Pagi itu kubuka mataku perlahan dan mengerjap berkali-kali. Menyesuaikan cahaya yang masuk ke mataku. Aku pun terduduk dari tidurku dan meregangkan otot-otot yang kaku. Sesekali menguap.
Kulihat Azkha masih tertidur di sofa. Uuh ... jam berapa ini? Jarum jam di dinding rupanya masih menunjukkan 5 pagi.
Aku pun turun dari kasur dan menghampiri Azkha yang masih tertidur dengan pulasnya. Wajahnya sangat damai dan tenang. Entah kenapa memandangnya membuatku ingin tersenyum.
Ketika aku masih menatap wajah Azkha, secara tiba-tiba matanya terbuka. Sontak aku kaget dan segera menjauhkan wajahku dari wajahnya.
"Apa aku setampan itu sampai-sampai kau betah melihatku?" Seringai tipis tergaris di bibirnya. Membuatku semakin salah tingkah.
"Huh! dasar kepedean! Aku hanya .... " Aku berfikir sejenak, mencari alasan. Sial! aku tak menemukannya.
"Sudahlah ... akui saja! lagi pula aku tak keberatan jika ditatap oleh istri secantik kamu." Azkha lagi-lagi tersenyum menyebalkan, membuatku memutar bola mata. Hei, kenapa ia kembali bersikap menyebalkan begini? Bukankah kemarin ... ?
"Aku mau mandi!" Akhirnya aku punya alasan untuk pergi darinya. Lama-lama berada didekatnya membuatku jengah.
"Pagi ini kemasi barang-barang kita, ya ...." suara Azkha terdengar nyaring setelah aku melangkah tiga kali. Sontak aku pun membalikkan badanku.
"Untuk apa mengemasi barang-barang?" tanyaku dengan alis terangkat sebelah.
"Kita pindah ke rumah kita berdua, honey."
"Apa?? Pindah?? Kenapa harus pindah?" aku berucap keras dan membelalakan mataku.
"Tidak usah berteriak, Al. Kita kan sudah suami-istri, sudah seharusnya kita pisah rumah dengan orang tua." Azkha bangun dari sofa dan melangkah menghampiriku lantas mengusap kepalaku. Kemudian dia masuk ke pintu kamar mandi yang masih dalam ruangan kamar.
Apa? Pindah katanya? Itu berarti kita hanya akan berdua serumah. Lalu apa yang akan terjadi padaku nanti? Entah kenapa sesuatu dalam diriku merasa takut.
***
Dengan sifat Azkha yang pemaksa, sudah pasti segala keputusannya harus dipenuhi.
Sedari tadi dialah yang membereskan barang-barang kami untuk di bawa ke rumah baru. Huh ... biar saja. Aku sebal sebab dia mengaturku dengan sesuka hatinya.
Setelah selesai, kami pun pamit pada Mama.
"Jaga dirimu baik-baik ya, Nak," nasihat Mama sembari memeluk serta menciumku.
"I-iya, Ma," jawabku canggung.
"Azkha, jaga istrimu baik-baik! Mama tidak akan memaafkanmu kalau sampai terjadi sesuatu pada menantu Mama!" Mama kini melepas pelukannya lalu menasehati Azkha yang berdiri di sampingku.
"Duuh ... iya lah, Ma! Lagi pula anak Mama kan aku? kenapa Mama sama sekali tak mengkhawatirkanku, sih?" Azka memanyunkan bibirnya, sengaja.
"Biar saja ... Mama lebih sayang sama Alzha." Mama malah memelukku lagi sehingga Azkha mendelik kesal, pura-pura cemburu.
"Huh terserah, deh! Ayo berangkat." Azkha pun menarik lenganku dan membukakan pintu mobil.
Meskipun sedikit, tapi aku merasa tersanjung. Sikapnya barusan benar-benar gentleman. Ah ... aku melupakan kenyataan bahwa dia ini tipe pria penggoda!
***
Rumah minimalis dengan cat warna abu berpadu biru muda terlihat sangat manis. Ditambah lagi halamannya dengan taman penuh bunga. Mm ... Azkha jago juga pilih rumah.
"Gimana? Kamu suka rumahnya kan, honey?"
Aku mendecak pelan lalu menoleh kearah Azkha, "Jangan panggil aku begitu! Menyebalkan!" Aku pun menjingkat pergi lalu masuk ke dalam rumah untuk memilih kamar. Kudengar Azkha tertawa keras lalu menyusulku ke dalam.
"Kamar kita di sini!" Azkha membukakan satu pintu kamar.
"Tidak, tidak, itu kamarmu, kamarku yang ...."
Grep. Azkha menahan tanganku ketika aku melangkah untuk mencari kamar lain.
"Ini kamar kita!" ulangnya lagi.
"Tapi aku tak mau sekamar dengan-"
"Kita ini suami istri. Nanti kalau Mama datang dan mengetahui kita pisah kamar mau bagaimana?" nada bicara Azkha sedikit tinggi.
Aku tersentak kaget dan diam dengan mata terbelalak.
"Ayo masuk!" Azkha menarik tanganku lalu mendorong punggungku untuk masuk ke kamar pilihannya.
Dasar orang ini! Pemaksa banget, sih! Aku mengumpat sambil komat-kamit tanpa suara.
"Kau pasti sedang mengumpat dan bilang kalau aku ini pemaksa kan?"
Apa? kenapa dia tahu isi hatiku?
"Sudahlah ... kau dan aku tidak akan tidur seranjang, kok. Aku tidur di sofa." Azkha menunjuk sofa berukuran besar yang letaknya sekitar dua meter dari tempat tidur.
"Oh ...", cuma itu yang bisa aku jawab dan ... entah apa lagi yang akan terjadi nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
With Love White Love
RomanceREPUBLISH Sebagian cerita di-private, follow untuk membaca :) Sinopsis Perjodohan memang terdengar klise! Alzha Alviola-sosok wanita mandiri yang bahkan belum pernah merasakan jatuh cinta-tiba-tiba saja harus menikah dengan Azkha Andrean Jonathan...