Prolog

32.2K 1.4K 128
                                    


Sementara prolog dulu buat pemanasan wkwk... ^^

___

Seorang gadis kecil berambut pirang berusia empat tahun tengah menangis karena dirundung oleh teman-temannya. Kakaknya, yang juga sama usianya pun berusaha menenangkannya. Ya, mereka berdua kembar identik.

"Ariel jangan nangis, nanti Mama sedih." Ucap Aurora membujuk adiknya yang kini tengah berjongkok sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.

Ariel tetap menangis, tak memedulikan kakaknya yang kini mengusap-usap pundaknya menenangkan. Teman-temannya memang keterlaluan, mereka sungguh menyakiti hatinya. Hanya karena dia dan kakaknya mempunyai fisik yang berbeda, mereka dikucilkan. Ariel hanya ingin ikut bermain, tapi mereka selalu menjauhinya. Bahkan tadi salah satu temannya di playgroup mendorong tubuhnya hingga terjatuh.

Aurora dan Ariel memang memiliki fisik yang berbeda dengan teman-temannya. Gadis itu berkulit putih susu dan berambut pirang. Berbeda dari teman-temannya yang berambut hitam. Ditambah lagi warna hazel pada matanya kentara sekali berbeda dari milik teman-teman lainnya. Aurora dan Ariel pun sering protes kepada mamanya kenapa dia berbeda dengan mamanya juga. Karena mamanya memiliki rambut hitam, tidak seperti mereka berdua.

Milly, sang mama pun dengan sabar menjelaskan pada mereka. Beruntung Sheila juga berambut pirang, dan Milly menggunakan sahabatnya sebagai contoh jika mereka tidak pirang sendiri. Ada Sheila, tante mereka yang berambut pirang sama dengan Aurora dan Ariel. Dan itu cukup melegakan bagi Aurora dan Ariel. Kedua gadis itu tak mempermasalahkan fisiknya lagi. Karena setiap orang itu punya keunikannya masing-masing.

"Aku cuma mau main sama mereka." Isak gadis kecil itu, tangan mungilnya beralih mengusap pipinya yang basah oleh air mata.

"Kita mainnya berdua aja kalo mereka gak mau sama kita. Aunty Sheila kan beliin kita banyak mainan minggu lalu." Bujuk Aurora lagi.

Gadis itu mengangguk dan berdiri, mengusap sisa-sisa air matanya yang masih menempel di pipi. Menatap sang kakak yang tersenyum menggemaskan di depannya. Ariel mendekat pada sang kakak dan memeluknya. Kedua gadis kecil itu saling berpelukan.

"Hey, kalian minggir dulu!" Seru seorang pria dewasa yang tengah membawa meja berwarna cokelat ke arah Aurora dan Ariel.

Posisi kedua gadis itu memang berada di depan pintu masuk ruangan playgroup. Semua anak-anak sudah pulang, tinggal Aurora dan Ariel yang masih menunggu mamanya menjemput. Dan yang baru saja menyuruh mereka minggir mungkin adalah orang yang akan meletakkan barang ke ruangan bermain.

Aurora dan Ariel tergopoh-gopoh menyingkir dari depan pintu. Memberi akses pada dua orang yang tengah menggotong meja kayu cokelat itu ke dalam ruangan. Karena buru-buru, Ariel tersandung kaki Aurora. Membuat gadis itu tersungkur pada lantai semen yang kasar.

Ariel meringis, mendapati kedua lututnya lecet tergores lantai semen. Telapak tangan yang digunakan untuk menumpu juga memerah. Aurora langsung jongkok dan menolong adiknya. Ariel tidak menangis, gadis itu tidak cengeng saat terluka fisik. Namun hatinya sangat rapuh saat dihina atau dibully teman-temannya.

"Kamu gak apa-apa, Ariel?" Tanya Aurora khawatir. Dia takut saat melihat kedua lutut Ariel berdarah.

"Sedikit perih tapi aku gak apa-apa." Jawabnya jujur.

Gadis kecil itu kembali meringis, memegang lututnya dan mengamatinya.

"Aku akan minta bantuan." Ujar Aurora dengan nada bicara khas anak seusianya.

Belum sempat Aurora berdiri, seorang laki-laki berjalan ke arah mereka. Satu tangannya membawa kotak obat, yang biasa digunakan oleh guru mereka untuk mengobati teman yang sakit atau terluka seperti Ariel sekarang. Laki-laki itu tersenyum kecil, lalu ikut berjongkok di samping keduanya.

Milik Kita (Sequel Bukan Milikku) [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang