Selamat membaca semua 💛___
Arraz berjalan keluar dari bandara dan langsung dihampiri Jenny yang sejak tadi menunggunya. Jenny sengaja menjemput Arraz meskipun Arraz tidak meminta. Jenny ingin cari muka kepada orang tua Arraz. Bahkan dia sampai izin tidak masuk kerja. Dan hal itu membuat Arraz menjadi emosi. Saat baru tiba, harus melihat wajah menyebalkan Jenny yang tersenyum ke arahnya.
"Gue kan udah bilang buat gak usah jemput. Gue bisa naik taksi." Ucap Arraz kesal.
"Gak apa-apa kali, Raz. Aku bisa jemput ini." Ucap Jenny sok lembut.
"Lo pulang aja, gue mau naik taksi sendiri." Arraz enggan untuk ikut Jenny.
"Astaga, kamu ini keras kepala sekali. Kamu ini capek loh setelah perjalanan jauh." Jenny bergelayut di lengan Arraz.
"Udah tau gue capek, lo jangan gelayutan kayak monyet gini!" Ujar Arraz kesal.
"Tapi aku kangen, Raz. Udah dua minggu loh kita gak ketemu." Jenny tetap saja bergelayut manja.
"Gue enggak!" Sahut Arraz tambah kesal.
"Kamu emosian, sensian gini. Kamu perlu rileks Raz. Nanti kita ke apartemen ya, aku bakal layanin kamu." Ucap Jenny percaya diri.
"Katanya aku jago loh mainnya." Jenny mengedipkan sebelah mata.
Arraz tertawa keras, setelah itu mengibas kasar lengan Jenny. Gadis itu bodoh apa bagaimana.
"Kalo lo jago, mending lo main sama yang bilang kalo lo jago. Lo kan belum pernah ngapa-ngapain sama gue." Arraz tertawa meremehkan. Tahu kebusukan gadis itu karena ucapannya sendiri.
"Eh, Raz. Gak gitu maksudnya." Jenny mengejar Arraz.
"Bodo amat! Gue makin jijik sama lo!" Arraz berjalan menuju ke jajaran taksi. Meminta seorang supir mengantarnya.
Arraz masuk ke dalam taksi dan membiarkan Jenny berteriak-teriak memanggilnya. Taksi melaju cepat sesuai arahan Arraz. Laki-laki itu ingin segera menjauh dari Jenny. Dan Arraz akan langsung ke rumah Jackson. Apartemen atau rumahnya sekarang tidak aman. Jenny bisa saja mencarinya ke apartemen. Dan jika di rumah justru itu kesempatan bagus untuk Jenny mengadu. Arraz lelah, dan dia ingin beristirahat. Kalau di rumah, pasti dia akan diomeli dan dimarahi. Arraz tidak mau.
Di rumah Jackson justru dirinya lebih dimanja oleh Mia, tantenya. Wanita itu lebih lembut daripada ibunya. Kalau nanti ibunya menelepon Mia, Arraz yakin jika Mia akan melindunginya. Tidak membiarkan Mei terus-menerus memarahinya.
Arraz memang pergi ke Amerika dua minggu ini. Urusan bisnis yang sangat penting. Untuk mengembangkan perusahaannya agar lebih besar dan maju lagi. Agar ayahnya tidak meremehkannya. Dan Arraz tidak harus terus-menerus menurut dengan orang tuanya.
Arraz sebenarnya bisa saja lain waktu ke Amerika, bisa bulan depan. Namun Arraz tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Apalagi dua minggu lalu Aurora dan Ariel tidak bisa ditemui karena pergi. Jadi dirinya memanfaatkan kesempatan itu untuk menyibukkan diri. Mungkin setelah ini dia akan menemui Aurora dan Ariel. Arraz sudah sangat rindu dengan mereka berdua.
Arraz teringat dengan nomor ponsel Nenek Mira. Arraz lupa belum menghubungi Nenek Mira setelah dia meminta nomor teleponnya. Arraz sudah terlanjur sibuk dan sengaja untuk fokus pada pekerjaannya terlebih dahulu.
Arraz mengambil ponselnya, berusaha menghubungi Nenek Mira jikalau saja Nenek Mira memberi kabar soal Aurora dan Ariel. Arraz menemukan nomor kontak itu. Lalu mengetikkan pesan pada Nenek Mira.
To: Nenek Mira
Halo, Nek. Ini Adam. Bagaimana kabar Aurora dan Ariel?
KAMU SEDANG MEMBACA
Milik Kita (Sequel Bukan Milikku) [Telah Terbit]
RomanceTelah terbit di Gente Books! Novel Bukan Milikku dan Milik Kita terbit jadi 1 buku ya, Guys. Judulnya jadi Bukan Milikku (Milik Kita). Untuk info pemesanan bisa hubungi Author! 🧡 ___ Perasaan bersalah menghantui Arraz selama lima tahun terakhir. Aw...