Warning again guys! 🔞⚠
Isi part mungkin agak berbahaya untuk kalian tiru. Apalagi yang masih 18tahun ke bawah._________________
33. Sentuhan yang Tidak Asing [🔞⚠]
****
“Kenapa diam, hmm?”
Bagaimana bisa aku menjawab jika rohku saja kau buat melayang, Sialan!
Dan sialannya lagi, aku enggan mendorongnya menyingkir dari tubuhku.
Ini bukan pertama kalinya aku sedekat ini dengan seseorang. Akan tetapi, perlakuannya ini tetap saja membuat jantungku bekerja tidak dalam batas normal.
Dia mengendus-endus daun telingaku. Naik ke ujung pelipisku, turun di pipiku dan berakhir di ceruk leherku.
Ada di beberapa saat aku merasa tidak menginjak bumi. Raga seolah terbang, bersama rasa yang susah untuk aku jabarkan.
Sumpah demi apa pun. Sangkar membuat kakiku lemas. Deru napasnya yang berceceran di permukaan kulitku menimbulkan gemerincing desiran dalam aliran darahku. Tubuhku panas dingin. Rasanya aku akan sebentar lagi meleleh.
Ugh.
Sengatan dari sentuhannya membuatku membusungkan dada. Telapak tangannya itu kini berpindah membelai perut rataku. Blus pendek yang kugunakan mempermudah pijatan Sangkar pada tubuhku.
Awalnya hanya ada satu gerakan tangan miliknya, lama-lama kedua tangannya bekerja sama merengkuh pinggangku. Entah di mana botol wine berharga fantastis itu Sangkar letakkan.
Sapuannya berganti dengan ujung jemarinya, sehingga menciptakan rasa baru yang menggelitik.
Lagi-lagi, aku hanya pasrah menerima segala perbuatannya.
Bagaimana lagi, bekas sentuhan yang Sangkar tabur dalam tubuhku mulai merenggut warasku. Dan jika aku mengenyahkan tangan-tangannya itu, sama saja aku membuang kenikmatan.
Sekali saja. Aku ingin menyesap lebih lama permadani yang setahun lamanya tidak aku temui.
“Euuhhmm....”
“Apa dia menyentuh ini.”
“Sang ... kar ... ahhahhff... ” Dia mencubit perutku. Dan aku merasa kehilangan, saat gresak-grusuk tangannya berhenti.
Mataku yang entah sejak kapan tertutup langsung terbuka. Mencari ke mana keberadaan sumber kenikmatan itu bermuara.
Hanya ada sejengkal, ruas pemisah antara wajahku dan wajahnya. Tatapannya berubah lembut, tidak setajam tadi dan masih agak kemerahan.
Aku terlena. Lenyap kemampuan untuk memaki lakunya padaku. Tapi untuk apa memaki? Jujur, aku mendapat kelezatan darinya. Meskipun tidak mengenyangkan perutku.
Cup.
“bibir ini,”
Cup.
“pipi ini,”
Dia menatap mataku lama. Menarik netraku untuk terpaku pada netranya. Dan berhasil. Netraku terkunci.
“Pffuuhh....” Mataku terpejam, akibat tiupan ringan yang berhembus dari udara dalam mulutnya, bersama aroma alkohol yang lebih kental.
Cup.
Cup.
Kecupnya lagi di pelupuk mataku.
KAMU SEDANG MEMBACA
#2. Hello, Masa!
Roman d'amourWarning 🔞 *** "Tidak perawan?" Suara itu membuatku tergelonjak kaget. Tak butuh dua menit menarik atensiku dari keadaan di bawah pahaku. Lantas membalas tatapan si pemilik suara. "Seorang calon istri yang tidak perawan!" serunya, menajamkan kata...