Aku melangkah cepat dengan membawa keresek belanjaan di tanganku. Tadi saat aku akan membuat sarapan, rupanya persediaan bahan makanan habis. Terpaksa aku harus membelinya di minimarket yang letaknya sekitar 50 meter dari rumah.
Tiba-tiba aku mengingat soal Azkha. Sudah dua hari dia berada di rumah, tidak pergi ke kantor. Selama itu yang dia lakukan hanyalah melamun dan melamun. Sebenarnya ada apa dengannya? Dan dia juga tak mau bercerita padaku, atau belum mau. Mungkin.
Tanpa terasa akhirnya aku sampai juga di jalan depan rumahku.
Tunggu, mobil siapa itu? Kenapa ada mobil lain selain milik Azkha terparkir di halaman? Apa ada tamu?
Saat aku sampai di halaman rumah, seseorang keluar dari dalam. Melihat pakaiannya sepertinya itu rekan kerja Azkha. Rok pendek dengan blazer kerja.
Aku tersenyum dan memanggutkan kepalaku saat perempuan itu melihatku. Dia membalas senyumanku dan melakukan hal yang sama, lalu segera membawa mobilnya pergi dari halaman rumah.
Tanpa ba-bi-bu aku langsung masuk ke dalam rumah dan mendapati Azkha tengah terduduk dengan dahi ditopang dengan sebelah tangannya–menunduk. Aku segera menghampirinya dan duduk di sampingnya.
1 detik
2 detik
3 detik
4 detik
5 detik
.....
10 detik
Azkha masih dalam posisinya, tak bergerak samasekali. Ia sepertinya belum menyadari kedatanganku saat ini. Sampai akhirnya ia menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan gusar lantas melepaskan topangan tangan di dahinya.
"Lho, Al? Kok disini?" tanyanya dengan wajah terkejut.
"Dari tadi! Kamu saja yang nunduk terus. Apa yang kaupikirkan, sih?"
"Oh ya ... Siapa dia?" tanyaku selanjutnya tanpa memberi celah untuknya menjawab pertanyaanku yang pertama.
"Satu-satu kali, Al. Dia? Yang mana?"
"Yang barusan keluar dari rumah kita." Tiba-tiba ada gelenyar aneh saat aku mengatakan 'rumah kita' tadi. Ck ... merasa geli sendiri. Rupanya aku sudah menikah, ya?
"Oh, kau lihat rupanya," gerutunya pelan namun masih bisa kudengar,"Dia sekretarisku di kantor, A."
"Untuk apa dia kesini? Bukankah ini hari Minggu?" Aku mengerutkan keningku, heran.
"Biasa lah, ada masalah kantor. Hari Minggu juga kadang sering sibuk."
Aku cuma membentuk hufuf 'o' dengan bibirku sambil manggut-manggut.
Percuma juga aku bertanya problem kantornya. Aku tak akan paham mengingat fakultas yang kupilih saat kuliah adalah fakultas seni. Seni grafis dan design tepatnya.
"Demamnya sudah turun?" Tanganku refleks menyentuh dahi Azkha dan suhunya sudah cukup normal sekarang.
"Sepertinya begitu. Beruntung aku punya seseorang yang merawatku saat aku sakit." Azkha tersenyum lebar. Sementara aku mengernyit heran.
"Bukankah ada Mama Maria yang merawatmu?"
Azkha menggeleng, "Aku tidak tinggal serumah dengannya. Kemarin itu karna aku sudah menikah denganmu, makanya tinggal di sana. Sebelumnya tidak," jelasnya.
"Lalu kau tinggal dimana?"
"Di apartemen dekat kantorku,"
Ooh ... begitu rupanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
With Love White Love
RomantikREPUBLISH Sebagian cerita di-private, follow untuk membaca :) Sinopsis Perjodohan memang terdengar klise! Alzha Alviola-sosok wanita mandiri yang bahkan belum pernah merasakan jatuh cinta-tiba-tiba saja harus menikah dengan Azkha Andrean Jonathan...