Ide nulis ceritaku lagi ngalir di Milly-Arraz wkwk. Jadi jangan bosen ya kalau sering update yang ini. 🤣
Selamat membaca 😘
___
Arraz duduk terdiam di hadapan paman Milly. Arraz sesekali melirik ke arah pria tua di hadapannya. Bingung karena pamannya Milly hanya diam saja. Dia sudah terlalu percaya diri untuk menghadapi paman Milly tadi. Namun nyatanya saat berhadapan begitu dia justru gugup. Arraz tidak tahu apa semua orang seperti itu saat bertemu orang tua wanitanya. Ini perasaan baru yang dialami oleh Arraz.
Arraz mengetuk-ngetukkan jempol kakinya di bawah sana. Mungkin ini alasan tantenya ingin menemaninya. Mungkin agar sang tante bisa membantunya bicara. Arraz menghela napas, menatap sang paman, berusaha untuk bicara.
"Paman!" Panggil Arraz pelan namun masih terdengar.
Sang paman menoleh ke arah Arraz. Sesaat kemudian pandangannya beralih pada Milly yang datang membawa nampan. Di atas nampan itu berisi minuman dan kue yang diletakkan di atas piring. Milly menyuguhkannya dengan anggun ke atas meja.
"Mengganggu obrolan kalian?" Tanya Milly sembari tersenyum simpul.
"Enggak kok. Kami belum ngomong apa-apa." Ujar sang paman tenang.
Milly mengernyitkan dahi, menatap Arraz yang terlihat lebih diam dari biasanya. Milly menyadari mungkin Arraz gugup. Gadis itu duduk dan ingin membantu Arraz. Setidaknya Arraz tidak terlalu gugup hanya berdua dengan pamannya.
"Kamu ke dapur aja, Mill. Paman pengen kamu masakin capcay bikinanmu." Ujar paman Milly, sengaja mengusir Milly agar tak ikut di obrolan itu.
"Baiklah, Paman." Milly menjawab lembut dan beranjak dari duduknya.
Sebelum pergi, Milly menatap Arraz dengan tersenyum. Seakan menyemangati pria itu. Arraz membalas senyum dan mengangguk. Arraz menenangkan Milly agar tidak terlalu khawatir. Arraz sudah bertekad untuk menghadapi paman Milly.
Setelah Milly pergi ke dapur, Arraz kembali menatap sang paman. Paman Milly membuka tutup cangkir tehnya kemudian menatap Arraz balik. Arraz mengalihkan pandangan, gugup dan canggung. Arraz benar-benar tidak pernah membayangkan rasanya akan seperti itu.
"Sebelum saya bicara, mungkin kamu ada yang ingin dibicarakan dulu. Soalnya saya melihat kamu ingin mengatakan sesuatu. Pikir saya juga kamu berani bertemu dengan saya pasti tidak hanya membawa tangan kosong." Paman Milly berucap tenang pada Arraz. Pria itu tidak terlihat garang, tapi wajah datarnya membuat Arraz merasa ngeri sendiri.
Arraz menghela napas, setelah itu mengangguk mantap. Dia akan mulai bicara pada paman Milly. Pertama dia akan meminta maaf, kedua akan menjelaskan maksudnya. Arraz harus berani bertanggung jawab.
"Sebelumnya Arraz mohon maaf sebesar-besarnya pada Paman." Ucap Arraz yang kemudian terjeda. Arraz kembali menghela napas, memikirkan kata-kata yang tepat untuk selanjutnya.
"Setelah Paman tahu saya Arraz, Paman pasti tahu siapa saya." Lanjut Arraz lagi.
"Ayah dari cucu-cucuku." Timpal sang paman.
Arraz mengangguk cepat, membenarkan hal itu.
"Saya tahu saya seorang pengecut. Saya tahu Paman pasti tidak suka dengan saya. Tapi di sini, saya berusaha untuk memperbaiki kesalahan saya. Saya siap dengan apa yang akan Paman katakan ke saya, tapi saya ingin minta maaf pada Paman." Ujar Arraz sungguh-sungguh.
"Jujur saya selama ini merasa bersalah dan terhantui karena kesalahan saya. Saya bertemu Milly beberapa waktu lalu setelah sebelumnya saya bertemu anak-anak terlebih dahulu. Setelah itu, saya merasa kembali hidup. Saya merasa ada harapan untuk kedepannya. Saya ingin memperbaiki kesalahan saya pada Milly dan anak-anak, Paman." Ucap Arraz jujur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Milik Kita (Sequel Bukan Milikku) [Telah Terbit]
RomansaTelah terbit di Gente Books! Novel Bukan Milikku dan Milik Kita terbit jadi 1 buku ya, Guys. Judulnya jadi Bukan Milikku (Milik Kita). Untuk info pemesanan bisa hubungi Author! 🧡 ___ Perasaan bersalah menghantui Arraz selama lima tahun terakhir. Aw...