rasanya saat obat penenang menguasai kesadaran. Tak ada yang terlihat rata, semua bagai berjalan di tepi tebing. Semua menarikku untuk jatuh, tapi aku takkan jatuh karena aku Agatha Zoelyra yang seorang Klervoyans yang kuat. Aku takkan kalah," lirih Lyra menyemangati dirinya sendiri untuk terus bangkit dan berjalan. Satu dua pintu pemindaian berhasil ditaklukkannya, tapi pada akhirnya Lyra terjatuh karena sudah tak kuasa dengan bobot tubuhnya. Saat mencoba untuk bangkit, Lyra mendapati sepasang kaki dengan sepasang sepatu pantofel melangkah mendekatinya dan berhenti tepat di depannya. Lyra menarik dagunya untuk mendongak memeriksa siapa pemilik kaki di depannya itu.
Jubah yang panjang berwarna hijau, kaki yang jenjang tapi berotot, perut rata dibalik baju longgar dan lengan yang kekar terlihat sangat familiar di mata Lyra. Dan benar saja, Lyra terlihat melotot saat beradu pandang dengan orang itu, senyum yang sangat Lyra kenali.
"Ayah, itu kau? Bagaimana bisa kau ada di sini? Bukankah kau sedang ...." Ucapan Lyra terputus saat pria itu menempelkan jarinya di bibir tipis gadis itu.
"Jangan banyak berbicara, Putri. Kau seharusnya istirahat saja, bukankah itu melelahkan dengan menahan rasa kantuk dalam waktu selama itu. Kau harus menikmati tempat ini, bukankah keinginanmu untuk melihat dunia lain selain bumi? Maka inilah dia, jadi jangan menyusahkan siapapun dan perjalanan ini, Sayang." Pria itu berjongkok tepat di depan Lyra dengan tatapan penuh tipu muslihat.
"Kau bukan ayahku! Bahkan senyummu saja terlihat palsu, mana ayahku?! Kau ...." Lyra ingin memekik tapi pria berwajah ayahnya itu menutup mulutnya dengan sapu tangan berbau menyengat dan senyum iblis terpatri di bibirnya.
"Kau harus istirahat, Sayang. Ada banyak hal yang akan kita lakukan di dunia ini, kita akan memulai dari hal yang paling kau sukai dengan hatimu yang menyedihkan itu. Cobalah menikmati tripmu dengan hai yang bahagia! Kuatkan hatimu agar tidak down saat melihat rangkaian acara menyenangkan yang akan tiba. Waktu di saat kita mengekstrak dengan penuh kenyamanan otak Liran. Kau akan menjadi tamu special saat itu dilakukan, kau senang kan? Bukankah kau sangat menantikan detik-detik pisau membelah kepalanya?! Dan satu lagi, persiapkan diri saat giliranmu telah tiba."
( .... )
KAMU SEDANG MEMBACA
Excibis City✔
Fantasy(Fantasy) "Ketika hayalan menjadi petaka" "Berhati-hati dengan hayalanmu, semakin kau terbuai olehnya, semakin mudah kau diculik oleh mereka" Saat kau telah tenggelam, sangat sulit menemukan peluang untuk kembali. Berbicara sebuah kehilangan, ya...