19. Secret Room (2)

7 0 0
                                    

Alea benar-benar tidak habis pikir kalau selama ini Rayyan menyembunyikan ini semua. Bahkan skill melukisnya pun tidak perlu diragukan. "Kenapa lo nunjukin ini ke gue?" tanya Alea.

"Karena gue capek kalau harus membelah diri."

Alea terkekeh, sebenarnya tidak ada yang menyuruhnya untuk menjadi dua Rayyan. "Nggak ada yang nyuruh lo untuk membelah diri. Lo juga bukan amoeba, lo cuma terjebak di lingkaran setan yang nggak tahu pintu keluarnya dimana."

Menurut Alea, semua yang hidup didunia pasti pernah mempunyai rahasia, pasti pernah ada di dalam satu lingkaran setan yang tidak mempunyai pintu keluar. Sebenarnya apa yang sekarang Rayyan perbuat adalah sebuah cara untuk menghindari rasa sakit, dan hal itu sangat salah dan malah makin menyiksa dirinya.

Menghindari sebuah penderitaan adalah kebahagiaan yang tidak kekal. Menghindari penderitaan hanya sebuah cara untuk memupuk masalah. Hal itu mungkin baik dalam jangka waktu singkat. "Apa yang lo lakuin sekarang itu salah, lo cuma menghindari masalah, bukan menyelesaikannya."

"Gue tahu punya masalah, tapi gue nggak tahu apa masalah gue."

"Ketika lo terjebak di suatu ruangan yang gelap hal apa yang akan lo lakuin pertama kali?" tanya Alea.

Rayyan diam lama sekali membuat Alea jengah, segera saja Alea melanjuti ucapannya, "yang perlu lo lakuin pertama kali adalah buat ruangan itu menjadi terang. Gimanapun caranya."

"...dan ketika ruangan itu udah ada penerangan, walaupun hanya sebuah senter yang hanya bisa menerangi beberapa titik tertentu lo bisa berjalan untuk cari pintu keluar."

"...jadi, lo pikirin gimana permasalahan lo yang gelap itu bisa punya sebuah cahaya yang nantinya bisa membawa lo menuju pintu keluar."

Rayyan mengangguk-anggukan kepalanya, semoga itu karena dia mengerti. "Tapi kalau kita emang di tetapkan untuk ada di dalam ruangan gelap itu? Atau dalam arti lain permasalahan yang gue alami akan selalu ada di dalam diri gue."

Alea diam sejenak sembari berpikir ia menggeser dirinya untuk melihat-lihat lukisan yang dipajang di sepanjang dinding. Lalu ia menemukan sebuah lukisan yang mencerahkan dirinya untuk menjawab pertanyaan Rayyan. 

Didalam itu ada sebuah rumah yang ada di tengah-tengah hutan, indah sekali dan tentu saja menyejukkan hati. "Kalo lo orang kota yang tiba-tiba di perharuskan tinggal disini, gimana?" tanya Alea menunjuk rumah yang ada di dalam lukisan tersebut.

"Gue akan beradaptasi," jawab Rayyan.

Alea mengangguk, ternyata jawaban Rayyan sesuai dengan jawaban yang ia pikirkan. "Bener, lo harus beradaptasi dengan tempat ini. Sama kalo emang masalah lo emang ditetapkan untuk lo ya yang harus lo lakuin adalah beradaptasi."

"...jadi bukan lo yang larut dalam masalah tapi emang masalah yang udah larut di dalam diri lo."

Rayyan hanya diam saja mungkin ia mencerna semua yang dikatakan Alea. "Cuma lo yang boleh pegang kendali atas diri lo, bukan orang lain."

Dia malah tersenyum, "Udah lama gue nggak di ceramahin kayak gini," katanya.

Alea memandang Rayyan jengah, "Intinya Ray, diri lo tuh ibarat sebuah negara dan lo pemimpin nya jadi segala hak milik diri lo ya ada di lo."

Rayyan terkekeh sembari mengangguk-anggukkan kepalanya. "Thanks, Al gue akan ubah segala pola pikir yang salah."

"Iya, lo emang harus ubah pola pikir itu. Dengan lo menunjukkan bakat kreativitas yang lo miliki bukan berarti lo mirip sama seseorang yang lo nggak suka, toh he's still your father."

"Lo laper?" tanya Rayyan yang diangguki Alea, "mau makan apa?"

"Gue mau bakso," balas Alea.

"Pas banget kalo gitu dideket sini ada bakso yang enak." Alea tersenyum entahlah baru kali ini ia tidak merasa kesal berada di dekat Rayyan.

Karena Alea pun sudah lapar akhirnya Rayyan mengajaknya ke tempat bakso yang ada di dekat jalan. Alea senang karena ia bisa melihat aktivitas lalu lalang para pengendara. "Kok lo senyum-senyum?" tanya Rayyan yang kebingungan.

"Lo gak seneng ya liat motor, mobil dan orang-orang di jalan?"

"Ya nggak, apa yang harus di senengin?" Betul, Aleapun tidak tahu apa yang membuatnya merasa senang ketika melihat lalu lalang di jalanan.

"Kalo ngeliat orang banyak tuh gue jadi merasa kalo di dunia ini gue nggak sendiri even gue nggak kenal sama orang itu. Dan mungkin sebagai pengingat juga untuk gue gaboleh egois karena yang hidup di dunia bukan gue doang."

Begitulah Alea menjawab pertanyaan Rayyan lalu penjual bakso membawa dua mangkuk pesanan milik Alea dan Rayyan.

"Aneh, lo makan bakso kuah nya minta sedikit dan sambelnya di banyakin?" Rayyan bertanya dengan ekspresi aneh di wajahnya, padahal setahu Alea bukan hanya dirinya yang memakan bakso seperti itu.

"Ya enak, serius."

Rayyan geleng-geleng kepala toh menurut Alea justru dialah yang aneh, makan bakso kok pakai kecap. "Al lo nggak ada keinginan untuk tinggal di suatu tempat yang isinya cuma lo doang gitu?"

Alea berpikir sembari mengunyah bakso miliknya lalu setelah menelan bakso tersebut barulah ia menjawab. "Gue nggak bilang sepenuhnya mau karena diri gue tau kalo suatu saat pasti gue butuh keramaian dan pertolongan oranglain."

"Pilihan yang bijak," gumam Rayyan.

Lalu mereka sama-sama melahap bakso mereka dengan nikmat. Hari ini sangat menakjubkan karena mengetahui sisi lain seorang Rayyan Aldaric yang Alea kenal sebagai orang yang tidak menyukai hal berbau seni.

Sesuai dengan yang Rayyan ucapkan, Alea tidak boleh memberitahu siapapun tentang ruangan tersebut. Alea pun memang tidak berniat untuk memberitahu siapapun bahkan Azrine karena ia mau Rayyan yang jujur akan dirinya sendiri.

"Ayok balik," ujar Rayyan ketika mereka sudah menghabiskan baksonya.

Hari pun sudah petang, Alea tidak mau mengkhawatirkan orang rumah jadi ia akan pulang secepatnya.

"Ray, lo bilang kan kalo An tahu tempat itu apa dia pernah mampir ke situ lagi?" tanya Alea di perjalanan pulang.

Rayyan menggeleng, "Nggak pernah."

"Lo sama dia bener-bener udah nggak sahabatan lagi?" Rayyan mengangguk, ia jadi takut kalau harus memiliki masalah besar dengan Azrine maupun Zoe.

"Amara kan mantan Kalandra, lo nggak takut kalo dia sebenernya mata-mata?"

"Gue udah bilang berapa kali, Al. Lo jangan berpikir yang macem-macem tentang Amara karena she's not what you think." Sial, mengapa Rayyan seperti orang yang kesal hanya karena pertanyaan seperti itu.

Alea tidak ingin mencari ribut dengan Rayyan, baru saja beberapa menit yang lalu mereka sangat akrab. "Sorry, I don't know her gue cuma minta lo kasih tau dia untuk nggak usah sok lebih mengenal diri gue."

"Amara nggak seperti yang lo pikirkan, percaya sama gue Al dia orang baik." Namun mengapa gadis itu selalu mengganggu Alea padahal ia tidak pernah berbuat hal yang merugikan bagi Amara.

Di sepanjang jalan menuju rumah Alea diam saja menikmati tiap udara yang menyentuh kulit halusnya. Setelah sampai di depan gerbang Alea turun dan langsung masuk ke dalam rumah disambut dengan Zoe yang sedang membersihkan kandang kucing milik Alea.

"Astaga sebenernya yang anak Bunda gue itu lo atau gue sih?!" seru Alea ketika sampai di hadapan Zoe, sahabatnya ini memang sudah sangat akrab dengan Bunda Alea.

"Nih majikan lo bukannya urusin!"

"Ya sekarang dia punya dua babu." Lalu Alea melenggang pergi menuju kamarnya.

-

Thanks for reading! ❤️

Maaf baru upload lagi karena tugas ku banyaakk dan harus belajar jugaa jadi susah membagi waktunya antara nulis, belajar dan sekolah daring jadi dimaklumkan saja yaaa. 🥺🙏

MATH VS ARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang