19. Karna Hati Tak Pernah Salah

8.7K 159 10
                                    

Besok pagi aku dan Sam akan berangkat ke villa milik keluarganya. Katanya letaknya sangat strategis sehingga kami bisa menikmati udara segar dan pemandangan yang indah, untuk menenangkan pikiran.

Sam bilang, aku terlalu kaku dan tegang akhir-akhir ini. Karena itulah dia mengajakku untuk refreshing dan menjernihkan pikiran. Dia bilang kalau aku tidak boleh mengingat semua masalah yang menimpaku, termasuk soal Azkha. Dia bilang sepulang dari sana aku harus bisa kembali jadi diriku yang dulu. Memangnya aku berubah, ya?

Astaga apakah aku tak menyadarinya?

Tapi aku bersyukur punya teman seperti Sam. Orang yang sangat baik dan perhatian padaku sejak dulu. Dia selalu membuatku nyaman di dekatnya. Itulah yang aku tahu soal Sam, sahabat terbaikku.

Karena lelah, refleks aku menjatuhkan tubuhku ke sofa. Dan seperti biasanya, di sana tercium aroma aftershave, aroma yang selalu membuatku semakin merindukannya. Bagaimana bisa aroma ini masih tertinggal di sini? Padahal sudah dua bulan lalu Azkha tidak tidur di sofa ini. Semahal apa parfumnya itu?

Semua kenangan yang tertinggal tentang Azkha selalu menghantuiku. Tidak hanya itu, ada satu hal lagi yang selalu mengganggu pikiranku.

Aku menarik nafas jengah. Mencoba menenangkan batin dan pikiran. Oke, apa sebenarnya yang mengganggu pikiranku saat ini? Azkha? Ahh.. tentu saja.

Aku mengambil handphone yang tergeletak di samping pinggangku. Kubuka lock sreen nya lalu menekan icon app instagram. Mencari akun Azkha kemudian mengeceknya, dan foto itu benar-bebar ada! Foto yang terposting–63 hari yang lalu–sekali lagi untuk memastikan apakah itu benar-benar nyata atau tidak. Mungkin ini untuk yang ke-123 kalinya aku melakukan hal bodoh ini. Mengecek kebenaran foto itu.

Ah.. damn it! damn it! damn it! Selalu saja begini. Tubuhku serasa ditusuki ribuan jarum yang bertegangan listrik halus. Rasa merinding selalu menguasaiku setiap kali memandangi foto itu—foto Azkha dengan dada telanjang dan memakai kacamata hitam sedang digaet tangannya oleh perempuan cantik dengan baju renang yang sexy. Lengan lelaki itu juga menggandeng pinggang Calista mesra.

Kubanting handphone-ku ke samping tubuhku, lalu memiringkan tubuh ke lain arah. Sudah cukup! Itu menyakitkan!

Tiba-tiba saja terasa ada sesuatu yang mengganjal di kakiku yang tertutupi selimut. Aku bangun dan menyingkap selimut itu. Oh ... apa itu? Sebuah buku?

Ini kan... buku diary-ku? Kenapa selama ini aku tidak sadar kalau benda ini ada di sini? Pasti Azkha yang menaruhnya, kan?

Kubuka halaman demi halaman. Sudah kuduga kalau Azkha telah membaca semuanya. Butkinya dia menambahkan coretan di setiap halaman bukunya, seperti "Nice one", "Good job!" , atau "Ow.. don't be sad baby ... " atau hanya sekedar emoticon senyum dan sedih. Apa-apaan dia ini?

Aku tersenyum tipis melihatnya. Betapa lucunya dia. Ah ... aku lupa kalau Azkha menuliskan ini semua saat dia masih respect terhadapku. Lagi-lagi aku hanya bisa mengubah senyumku menjadi senyum miris.

Tibalah aku di halaman terakhir. Halaman yang menceritakan tentang perasaanku saat aku akan dijodohkan dengan Azkha. Dan... oh apa lagi ini?

Di lembaran berikutnya, Azkha menuliskan sesuatu!

---------------

Hahaha.. jadi kau berpikir begitu saat dijodohkan denganku? Astagaaa... kau benar-benar menggemaskan! Aku sampai tertawa membaca tulisanmu, kau tahu?

It's so funny for me.

Asal kau tahu saja, aku sendiri sedikit takut saat Papa bilang akan menjodohkanku dengan anak temannya. Kukira gadis yang akan dijodohkan denganku adalah gadis centil, manja, dan menjengkelkan. Tapi ternyata bukan. Aku sedikit lega saat kau datang ke kantorku untuk pertama kalinya. Kau bahkan bersikap galak di hari pertama kita bertemu. Dan itulah awal yang membuatku sedikit tertarik padamu.

With Love White Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang