26. Festival Holi : Pertentangan Hati dan Logika!

19 4 5
                                    

26. Festival Holi : Antara Hati dan Logika!

****

Aku berlari meninggalkan Sangkar di sana. Meleset dengan cepat ke halaman. Menghindari tiga angka yang masih kucaritahu apa artinya.

Saking sangat kencangnya laju tubuhku, aku bahkan tidak bisa —lebih tepatnya— aku tergerak lama mengendalikan kakiku untuk berhenti.

Aku mulai mengundur kecepatan lariku, namun butuh beberapa saat untuk menormalkan langkahku.

Dan sudah pasti, aku akan menubruk orang itu.

"Maafkan aku," kataku dengan napas yang tidak teratur.

Dia...

Napasku yang masih terengah-engah mempersilakan batin menyelesaikan lontaranku itu.

Penasaran? Pemilik bahu itu adalah Rasa.

"Tidak masalah," balasnya tidak marah. Kemudian berjalan maju. Meninggalkanku, yang langsung menilik kepergiaannya.

Tak jauh. Dia hanya melangkah kurang lebih delapan langkah dari tempatku berpijak.

Letak Rasa berdiri, dari letakku berdiri tidak lurus. Benar, posisi kami menyimpan dari garis lurus; bengkok. Dan itu membuatku bisa menangkap objek Lingkar dengan selendang merah yang ujung sebelahnya mengalung di pundak kanannya. 

Sialnya, aku jelas tau tatapan Lingkar itu berpusat padaku. Ingin rasanya aku angkat kaki dari sini. Akan tetapi seluruhku bak dikutuk oleh pancaran dua bola mata Lingkar. Agar tidak berpindah dari bibirnya yang merentangkan kalimat; sebuah potongan lirik dari lagu.

Terlambat. Mau beranjak pun mustahil.

****

Gham Ho Ya Ho Koi Khushi
(Jika ada kesedihan pasti ada kebahagiaan)

Purva Ka Jhonka Hai
(Itu akan berlalu seperti angin)

Ada apa dengannya? Mengapa dia tidak melihat Rasa?

Dan hatiku? Berdegup?

Ah! Bedebah! Hati ini sangat tidak tau malu. Merayakan perayaan, di tengah perayaan atas Sang Tuan Ingkar yang telah lama  diharapkannya. Di sini, di garda yang selalu hati pinta. Teluk sesak yang serentak membuat hati terbelenggu di dalam telaga pilu, kini menyemburkan megahnya nirwana yang selalu hati tunggu.

Tapi jika hatiku se-gembira itu, tapi mengapa di titik nadi ke jantungku terasa perih.

Ini ... Sakit....

Huhhh ... Huhhff....

Sakit....

Sa,

Kit

Hatimu menginginkannya Masa.

Di dalam jiwamu menunggu Tuan Lingkaran telah lama.

Sekali saja. Hanya sekali.

Ek Aaye Ek Jaayega
(Satu datang dan satu pergi)

Lingkar tak kunjung melepaskan netranya dariku. Bodohnya, aku tak memutuskan tatapan itu. Malah membalasnya.

Astaga Tuhan. Seharusnya aku tidak di sini.

#2. Hello, Masa! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang