☀Chapter 42☀

8 10 12
                                    

"Apa kata dokter?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa kata dokter?"

Syok Min-Hee seraya mendekati Hye-Hyuk dan Ho-Hyun yang beberapa menit lalu berbincang serius bersama seorang dokter di balik pintu. Percakapan mereka terdengar lirih, bahkan pendengaran Min-Hee yang biasanya tajam tak bisa menangkap percakapan itu.

"Hye-Rin ...."

Ho-Hyun menggantungkan kalimatnya. Lalu menghela nafas samar dan berjalan meninggalkan ruangan itu. Meninggalkan Min-Hee yang masih dipenuhi tanda tanya. Tatapannya lantas teralihkan ke arah Hye-Hyuk, disertai sorotan tajam. Seolah minta penjelasan dari perbincangan serius tadi.

"Hye-Rin Nuna lumpuh," lirih Hye-Hyuk setengah berbisik. Kepalanya masih tertunduk dalam, enggan menatap wajah Min-Hee juga Hye-Rin yang mulai pucat.

"Apa?!" pekik Min-Hee. "Ya! Jangan bercanda! Itu menakuti kakakmu!"

"Aku tidak bercanda!" sahut Hye-Hyuk tak kalah lantang. Ia mencengkram udara dengan kuat sembari melirik Hye-Rin sendu. "Kata dokter, kecelakaan tadi membuat tulang ekor Hye-Rin Nuna retak. Beruntung Nuna baik-baik saja dan tak mengalami cedera yang lebih parah."

Hening beberapa saat.

"Nuna~"

Hye-Hyuk berjalan ke arah brankar. Ia memegang lengan kakaknya yang dibalut baju biru bermotif khas rumah sakit. Tangannya mulai bergetar dan dingin.

"Jangan takut, kata dokter kakak masih bisa sembuh. Tapi ...." Hye-Hyuk menenggelamkan wajahnya, kalut. "Kemungkinannya kecil."

Selang beberapa detik, sesuatu mengusap puncak kepala Hye-Hyuk lembut. Ia mendongak, menatap Hye-Rin yang memamerkan giginya. Terkekeh pelan hingga bola matanya mengecil.

"Tidak apa-apa. Kan masih ada peluang untuk sembuh."

Bagi Hye-Rin rasa sakitnya sudah hilang. Ia tak mau menjadi cengeng dan menangis seperti orang putus asa. Lagipula jika ia menangis, itu akan membuat orang sekelilingnya juga sedih bukan? Sudah panjang rentetan-rentetan rasa sakit di hidup Hye-Rin. Tentang Ji-Woon yang membencinya. Tentang penyakit bawaannya yang kambuh lagi. Dan perihal cedera broca yang memaksa pendengarannya, hingga sering kali berdenging.

Dan kini, ia harus menerima kenyataan bahwa kakinya lumpuh. Hye-Rin percaya semua akan baik-baik saja.

It's okay to be okay; Ia suka kalimat itu.

📚

Bunyi dentingan piring dan sumpit yang beradu mengisi kesibukan malam itu. Suara tawa sesekali menggema, diikuti beberapa pelanggan yang mulai menambah jumlah pesanan mereka. Malam ini suasananya sangat dingin, namun keringat sebesar biji jagung muncul di pelipis Ji-Woon.

"Tolong satu porsi Jjangmyeon-nya!"

"Ne!"

Hello, High School! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang