.
.
.
.
." Lisa, temani saya makan siang"
" sekarang Pak? "
" yup "
"Boleh, Pak... Yuuk" sambut Lisa dengan wajah bahagia mendekati Taeyong, sang manager.
Wendy dan Minnie saling pandang dan menahan senyuman mereka sejak awal Pak Taeyong mengajak Lisa makan bersama.
" Tuhkan..
Gua bilang juga apa... Pasti mereka ada something deh" ucap Wendy semangat." Iya ya kak Wen... Cara ngajakinnya sweet banget lagi. Emang beda ya kalau cowok yang biasanya cool, ngajakin gitu aja, kayak udah keliatan sweet banget engga sih" Minnie jadi ikutan senyum-senyum sendiri.
Mereka berdua sedang asik bergosip sambil melangkah keluar kantor untuk lunch bareng siang ini. Keduanya tidak menyadari kalau Mark juga sedang berjalan sekitar 10 langkah di belakang mereka berdua dan dipastikan suara mereka yang terlalu bersemangat cukup bisa didengar jelas oleh pria itu.
" eh Min, tapi Lisa engga curhat apa-apa gitu ke Lu? Scarakan Lu berdua seumuran "
" Kalau soal Pak Taeyong sih engga pernah ya.. Eh tapi bukan cuma Pak Taeyong, intinya tu anak engga pernah cerita apa-apa soal cowok deh" jelas Minnie.
" Iya sih.. Lisa emang engga pernah ya curhat masalah pribadi, gemboknya kenceng kalau soal itu.. Hahaa" tambah Wendy.
"Tapi gua sih setuju koq kalau Lisa sama Pak Taeyong. Pak Taeyong kan AC, nah Lisa heaternya.. Cocokkan.. Wkwkkk" mereka berdua terus tertawa dengan Minnie yang tak pernah lepas dari merangkul lengan kiri Wendy.
" Lagian Pak Taeyong cakep gitu, terus gua liat juga Lisa seneng koq didekat Pak Boss kita itu. Tadi aja liat ekspresi Lisa kayak bahagia banget gitukan Kak Wen" dengan cepat mendapat anggukan dari Wendy.
Mark akhirnya berbelok kearah lift yang berbeda dari yang digunakan oleh kedua gadis tersebut. Tapi apapun yang ia dengar tadi, tidak baik untuk hatinya saat ini.
-------
Delapan bulan yang lalu adalah saat pertama kali ia meminta Lisa menikah dengannya, meskipun ia telah mempertimbangkan hal tersebut sejak 4 bulan sebelumnya. Sejak Lisa menolaknya langsung pada saat itu juga tanpa ragu, ia masih terus berusaha. Hampir setiap bulan seperti jadwal gajian, ia kembali memanggil Lisa untuk memastikan apakah gadis itu berubah pikiran. Namun hasilnya nihil.
Sudah hampir setahun berlalu, tapi ia merasa masih belum bisa memahami gadis itu. Gadis itu tidak pernah menolaknya dengan alasan. Jika memang gadis itu sudah memiliki pilihan sendiri, ia siap untuk berhenti memperjuangkan gadis itu meskipun dengan berat hati. Namun sepertinya bukan itu alasan gadis itu masih bertahan dengan keputusannya.
Ia tahu, kalau ia memang payah dalam hubungan antar gender seperti ini. Jinyoung secara tidak langsung selalu menyetujui fakta tersebut.
Ia memang pernah menjalin hubungan dengan wanita sekitar 2 kali selama usianya menginjak 30 tahun saat ini. Tapi fakta dibalik itu, selalu sang wanitalah yang menyatakan cinta padanya. Ia tidak terbiasa menyukai seseorang lebih dulu. Akibatnya, ia tidak mengerti bagaimana caranya mengajak seseorang berkencan, bagaimana caranya pendekatan, atau menyatakan cinta kepada gadis.
Memang disisi lain, ia nyaris sempurna. Ia pria tampan yang sukses besar dalam karir, ditambah ia bukan tipikal laki-laki yang suka memanfaatkan kesuksesan dan tampangnya untuk mempermainkan hati wanita. Seolah tidak mungkin ada yang sanggup menolaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Stories - Rasa
FanfictionShort Stories about Lisa & boys Seringkali setiap pilihan menuntut alasan. Meski tidak semua hal multak beralasan. Seperti Rasa, yang selalu hadir tanpa aturan, tanpa alasan.