Chapter 22

1.4K 176 25
                                    

Wonwoo tengah melakukan syuting untuk acara sebuah televisi, dengan penuh percaya seperti biasanya. Tak lupa dengan wajah tegas dan dinginnya, Wonwoo melakukan pekerjaannya dengan baik. Meski tak jarang ia mendapati beberapa orang saling berbisik melihatnya, ia tau bahwa orang-orang memasang wajah palsu terhadapnya, dan Wonwoo hanya acuh.

"Kerja bagus Wonwoo-ssi" ujar Kim Namjoon, selaku pembawa acara televisi tersebut.

Wonwoo membalas itu dengan senyum manis, ia melakukan itu dengan tulus, sekalipun orang yang menjadi lawan bicaranya menyimpan rasa tak suka terhadapnya.

"Terimakasih Namjoon-ssi"

Namjoon tak lagi berbicara, ia pamit untuk oergi terlebih dahulu pada Wonwoo. Wonwoo hanya mengangguk, setelah itu wajahnya kembali datar.

Wonwoo berjalan santai di koridor stasiun TV, beberapa orang menyapa dan memberinya ucapan selamat, dan Wonwoo hanya tersenyum singkat menanggapinya. Langkahnya tiba di sebuah cafe kecil yang tersedia, dan mendudukkan diri di salah satu meja.

"Kau sungguh bekerja keras untuk ini Wonwoo." Ujar Seseorang yang tak lain adalah -Kwon Soonyoung, sembari menyodorkan satu cup kopi.

Wonwoo menerimanya, dan tak lupa mengucap terimakasih. "Aku suka melakukannya, karena Junsu sangat suka menonton TV." Katanya.

"Junsu membawa pengaruh besar bagimu, bagaimana jika tidak ada Junsu disisimu?"

Wonwoo menegak sedikit kopi tersebut, lalu menatap Soonyoung dengan senyum tipis. "Aku tidak akan berada disini, dan sudah dipastikan bahwa pria tua itu sudah mengusirku." Katanya sembari terkekeh kecil.

Soonyoung menatap miris, ia menepuk bahu Wonwoo dan mengelusnya pelan. "Kau adalah lelaki hebat yang aku temui Won, mungkin jika itu Aku, tidak menutup kemungkinan aku sudah terkubur tanah lebih dulu." Katanya sedikit bercanda, dan itu membuat Wonwoo terkekeh dibuatnya.

"Aku mungkin juga akan seperti, tapi Tuhan masih mempercayai diriku untuk mengikuti takdirnya, dan kau lihat sendiri sekarang kan?" Kata Wonwoo, kemudian dirinya terdiam beberapa detik, sembari menatap kosong ke depan, seakan menerawang.

"Tuhan yang memberikan Takdir hidup kepada manusianya, Tuhan juga mempertahankan manusia untuk mengikuti takdirnya dan Tuhan pula yang membuat manusia itu menyerah akan takdirnya. Jadi, hidup mati seseorang itu Tuhan yang mengatur. Kita bisa apa? Sekalipun kita mencoba mengakhirinya, jika Tuhan belum berkehendak, kita akan terus hidup hingga Tuhan tak lagi berkehendak." Lanjutnya.

Soonyoung mendengarnya merasa terenyuh, membenarkan penjelasan Wonwoo tersebut. Tidak ada manusia yang bisa menentang takdir kecuali Tuhan sendiri yang berkehendak. [Maaf kalo ada yg salah mohon dibenarkan ya :) ]

"Kau benar Won, dan Aku yakin kau bisa melalui semua ini. Penantian mu akan segera datang, meskipun nanti orang lain yang datang dalam penantian mu." Kata Soonyoung membuat Wonwoo terkekeh.

"Orang lain siapa yang sudi datang untukku? Aku sendirian di sini, jadi siapa yang datang untukku nanti?" Katanya dengan tawa sumbang, Soonyoung memperhatikannya dengan senyuman. "Kau tunggu saja hari itu datang Won, jika benar, kau harus menraktirku." Katanya diselingi candaan.

"Baiklah Baiklah, ahh, aku ke toilet sebentar." Kata Wonwoo, kemudian berdiri dari duduknya dan segera berlalu pergi.

Soonyoung menyeruput kopi nya yang mulai mendingin, sembari memperhatikan punggung Wonwoo yang perlahan menghilang. Ada sebuah senyum miris melihat punggungnya yang terkesan kokoh, walau ia tau bahwa punggung yang selalu terlihat kokoh itu mudah rapuh sebenarnya.

Last Promise [Wonwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang