31 - Sukarela atau Dipaksa

9.7K 769 58
                                    

Warning!!!
Part ini mengandung unsur seksual (BUKAN pornografi), jadi bagi yang enggak suka jangan baca! ^^

Selamat membaca 💛

___

Milly dan Arraz selesai menyeduh teh dari dapur. Kedua orang itu kini kembali duduk di sofa besar depan televisi. Milly meletakkan cangkir tehnya di atas meja, sama dengan milik Arraz. Milly duduk di sebelah Arraz, kali ini jaraknya tak terlalu jauh. Wanita itu merasa Arraz tidak akan macam-macam lagi. Jika iya, Milly bisa menjauh lagi. Jujur saja berdua dengan Arraz malam-malam seperti ini membuatnya canggung. Biasanya ada kedua buah hatinya, atau Nenek Mira. Kali ini mereka benar-benar berdua.

"Anak-anak gak akan kebangun, kan?" Tanya Arraz mengingat buah hatinya.

"Biasanya mereka jarang kebangun kalau sebelum tidur udah minum susu." Milly menjawab tenang, Aurora dan Ariel memang jarang terbangun malam hari.

"Iya sih, mereka pulas kayak kemarin-kemarin." Arraz setuju, dia pernah tidur bertiga dengan Aurora dan Ariel.

Milly mengangguk kecil, diam sesaat. Wanita itu benar-benar canggung, dia memilih mengambil cangkir tehnya. Setelah itu menyesapnya pelan, meresapi air hangat itu melewati tenggorokannya. Arraz melakukan hal yang sama.

"Kamu lupa naruh gula di gelas aku ya?" Tanya Arraz setelah selesai menyesap tehnya.

"Masa sih?" Milly mengernyit, seingatnya tadi sudah dia beri gula semua.

"Iya, jadi rasanya gak manis." Arraz menjawab pelan.

"Ingetku udah deh." Milly mendadak ragu dengan ingatannya.

"Mau cobain?" Arraz menggeser cangkir tehnya ke hadapan Milly.

Milly yang penasaran pun mengambil cangkir teh Arraz. Ibu muda itu menyesap pelan teh dari cangkir Arraz. Manis. Itu yang dirasakan oleh Milly. Seketika wanita itu merasa ada yang tidak beres. Milly sadar Arraz mengerjainya. Dia tidak mau dibodohi lagi, gadis itu menyesap habis isi cangkir Arraz.

"Beneran gak manis sih, kayaknya emang aku lupa naruh gula. Tapi gak apa-apa, udah aku abisin tehnya." Milly tersenyum tengil kemudian meletakkan cangkir teh Arraz ke meja di hadapan pria itu.

"What? Kenapa kamu habisin?" Arraz panik, meneliti isi cangkirnya yang ternyata memang benar habis.

"Ah, gak jadi so sweet deh." Arraz menyandarkan punggungnya ke sofa, membuat Milly terkekeh geli.

"Emang mau apa? Mau gombal ya? Setelah aku minum teh kamu, terus kamu minum lagi, kamu bakal bilang kalau jadi manis karena udah aku minum?" Tebak Milly sambil tertawa kecil, paham dengan rayuan ulung Arraz.

"Bukan." Arraz menggeleng.

"Terus apa?" Milly terpancing kata-kata Arraz.

"Aku bakal bilang kalau jadi manis karena bekas bibir kamu." Arraz mengedipkan sebelah mata, merasa idenya tak sepenuhnya gagal.

"Dasar, inget loh kamu udah punya anak dua." Milly melempar bantal sofa kecil ke arah Arraz.

"Kenapa emang? Aku juga udah bilang kalau gak apa-apa selama yang ku gombalin itu ibu dari anak-anakku sendiri." Arraz menyeringai, mendekat ke arah Milly.

"Mau apa, Raz?" Milly beringsut mundur, mengantisipasi pergerakan Arraz yang tidak bisa ditebaknya.

"Mau meluk kamu." Jawab Arraz jujur.

"Aku gak mau." Milly menggeleng, semakin beringsut mundur hingga mentok di ujung sofa.

Arraz mengurung tubuh Milly di sudut sofa, menyeringai nakal di hadapan wanita itu. Milly terlihat gugup, padahal sudah berkali-kali Arraz memperlakukan dirinya begitu. Namun kali ini rasanya berbeda, lebih menakutkan lagi. Milly dan Arraz hanya berdua, selain anak-anaknya yang tidur di lantai dua. Di sini Arraz berperan sebagai tuan rumah, berbeda saat di rumahnya. Dulu Milly bisa lari atau teriak minta tolong pada Nenek Mira, sekarang tidak. Milly panik dengan Arraz yang semakin mendekatkan wajah pada wajahnya.

Milik Kita (Sequel Bukan Milikku) [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang