24. Festival Holi : Selamat Menikmati Kejutan

33 6 1
                                    

24. Festival Holi : Selamat Menikmati Kejutan

***

Setelah Olin menyelesaikan urusannya dengan pendeta. Kami pun semua meninggalkan Villa. Berjalan beriringan memasuki halaman belakang. Tepat di pintu Villa, tabuhan suara gendang semakin mencekam telinga. Menarik atensiku untuk menemukan keberadaan suara-suara tersebut.

Di sana, di ruas halaman berdiri beberapa pria yang sudah berumur, dengan kalungan tali untuk menahan kayu bulat besar yang ada di bawah dagunya. Mereka memukul sisi berlubang yang terdapat kulit yang menimbulkan bunyi. Berlomba-lomba melahirkan irama yang semakin membakar semangat.

Aku tidak akan lupa. Hari ini waktunya kejutan itu dipersembahkan.

Aku belum memberitahu hal yang paling menarik dari latihan kemarin. Bahwa saat latihan kemarin Sangkar tiba-tiba datang, dari arah yang sama Lingkar juga muncul bersama Rasa. Mereka memerhatikan kami, namun beberapa saat, bergabung dalam barisan. Yang berakhir menarik salah satu anak laki-laki untuk mengajarkannya tarian yang kami lakukan saat itu.

Aku tersenyum tipis mengingat hal tersebut.

Aku tidak boleh melengkingkan tawa. Atau pengorbanan aku untuk menghapal gerakan dan lagu India itu akan sia-sia.

Wajah Sangkar tepat di depan sana, di sampingnya ada Lingkar yang memakai kurta yang persis sama dengan Sagkar.

Di sebelah Lingkar, ada Rasa yang tak sengaja kudapati menggunci tatapannya padaku. Gadis itu juga memakai pakaian tradisional India.

Jika aku tidak salah, Saree yang Rasa gunakan bernama Salwar Kamez, atasannya mirip tunik, dan bawahnya adalah celana besar yang bentuk balon. Aku tak melihat selendang di bahunya, karena tampilan Rasa tetap dengan jilbabnya yang sebatas dada.

Ayah dan Bunda Lingkar juga bersama kami di sini. Mereka mengenakan pakaian ala Indian seperti anggota keluarga lainnya, warnanya pun tiada beda, putih dan putih.

Halaman luas ini didominasi oleh warna putih, terlepas dari warna-warni dekorasi yang bervariasi. Warna-warni bubuk yang masih utuh dalam guci, menumpuk bak bentuk gunung.

Aku sepertinya terpikat magnet yang ada di dalam Sangkar. Bahkan ketika musik terdengar, dan tim sanggar tari sudah mulai mengatur formasi menggantikan sang penabuh gendang, mataku masih belum mau berpaling.

Bagaimana tidak. Di depan sana, Sangkar juga tidak mau melepaskan maniknya dariku. Jadi —— anggap saja aku berlaku begini karena ulahnya. Tentu, aku tidak mau kalah, dengan memutuskan tatapan duluan.

"Masa, Bu Sarma dan yang sudah masuk. Ayo kita bergegas menunggu giliran."

Tidak aku sedang ——

Bersamaan berhentinya suara yang aku yakini milik Salwa. Terpaksa, aku harus kalah dan beranjak mengikuti tarikan Salwa di pergelangan tanganku.

***

Ilustrasi kejutaan masa mampir sama, tadi ada beberapa yang berbeda.

****

Aku tak mau kejutan ini gagal. Aku harus fokus. Ikut lipsing seperti Paman Sharul —Suami Bu Sarma— yang ditarik oleh Beliau untuk melengkapi kejutan kami.

#2. Hello, Masa! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang