Selamat membaca ^^___
"Dia ini Arraz, Nek!" Sahut Milly cepat. Terasa berat saat menyebut nama laki-laki yang telah membuangnya itu.
"Apa?" Nenek Mira terkejut. Pandangannya beralih pada Arraz yang masih berdiri di sebelahnya. Menatap Arraz tak percaya dengan apa yang baru saja Milly katakan.
"Mill." Arraz berujar lirih, berani bersumpah dia tidak tahu harus berbuat apa sekarang.
"Om Adam!" Seru Aurora dan Ariel bersamaan.
Tatapan Milly, Arraz, dan juga Nenek Mira kini beralih ke depan pintu. Menatap khawatir pada mereka berdua. Kedua gadis itu keluar dari kamar, rambut acak-acakan serta wajah kusut. Kedua gadis itu masih mengenakan piyama tidur, nampak memang sedang tidak sehat. Tatapan keduanya fokus pada seorang laki-laki yang berdiri di ambang pintu dekat Nenek Mira.
"Aurora, Ariel!" Lirih Arraz yang kini tahu jika kedua bocah itu adalah putrinya.
"Sayang, kita masuk kamar!" Milly berjalan cepat ke arah Aurora dan Ariel. Menuntun kedua gadis itu.
"Gak mau, kami mau Om Adam!" Rengek Ariel yang sudah kepalang rindu pada Arraz.
"Ada Om Adam di sini, katanya Mama mau nemuin kami." Aurora ikut merengek.
Keduanya kini menangis keras, meraung-raung tak mau diajak kembali ke kamar. Mereka ingin bertemu dengan Arraz.
"Mill, kasian mereka." Arraz bergerak cepat, berlari kecil ke arah Aurora dan Ariel.
Arraz berlutut di depan mereka berdua. Dengan Milly yang masih berdiri di sebelahnya.
"Iya, Sayang. Ini Om Adam." Arraz tersenyum kecil menatap mereka berdua.
"Kangen." Aurora dan Ariel menghambur ke pelukan Arraz. Kedua gadis itu berhenti menangis seketika.
Nenek Mira beralih duduk di sofa. Sedangkan Milly masih memperhatikan interaksi antara anak dan bapak itu. Hatinya teriris, andai saja Arraz dulu mau mengakui janinnya. Pasti semuanya tidak begini, dan Milly tidak akan benci pada Arraz. Pertemuan ini pasti akan menjadi hal yang membahagiakan.
"Mama, kami boleh tidul sama Om Adam ya?" Tanya Ariel memohon, gadis itu masih memeluk leher Arraz. Menengok ke samping meminta izin Milly.
"Sayang, Om Adam pasti sibuk. Dia pasti akan segera pulang. Jangan ngerepotin ya, Sayang." Ucap Milly yang sebenarnya mengusir Arraz.
Arraz tersenyum kecil mendengar ucapan Milly. Pria itu tahu jika kata-kata itu adalah isyarat agar dirinya tak berlama-lama di sana. Tak membiarkan kedua putrinya bersama Arraz. Arraz tahu Milly masih takut jika dirinya akan membahayakan kedua anaknya jika mereka berdekatan. Dan Arraz sangat kagum pada Milly karena tak menampakkan kebencian padanya saat bersama anak-anaknya.
"Gak mau tidul kalau nggak sama Om Adam." Ariel menggeleng, dia akan menangis lagi sekarang.
"Sayang, dengerin Mama!" Milly kini berlutut di depan Ariel. "Kamu bisa tidur dengan Mama atau Nenek Mira, Sayang." Ucapnya sambil mengelus puncak kepala Ariel.
"Gak mau." Ariel menggeleng lagi,"mau Om Adam." Ucapnya memelas.
"Iya Om Adam gak sibuk, Om akan nemenin Aurora dan Ariel." Ucap Adam memutuskan.
Milly melotot ke arah Arraz, namun laki-laki itu tak memedulikan. Yang terpenting anak-anaknya tidak rewel sekarang. Dan nanti dia akan bicara dengan Milly. Arraz harus menyelesaikan masalahnya satu per satu dulu. Dan akan menjelaskan pada Milly jika dia bukan musuhnya. Jadi tak perlu bersikap waspada pada Arraz.
KAMU SEDANG MEMBACA
Milik Kita (Sequel Bukan Milikku) [Telah Terbit]
RomansaTelah terbit di Gente Books! Novel Bukan Milikku dan Milik Kita terbit jadi 1 buku ya, Guys. Judulnya jadi Bukan Milikku (Milik Kita). Untuk info pemesanan bisa hubungi Author! 🧡 ___ Perasaan bersalah menghantui Arraz selama lima tahun terakhir. Aw...