13 - Wanita Hebat

11K 821 58
                                    

Selamat membaca semua ^^

___

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Setelah melakukan perbincangan alot dengan Milly tadi, Arraz pun tetap diusir. Arraz sekarang masih duduk di kursi teras Milly. Dia tidak ingin pulang ke rumah Jackson. Pikiran Arraz masih tertuju pada Aurora dan Ariel yang sakit di dalam sana. Tak apa lelah menggelayuti pundaknya, tapi Arraz ingin tetap menunggu di sana. Mungkin ini adalah naluri seorang ayah yang sedang menghadapi anak-anaknya yang sakit.

Arraz menepuk pipinya berkali-kali karena merasakan gigitan nyamuk di sana. Malam ini sangat dingin, dan bahkan Arraz juga kelaparan. Laki-laki itu belum sempat makan sejak siang tadi. Namun Arraz enggan pergi dari sana, tempat penjual makanan atau restoran cukup jauh. Ditambah lagi laki-laki itu belum nafsu makan. Arraz masih memikirkan bagaimana kedepannya. Milly tadi belum memutuskan apa-apa. Tepatnya memang belum membicarakan hal untuk kedepannya.

Soal pembicaraan tadi, Arraz hanya baru meminta maaf pada wanita itu. Dan Milly masih meluapkan semua kekesalannya pada Arraz. Arraz tidak bisa menyalahkan Milly. Dulu wanita itu nampak tegar, tapi kini berbeda. Milly memang jauh lebih tegar, tapi dirinya juga seperti terlihat lelah. Milly menyimpan semua rasa sakitnya selama ini. Milly melakukan perjuangan sendiri, untuk anak-anaknya. Dan bertahan hidup untuk mereka semua. Luka Milly berlipat-lipat jauh lebih banyak daripada saat dulu awal-awal diusir olehnya.

Arraz menidurkan dirinya di kursi kayu panjang yang ada di teras Milly. Dia gunakan jasnya untuk bantalan, lelah duduk terus sejak tadi. Apalagi perjalanan darat juga memakan waktu lama. Arraz tadi harus menyetir sendiri dengan kecepatan di atas rata-rata agar segera tiba. Badannya sekarang terasa remuk, perut kosong, tertidur di emperan. Arraz sekarang persis seperti orang gembel yang tidur di emperan toko. Tapi Arraz tidak peduli, yang penting dia harus menunggui Aurora dan Ariel.

Setelah beberapa saat, Arraz belum juga bisa tertidur. Namun laki-laki itu diam tak menimbulkan suara apa-apa. Kecuali beberapa kali menepuk pelan nyamuk yang menggigit pipinya. Arraz pura-pura memejamkan mata saat ada orang membuka pintu dari dalam. Tak berapa lama pintu tertutup lagi. Itu pasti Milly. Arraz mengelus dada, berpikir kenapa Milly sekarang bisa jadi sekejam dan setega itu. Oh iya, jangan lupa dosa-dosanya. Arraz masih jauh lebih tega daripada Milly yang membiarkannya tidur di teras rumahnya. Tidak mengusirnya lagi seperti tadi.

Arraz buru-buru menutup matanya lagi saat mendengar pintu rumah terbuka. Dia dapat mendengar langkah kaki bergerak mendekat ke arahnya. Arraz masih diam tak bergerak, laki-laki itu sukses pura-pura tidur. Arraz masih memejamkan mata saat merasakan sebuah selimut menutupi tubuhnya. Tercium bau obat nyamuk bakar juga di hidungnya. Tiba-tiba saja perasaan hangat menjalari dadanya. Arraz tersenyum dalam hati mendapat perlakuan baik Milly. Ternyata wanita itu masih sama seperti dulu. Masih sama baiknya, hanya saja sangat kesal padanya.

"Kenapa kamu ngeyel banget sih, Razz!" Ujar Milly yang dapat didengar Arraz.

Arraz mendengar suara langkah Milly, mungkin wanita itu hendak masuk ke dalam lagi. Dengan cepat Arraz membuka mata, lalu mencekal tangan Milly. Membuat wanita itu berjengit jaget. Milly kembali membalikkan badannya menghadap Arraz.

"Kamu belum tidur?" Tanya Milly yang masih terkejut.

"Belum." Arraz bangkit dari posisi baringannya. Satu tangannya masih memegang lengan Milly dengan erat.

"Aku tau kamu masih sama seperti yang dulu, Mill. Kamu masih Milly yang baik dan gak tegaan. Hanya saja kamu terlalu banyak menyimpan luka. Dan itu karenaku." Ucap Arraz sambil tersenyum masam.

"Jangan sok tau kamu, Raz!" Milly mengibaskan tangannya, namun Arraz masih tak mau melepaskannya.

"Duduk dulu!" Arraz menarik lengan Milly, membuat gadis itu duduk di sebelahnya.

Milik Kita (Sequel Bukan Milikku) [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang