Sepulang sekolah Rayyan mengajak Alea untuk mengerjakan tugas hukumannya lagi namun ia meminta kali ini tugasnya yang Alea mimbing untuk di selesaikan Alea tidak menolaknya toh dari awal mereka memang melakukan simbiosis mutualisme. "Muka lo udah di obatin lagi, belom?" tanya Alea ketika sekolah sudah usai dan dia menemui Rayyan.
"Ayo," ujar Rayyan.
"Udah diobatin belom?"
Rayyan tidak menjawab dia malah bergegas pergi Alea langsung mengejar Rayyan dan mensejajarkan langkahnya setelah sampai di parkiran Alea mencari motor Rayyan namun ternyata laki-laki ini membawa mobil, "Tumben lo bawa mobil?" tanya Alea ketika masuk ke dalam mobil.
Sembari menancap gas Rayyan diam saja bahkan pertanyaan Alea saja dia tidak jawab. Rayyan bukan laki-laki yang pelit bicara seperti yang di film atau novel-novel, Rayyan bukan laki-laki yang cuek namun bertindak romantis, dia hanyalah seorang Rayyan yang menyebalkan. "Lo kenapa sih?" tanya Alea, "padahal seharusnya gue yang kesel sama lo."
"Kenapa harus lo yang kesel sama gue?" tanya Rayyan yang fokus dengan jalanan dihadapannya.
"Gini ya Ray, lo kemaren tiba-tiba begitu ke Kalandra sekarang ribut sama Rangga dan entah kenapa gue selalu terlibat."
"Kalandra yang bikin lo terlibat sama gue."
Alea mendengus sebal berbicara dengan orang yang selalu merasa benar memang sangat memuakkan. Sepanjang perjalanan menuju tempat dimana mereka akan belajar dua orang yang ada didalam mobil itu saling membungkam mulutnya masing-masing. Rayyan memarkirkan mobilnya di sebuah mall membuat Alea menyeritkan keningnya, karena ia kira Rayyan akan membawanya ke cafe shop. "Ngapain kok kesini?" tanya Alea.
"Beli peralatan lukis," balas Rayyan.
"Peralatan lukis?"
Rayyan mengangguk, "Biar nanti gausah beli-beli lagi."
"Ngapain beli kan gue punya banyak," ujar Alea.
Tidak menjawabnya, lagi. Rayyan melangkahkan kakinya dan Alea mensejajarkan langkahnya ia ingin menoyor kepala Rayyan sekarang namun sabar ia harus menahan emosinya. "Ray lo nyebelin banget sih!" seru Alea yang berjalan mensejajarkan langkah Rayyan karena langkah kaki laki-laki ini sangat lebar.
Ketika sudah didalam mall mereka pergi ke toko buku yang sudah sangat terkenal, mereka masuk ke dalam toko tersebut Alea malah salah fokus dengan buku-buku membuat Rayyan mendengus dan mengambil buku yang Alea lihat-lihat dan menarik lengan Alea agar fokus dengan tujuan awal yaitu membeli perlengkapan melukis. "Ngapain bukunya lo ambil?!" tanya Alea dengan tangan yang masih berada di genggaman Rayyan.
Setelah sampai di bagian alat lukis Rayyan langsung memasukkan ke keranjang barang-barang yang dilihatnya tanpa melihat merek maupun harga. "Nanti dulu Ray jangan begitu, boros." Alea merebut keranjang yang di pegang Rayyan lalu ia mengecek kembali barang-barang yang diambil Rayyan, yang sekiranya tidak perlu Alea kembalikan lagi pada tempat asalnya.
"Buku yang tadi taro ke tempatnya lagi aja, gue nggak bawa uang."
"Gue yang bayar, butuh apalagi?"
"Eh makasih, gue buku aja."
"Butuh apalagi buat melukis?"
Alea sedikit malu namun ia langsung pergi saja dan mencari kebutuhan melukis lagi. Ia mengambil beberapa cat berwarna primer dan sekunder, "Nggak ada warna hijau," ujar Rayyan.
"Ya biarin aja."
"Ntar kalo butuh warna itu gimana?"
"Hijau kan warna sekunder tinggal campurin aja warna biru sama kuning kalo emang males campurinnya, dirumah gue banyak cat warna hijau."
KAMU SEDANG MEMBACA
MATH VS ART
Teen FictionKisah dua remaja yang mempunyai dua kepribadian yang berbeda. Alea Narendra dengan kreativitas dalam dirinya dan Rayyan Aldaric pria yang lebih menyukai pelajaran hitung-hitungan yang tidak lain adalah Matematika. Alea dan Rayyan sering bertengkar...