Lari, lari dan lari adalah pilihan untuk Lyra dan seluruh penghuni Ventrikel saat ini. Benar saja, sejak wanita itu mengajak seluruh kaumnya meninggalkan Ventrikel, terdengar ledakan di sana-sini desa yang tadinya sangat damai dan indah itu. Para penguasa Excibis menghancurkan semuanya tanpa tersisa sedikitpun, para Mielin berkeliaran dengan hewan pengendus andalan mereka yang sekarang mungkin sedang mengejar Lyra dan rombongannya yang sedang mati-matian berusaha mencari tempat perlindungan. Membiarkan diri mereka terombang ambing di luar sini juga bukan pilihan tepat, bisa saja tiba-tiba para Mielin itu sedang melintas dengan elang raksasa mereka, pasti rombongan itu akan menjadi bulan-bulanan mereka dengan cakar ganasnya."Aku rasa itu tempat yang tepat untuk beristirahat sekaligus berlindung," ucap salah seorang penduduk Ventrikel menunjuk ke arah sebuah pohon besar yang sangat-sangat besar dan menghijau dengan banyaknya lumut di sekitarnya. Semua mata menatap ke arah itu dan kaki-kaki mereka berjalan melewati jalanan yang berbentuk padang rumput hijau dengan genangan air di sana-sini.
"Hati-hati dengan kepala kalian, jangan sampai tiba-tiba para mahluk jelek itu datang saat kalian sedang berada di tengah-tengah ruang terbuka itu," gumam wanita yang tadi sangat dekat dengan pak tua. Dengan hati-hati satu persatu dari mereka melangkah melewati rerumputan dan melintasi genangan air yang sangat jernih dan bersih.
"Awas!" pekik Lyra saat melihat beberapa elang raksasa terbang di sekitar mereka. Secara kompak orang-orang yang telah duluan maju pun bersembunyi dalam genangan air dan rimbunan rumput. Pada akhirnya Lyra dan rombongannya berhasil sampai di dekat pohon tapi mereka menemukan masalah lain sekarang.
"Ini terlalu tinggi," ucap salah seorang anak dari rombongan. Ya, pohon itu dikelilingi bukit yang cukup tinggi sekitaran 10 meter dari tanah yang mereka pijak, sangat sulit untuk menggapai permukaannya yang mana tinggi para manusia itu hanya dua meter kotor.
"Pasti ada cara," gumam Loen dan disambut anggukan Horon yang sama-sama mencari kayu untuk membangun tangga atau semacamnya dan para orang-orang Ventrikel juga membantu pencarian mereka.
"Ahk, andai aku seorang telekinetik, aku pasti akan menggunakannya untuk membuat sesuatu yang berguna yang bisa dinaiki," gumam salah seorang anak Ventrikel, Lyra tiba-tiba mendapat ide. Dengan yakin dia berjalan mendekati ranting pohon yang menjuntai dari atas dan menggerakkan ranting itu dengan tingkat fokus yang sudah dia pelajari. Perlahan ranting itu bergerak turun hampir menyentuh tanah dam membentuk sebuah tangga darurat untuk dinaiki. Semua penghuni Ventrikel takjub dengan buatan Lyra yang sangat berguna bagi mereka.
"Terima kasih," ucap salah seorang dari rombongannya dan disusul yang lainnya. Mereka memanjat dahan pohon itu dan sukses naik ke tempat tinggi itu. Akhirnya seluruh rombongan berhasil istirahat di bawah pohon yang memang sangat sejuk dan juga ada gua yang cukup aman di batang pohon yang bisa digunakan sebagai rumah.
"Aku tidak tahu bahwa kau bisa melakukan hal semacam itu," ucap Horon sambil duduk di sebelah Lyra yang menatap alam menghijau perbatasan distrik 5 dengan distrik 9, tempat di mana gedung pusat Excibis berada.
"Ya, andai aku tau dari dulu pasti aku akan sedikit menghormati dan takkan khawatir saat kau mengejar kami dengan sangat menakutkan seperti itu," ucap Loen ikut duduk di sebelah kanan Lyra yang menatapnya dengan senyuman tulus. Ketiganya menatap alam bebas yang sangat indah dan sejuk yang terbentang di hadapan mereka, berusaha untuk menikmati waktu istirahat mereka walau sebentar saja. Selama beberapa hari ini, ya, walau Excibis tidak pernah malam sekalipun tapi Lyra tahu bahwa sudah beberapa hari dia berkelana di tempat ini, tidak pernah mereka senyaman ini dalam beristirahat, biasanya mereka selalu dikejar-kejar rasa ketakutan walau pada kenyataannya saat ini pun demikian. Namun mereka hanya sedang berusaha untuk melupakannya walau sejam, semenit atau bahkan sedetik saja.
Lyra tersentak saat sebuah benda hangat menyentuh tangan kanannya, dan saat Lyra menoleh, itu adalah tangan Loen yang menimpa tangannya dengan lembut tanpa menatap ke arahnya. Lyra membiarkannya bahkan saat tangan itu menggengam tangannya dengan erat, Lyra hanya diam sambil membalasnya. Di tempatnya, Loen tersenyum bahagia sambil menatap sekeliling dan sesekali mencuri pandang ke arah Lyra yang juga melakukannya. Senyum mereka merekah indah, seindah pemandangan di depan mereka.
"Lyra, apa di tempatmu seindah ini?" tanya Horon tanpa menoleh. Lyra tampak berpikir dengan serius.
"Kotaku memang indah, tapi kuakui alam Excibis ini sangat indah, pohon yang menghijau, air yang jernih, jika ini nyata, aku ingin membawa keluargaku berwisata ke mari. Bagaimana denganmu Horon?" balas Lyra tanpa melepas tangan Loen.
"Tempatku, di sana juga indah tapi tetap tidak seindah ini, dan keinginanku juga sama denganmu," jawab Horon dengan tulus.
"Aku setuju," sahut Loen tanpa ditanya membuat Horon tertawa juga Lyra tentunya. Sebentar mereka kembali senyap tenggelam dalam pikiran masing-masing.
"Jika ... jika kita bisa pulang, apa yang kalian lakukan begitu kalian bertemu dengan orang tua dan keluarga kalian?" tanya Loen tiba-tiba sambil menatap Lyra dan Horon bergantian.
"Itu pertanyaan yang indah tapi juga menyakitkan untuk dijawab," ucap Horon disambut anggukan dari Lyra.
"Jawablah, siapa tahu itu akan menjadi kenyataan dan kita bisa keluar dari tempat ini," desak Loen.
"Bagaimana kalau kau duluan, Loen!" ucap Lyra.
"Aku ... jika aku berhasil keluar dari sini, aku akan meminta maaf pada ayah ibuku dan menjadi anak yang lebih baik lagi, aku juga akan lebih memperhatikan isi pikiranku dan tidak pernah berputus asa dalam keadaan apapun, karena hidup sendiri harus dinikmati baik pahit maupun manisnya," lirih Loen disambut anggukan kedua temannya.
"Lalu kalian?"
"Aku juga akan berbuat sama, aku akan meminta maaf pada ayah dan ibu serta lebih rajin bersekolah, aku ingin lebih berguna lagi dan tidak akan kehilangan diriku hanya karena sebuah keinginan yang mengerikan, dan tentunya aku akan belajar bahasa Mandarin dan Inggris dengan lebih baik agar aku bisa bertemu dengan Loen dan Horon saat di dunia nyata nanti," ucap Lyra bersemangat. Loen menatapnya dengan penuh arti dan mengacak rambut gadis itu dengan lembut.
"Lalu kau Horon?" tanya Loen.
"Aku ... aku ingin melakukan itu juga, dan membanggakan ibu juga memberitahukannya bahwa aku sangat mencintainya dan minta maaf padanya untuk semuanya, untuk semua luka yang aku torehkan di hatinya juga untuk semua cintanya yang tidak berbalas selama ini," ucap Horon emosional. Lyra menepuk pundak pria itu menenangkan.
"Kita pasti pulang, Horon!" ucap Lyra yakin.
"Ya, kita pasti pulang," sakit Loen. Dan ketiga sahabat itu saling berpelukan dengan harapan untuk pulang yang belum jelas keberhasilannya.
( .... )
KAMU SEDANG MEMBACA
Excibis City✔
Fantasy(Fantasy) "Ketika hayalan menjadi petaka" "Berhati-hati dengan hayalanmu, semakin kau terbuai olehnya, semakin mudah kau diculik oleh mereka" Saat kau telah tenggelam, sangat sulit menemukan peluang untuk kembali. Berbicara sebuah kehilangan, ya...