Selamat membaca 💛
___
Sudah seminggu setelah Mia, bibinya Arraz mengetahui fakta dari Milly dan Arraz. Hubungan Milly dan Mia cukup baik, Aurora dan Ariel sering bermain ke rumah Mia. Arraz pun kini sudah menempati rumah barunya. Entahlah, pria itu kadang merasa ingin berada di rumah yang dia beli. Arraz sudah merenovasi beberapa bagian. Dan sudah mendesign kamar untuk si kembar.
Sore ini Arraz ke rumah Milly untuk menjemput Aurora dan Ariel. Hari ini Milly dan Arraz sudah sepakat bahwa Aurora dan Ariel akan tinggal beberapa hari di rumah Arraz. Bergantian mengasuh mereka, dan Milly menyetujuinya. Arraz merasa sangat senang karena ini pertama kalinya dia akan serumah dengan anak-anaknya. Dia akan menjadi seorang ayah yang menjaga anak-anaknya. Arraz sendiri mulai besok hingga beberapa hari ke depan akan bekerja di rumah. Sekaligus mengawasi kedua putri kembarnya.
Arraz menghentikan mobilnya di depan rumah Milly. Dia segera turun dan berjalan ke rumah wanita itu. Pintu pun sudah terbuka, Milly dan anak-anaknya tengah duduk di sofa ruang tengah. Mereka sudah terlihat bersiap-siap pergi. Ada dua koper kecil di sana, milik kedua anak kembarnya. Aurora dan Ariel segera melambaikan tangan saat melihat kehadiran Arraz. Arraz kembali melambaikan tangan, tersenyum senang.
"Masuk, Raz!" Seru Milly seraya mengecek beberapa perlengkapan anak-anak yang dia letakkan di tas kecil.
"Iya." Sahut Arraz dan kemudian ikut duduk di sofa lainnya.
"Sudah makan?" Tanya Milly begitu Arraz duduk.
"Belum sih, tapi nanti aja bareng anak-anak." Sahut Arraz tenang.
"Baiklah kalau begitu. Aku juga sudah membawakan makanan ringan milik mereka. Mereka tahu, nanti bisa diambil sendiri. Jangan terlalu memberi mereka makanan manis atau permen!" Pesan Milly lembut.
"Iya, Mill. Aku bisa kok urus mereka." Arraz berkata santai.
"Baiklah." Milly tersenyum kecil. "Jangan usil saat sama Om Adam ya, Sayang." Milly mengecup pipi gembul kedua putrinya bergantian.
"Iya, Ma." Sahut mereka bersamaan.
"Ngomong-ngomong, di mana Nenek Mira?" Tanya Arraz yang tak mendapati Nenek Mira di sana, biasanya Nenek Mira menyambut dirinya saat datang.
"Sedang ada urusan bersama beberapa bidan lainnya." Milly menyahut dan Arraz hanya mengangguk paham.
"Kamu gak ikut aja? Nanti malam bisa pulang." Tawar Arraz.
"Nanti kamu repot, Raz. Gak apa-apa, kalian berangkat aja. Nikmati waktu kalian bersama." Milly tersenyum kecil.
"Rasanya gak akan lengkap kalau gak ada kamu." Arraz bergumam pelan, membuat Milly tersenyum kecil. Ada rasa nyeri di hatinya, entah kenapa perkataan Arraz mengena di hatinya. Namun dirinya tak mau terlarut dalam kata-kata Arraz.
"Kurasa kamu bakal beli apartemen saja, ternyata langsung beli rumah." Milly mengalihkan topik.
"Apartemen kurasa kurang cocok buat anak-anak. Jadi aku putuskan buat beli rumah. Aku sendiri juga pengen punya tempat tinggal tetap. Tempat tinggal yang bisa aku tuju dan aku huni secara tetap. Aku terlalu banyak pergi-pergi, Mill. Jujur aja kadang pengen menetap di suatu tempat bersama orang-orang tersayang." Jujur Arraz.
"Semoga harapanmu terkabul, Raz." Milly tersenyum lagi.
"Semoga saja." Arraz mengangguk.
Aurora dan Ariel sudah bersiap dan Milly membantu membawa beberapa barang. Arraz memasukkan kedua koper si kembar ke bagasi mobil. Meletakkan dua tas ransel kecil di kursi depan. Sementara Aurora dan Ariel berada di kursi belakang. Arraz masih di luar, menghadap ke arah Milly. Ada rasa senang namun juga perasaan kurang. Arraz ingin Milly ikut, namun dia tidak bisa memaksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Milik Kita (Sequel Bukan Milikku) [Telah Terbit]
רומנטיקהTelah terbit di Gente Books! Novel Bukan Milikku dan Milik Kita terbit jadi 1 buku ya, Guys. Judulnya jadi Bukan Milikku (Milik Kita). Untuk info pemesanan bisa hubungi Author! 🧡 ___ Perasaan bersalah menghantui Arraz selama lima tahun terakhir. Aw...