Perlahan Loen membuka matanya dan mendapati sebuah ruangan serba putih yang menyambut penglihatannya. Loen merasa kesulitan saat ingin menggerakkan tubuhnya, semua terasa kaku dan terikat kuat pada sesuatu yang sangat padat. Loen mengangkat kepalanya sedikit lebih tinggi dan mendapati bahwa tubuhnya sedang terikat pada sebuah tempat tidur berseprei putih dengan tali pengikat yang sangat kuat yang juga tidak memberi kebebasan pada kaki dan tangannya. Loen berusaha meronta untuk melepaskan tali, tapi tali benar-benar tidak tergoyahkan walau untuk sekedar longgar. Loen melemaskan tubuhnya menyerah. Diputarnya kepalanya ke arah kanan dan mendapati Horon dalam kondisi yang sama, hanya bedanya pria itu tidak dalam kondisi sadar."Tempat apa ini?" gumam Loen saat mendapati beberapa pemuda berada di ruangan itu dalam kondisi yang persis dirinya. Sebuah erangan mengalihkan perhatian Loen dan mendapati seorang pria di kirinya sedang menatapnya dengan tatapan lemah.
"Hei, ruangan apa ini?" tanya Loen pada pria dengan surai cokelat itu. Awalnya pria itu tak menyahut, tapi melihat tatapan memohon Loen meluluhkannya.
"Ini ruangan kematian," jawabnya singkat. Kening Loen semakin berkerut, tapi tanda tanya di pikirannya terhenti saat beberapa orang dengan seragam putih dan penutup seluruh tubuh tak terkecuali tangan dan wajah mereka oleh kain putih. Mereka masuk dengan mendorong sebuah zal dorong layaknya di rumah sakit dan menatap sekeliling dengan serius.
"Tutup matamu!" bisik pria bersurai cokelat yang tadi menatap Loen yang membuat Loen mau tidak mau menutup matanya dengan paksa. Rasa gugup menyerangnya laksana badai topan yang membuat detak jantungnya lebih kuat dari ledakan petir di siang hari.
"Aku yakin itu dia." Loen mendengar orang-orang itu saling berbicara, Loen dapat melihat bahwa mereka melihat kode-kode khusus pada setiap tempat tidur di ruangan itu dan mencocokkannya dengan catatan di buku yang mereka bawa. Loen mengernyit bertanya-tanya saat orang-orang itu melepaskan ikatan 2 orang pria yang terikat itu lalu memindahkannya ke zal dorong dan meninggalkan ruangan dengan tergesa-gesa. Loen membuka sempurna matanya dan menatap ke pria bersurai cokelat yang kini kembali menatapnya, meminta penjelasan akan kegiatan yang baru saja terjadi. Loen dapat melihat pria itu seperti mirip seseorang, tapi Loen tidak akan bertanya hal sepele seperti itu. Dia hanya perlu tau apa yang dilakukan orang-orang itu pada 2 pria yang tadi mereka bawa.
"Mereka dipindahkan ke tempat yang lebih mengerikan dari tempat paling mengerikan yang pernah kau lihat di dunia nyatamu," jelas pria itu semakin membuat penasaran Loen.
"Maksudmu?" tanya Loen dengan tatapan meneliti ke arah kepala pria itu yang terlihat terlilit kain kasa yang tebal.
"Ruangan di mana kau tidak akan melihat dunia lagi, kau dipaksa untuk mati di sini, ruangan yang di mana kau akan kehilangan ingatanmu selamanya," jelas pria itu. Loen menganga kaget mendengarnya.
"Ruangan apa itu? Bukannya kita akan kembali secepatnya ke kehidupan nyata?" Pria bersurai cokelat itu tertawa mendengar ucapan Loen yang baginya sangat tidak lucu.
"Pulang? Itu mungkin mimpi yang sempurna untuk siapapun yang memasuki ruangan ini, tapi itu juga adalah mimpi yang mustahil untuk kau wujudkan. Di sini, bukan saat kau memikirkan mimpi seperti itu, tapi memikirkan cara untuk kabur adalah pilihan yang tepat," jawab pria itu.
"Dan pria yang datang bersamamu itu pasti sangat tahu, karena dia sudah pernah melewati ini sebelumnya," sambung pria bersurai cokelat itu sambil menunjuk ke arah Horon yang sudah siuman. Mendapat tatapan penuh tanya dari Loen, Horon mengembuskan napas berat dan menyakitkannya karena perut lukanya.
"Horon, ruangan apa ini?" tanya Loen penasaran. Horon tak berniat menjawab sepatah kata pun. Pria bersurai cokelat itu kembali tertawa melihat kegugupan Horon.
"Ini, ruangan yang tidak pernah kamu pikirkan, sebuah ruangan yang akan mengantarmu ke neraka tanpa penawaran, sebaiknya kau bersiap saja!" Loen terlihat cemas melihat kesungguhan pria bersurai cokelat yang berniat tidur dengan menutupkan matanya.
"Horon! Kita harus keluar dari sini! Kau sudah pernah pergi sekali, kumohon cari jalan pergi sekali lagi, kita harus menyelamatkan Lyra, aku takut dia dalam bahaya!" Ucapan Loen membuat pria bersurai cokelat itu membelalakkan matanya.
"Lyra? Apa Lyra yang kalian maksud itu Agatha Zoelyra?" tanyanya pada Loen dan Horon yang menatap bingung.
"Ntahlah, yang aku tahu namanya Lyra, itu saja," jawab Loen.
"Gadis itu, dia memiliki kesamaan denganku bukan? Dari rambut, warna mata dan kulit kami?" ucap pria itu dengan antusias. Loen kembali memperjelas penglihatannya dan menatap pria itu dengan teliti. Memang ada banyak kesamaan pria yang di hadapannya ini dengan Lyra yang dia kenal.
"Kau ... kakak Lyra? Pria yang koma selama 2 tahun itu?" Liran mengangguk dengan senyum tipis yang tidak bisa dia tahan.
"Mana adikku? Apa dia ikut bersama kalian, ke sini?" Loen menggeleng.
"Aku tidak tahu, Lyra tertangkap saat kami ingin ke distrik 5, dia dibawa ke gedung pusat Excibis, sebelum bertemu dengannya kam ...."
"Lyra tertangkap ke gedung pusat?" Liran memutus pembicaraan Loen yang mengangguk. Horon menatap dengan wajah penasaran sambil menahan luka perutnya yang masih sangat menyengat.
"Kita harus keluar dari sini, setidaknya kalian! Lyra harus diselamatkan! Lyra dalam bahaya jika dia benar-benar tertangkap dan kita akan sangat terlambat jika membiarkan mereka membawanya ke ruang Limbik!" desak Liran sambil berusaha melepaskan ikatan pada tangannya. Loen mengikuti begitupun Horon tentunya.
"Ada apa dengan ruang Limbik?"
"Ruang itu sangat berbahaya, ruangan yang tidak ingin kau masuki seumur hidupmu," ucap Horon berhasil melepaskan talinya. Loen menatap penuh tanya .
"Kenapa? Sebenarnya itu ruangan apa?"
"Ruang pemisahan, ruang di mana kau dan otakmu akan terpisah selamanya."
( .... )
KAMU SEDANG MEMBACA
Excibis City✔
Fantasia(Fantasy) "Ketika hayalan menjadi petaka" "Berhati-hati dengan hayalanmu, semakin kau terbuai olehnya, semakin mudah kau diculik oleh mereka" Saat kau telah tenggelam, sangat sulit menemukan peluang untuk kembali. Berbicara sebuah kehilangan, ya...