"PAK JAEHYUN" teriak Rosé saat melihat Jaehyun berdiri di atas pembatas rofftop.
*pembatas? aku gak tau namanya:( tapi kayak beton atau batas supaya gak jatuh gitu lah. Semoga paham ya...
"Bapak ngapain?" Rosé panik.
"Bapak kalau mau bunuh diri jangan disini Pak. Jangan di depan saya juga. Pikirin pak, nanti kalau saya punya trauma gara-gara bapak gimana? Pikirin juga Bu Jessica" ucap Rosé sambil mendekat perlahan.
"Kamu mikir apa sih?" Jaehyun turun dari situ, dan mendekati Rosé.
"Bapak... tadi mau bunuh diri, kan?" tanya Rosé ragu.
"Buat apa?" tanya Jaehyun bingung dan memasang ekspresi 9.10 (paham kan ya...)
"Ya.. mana saya tau"
"Bodoh" Jaehyun menyentil pelan kening Rosé.
"Tapi, bapak beneran enggak mau bunuh diri, kan?" tanya Rosé memastikan.
"Gak lah" Jaehyun berjalan melewati Rosé dan duduk di salah satu kursi disitu.
Rosé pun mengikuti Jaehyun dan duduk di kursi sebelah Jaehyun.
"Saya gak pernah lihat bapak marah. Ternyata serem" ucap Rosé jujur.
"Saya cukup sering marah. Bahkan karena hal kecil. Saat saya marah, saya enggak bisa mengendalikan diri saya sendiri. Sebelum kamu, sekretaris saya enggak pernah ada yang mencoba mengendalikan emosi saya. Mereka cuma diam saat saya marah" Jaehyun tiba-tiba bercerita.
"Bapak pasien IED?" tanya Rosé.
*Fyi : IED itu singkatan dari Intermittent Explosive Disorder. Penderita IED kesulitan mengendalikan amarah dan kalau marah mereka bisa sampai meledak-ledak.
"Kok kamu tau?" Jaehyun menatap Rosé kaget.
"Saya kan cuma nebak. Mama saya dulunya psikiater Pak, sebelum di pecat karena salah paham" ungkap Rosé.
"Pak, kalau bapak banyak masalah, jangan di pendam. Lepasin aja Pak. Ceritain masalah bapak, kalau bapak timbun terus, bapak yang bakal sakit sendiri" ucapan Rosé tersebut menarik perhatian Jaehyun.
"Kamu mau jadi tempat cerita saya?" Jaehyun menatap Rosé intens.
Rosé tersenyum dan balas menatap Jaehyun, "Boleh"
"Saya benci sama Papa saya" ungkap Jaehyun sambil menatap ke langit.
"Kenapa?" Rosé menatap side-profile Jaehyun yang menghadap ke atas.
"Papa saya ninggalin saya dan mama saya, bahkan dia enggak pernah nemuin saya. Padahal saya anak kandungnya. He's the worst person i've ever met. When I was a child, i saw my mother cry because of him"
"Saya cuma punya mama saya"
"Bapak punya saya kok. Saya siap jadi tempat bapak berkeluh kesah. Bapak boleh terlihat kuat di depan orang lain, bahkan Ibu Jessica. Tapi, setidaknya bapak harus punya 1 orang yang tau keadaan bapak. Yang tau perasaan bapak, yang tau masalah bapak" Rosê menatap Jaehyun teduh.
"Kenapa kamu mau jadi tempat bersandar saya?" tanya Jaehyun.
"Terlepas dari posisi saya di kantor, saya juga manusia sama kayak bapak. Saya juga punya masalah, saya harus tetap kuat demi mama saya, saya harus menyembunyikan kesulitan saya supaya mama enggak terbebani.
Saya sama kayak bapak, selalu berusaha kuat di depan mama saya. Dan, saya juga cuma punya mama, papa saya juga ninggalin saya dan mama setelah mereka pisah.
Dia juga enggak pernah menengok saya, bahkan saya enggak tau papa saya masih hidup atau enggak. Tapi, mama saya tau saya pura-pura kuat demi dia. Mama saya adalah orang paling baik yang pernah saya tau Pak.
Mama saya bahkan enggak pernah bercerita hal buruk tentang papa dan menyuruh saya untuk tetap menghormati papa dan nggak benci papa" cerita Rosé.
"Posisi saya sama bapak sama, kebencian dalam hati bapak yang membedakan. Kebencian itu pasti ada, jujur saya juga benci karena papa saya ninggalin saya. Tapi, benci itu pilihan pak. Bapak mengizinkan rasa benci menguasai bapak atau enggak. Benci itu penyakit pak"
"Gimana caranya kamu enggak benci sama orang yang ninggalin kamu dan mama kamu?" tanya Jaehyun.
"Saya selalu ingat pesan mama saya 'Seburuk-buruknya dia, dia tetap papa kamu. Tanpa dia, kamu enggak ada di dunia ini'" jawab Rosé.
Mereka larut dalam pikiran masing-masing, di temani hembusan angin pagi.
"Thanks" ucap Jaehyun.
"Untuk apa pak?"
"Jujur, saya capek pakai topeng ini terus. Saya merasa lega ada orang yang tau saya yang sebenarnya. Dan, semoga dengan ini, saya bisa menghilangkan rasa benci saya ke papa saya"
"Sama-sama. Kalau bapak mau cerita, bapak bisa cerita ke saya. Saya pendengar yang baik kok"
Jaehyun tersenyum, "Kamu orang pertama, yang peduli sama saya selain mama. Kamu juga orang pertama yang bisa mengendalikan saya saat saya marah. Kamu buat saya merasa punya teman dan enggak sendirian. Thank you so much"
"Seperti yang saya bilang sebelumnya, saya dan bapak sama-sama manusia dan berada di posisi yang mirip. Saya senang bisa membantu bapak dan enggak perlu berterima kasih" Rosé tersenyum.
"Boleh saya peluk kamu?" tanya Jaehyun dan segera bamgkit dari duduknya.
Rosé kaget, dan Jaehyun tau itu.
"Mama saya bilang, kalau pelukan hangat itu obat paling ampuh untuk orang yang rapuh" lanjutnya.
Rosé ikut berdiri dan mendekat untuk memeluk Jaehyun.
"Mama saya juga bilang kalau pelukan bisa membantu menenangkan orang lain" ucap Rosé.
"Jangan pernah pura-pura bisa mengatasi semua sendiri Pak. Manusia itu punya batas untuk segala aspek, dan saat bapak merasa sendiri, bapak bisa datang ke saya" Rosé menepuk-nepuk pelan punggung Jaehyun.
"Bapak juga bisa konsul ke mama saya, mama saya baik kok" lanjut Rosé.
"Saya sudah pernah coba konsultasi ke psikolog, tapi tetap enggak ada perubahan" ungkap Jaehyun.
Rosé melepaskan pelukan mereka, dan menatap Jaehyun.
"Yang bisa membuat kita sambuh itu bukan dokter, psikolog ataupun psikiater pak. Tapi diri kita sendiri. Kalau kita mau sembuh, kita pasti bisa. Dokter cuma bisa mengobati penyakit, tapi mereka nggak bisa mengobati manusia" ucap Rosé.
•
•
•
•
•Chap ini agak deep dikit xixi...
Aku bingung nih mau nulis apa, pokoknya semoga kalian suka ya...Makasih banyak udah baca, jangan lupa dukung dengan cara vote!
10 vote for next🙃😉
Thank youu♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Odette | Jaerose ft. 97L✔
FanfictionPernah gak sih jatuh cinta sama seseorang pada pandangan pertama? Tapi konyolnya, Ia bahkan tidak tahu siapa perempuan itu dan mengira perempuan lain sebagai orang yang telah merebut hatinya. ⚠️Sepenuhnya Fiksi⚠️ Start : 10 Juli 2021 End : 22 Agustu...