11 : Janji Arkan

51 15 3
                                    

Rebahan, scroll tiktok, scroll Instagram, melihat status-status di WhatsApp, juga tak lupa dengan menyetel lagu galau, sudah menjadi rutinitas setiap weekend Disya. Indah sekali, bukan? Tatkala teman-temannya liburan kesana-kesini, Disya hanya stay di rumahnya. Jangankan liburan, bahkan untuk sekedar jalan-jalanpun Disya lupa kapan terakhir ia melakukannya. Jangan bilang Disya ngenes. Ia juga sudah sadar diri duluan.

"Gabut banget banget banget," rengek Disya menatap langit-langit di kamarnya. Ia juga pengen jalan-jalan. Tapi, ia bingung harus jalan-jalan dengan siapa. Hati kecil Disya menangis.

Melupakan kenyataan bahwa Mama dan Papa-nya yang sibuk mencari nafkah di luaran sana, Disya bergegas menuju kamar sebelah untuk melihat spesies bangau langka yang lepas dari Marga Satwa.

Brak!

Tanpa mengucap salam, Disya berhasil membuka pintu yang selalu terkunci itu menggunakan kakinya. Tangannya menunjukan otot abal-abalnya yang telah membuatnya kuat, gagah dan perkasa. Tak lupa badannya ia bosongkan gaya ala-ala ninja warrior.

"Setan!" latah Arkan sambil berjaga-jaga membawa tongkat base ball miliknya. Dia terkejut bukan main. Saat sedang serius-serius mengerjakan skipsian-nya, tiba-tiba pintunya dibuka paksa oleh adik-nya yang kurang ajar ini.

"Lo bisa nggak sih salam atau nggak ketok dulu?" geram Arkan duduk kembali. "Nggak," jawab Disya. Arkan tidak aneh. Disya, jangankan mengucap salam, mengetok pintupun hampir tak pernah. Terkecuali, jika sedang ada maunya.

"Bang, gue gabut," lontar Disya sambil rebahan tengkurep di kasur Arkan. Arkan melihat lalu berdecak. "Makanya, punya pacar," ujarnya santai. Disya melotot lalu sedetik kemudian mengangguk pelan meratapi nasibnya.

Ya, mau bagaimana lagi. Sebenarnya, yang mengejar Disya itu banyak. Tapi, dia selalu menganggap dirinya tak ada yang mau. Karena apa? Jawabannya hanya satu, karena yang mendekatinya bukanlah Bagas.

"Yang gue suka ada, Bang. Tapi, dia kagak suka sama gue," keluh Disya memainkan jarinya. Arkan menoleh lalu tawanya pecah seketika. Diberi respon seperti itu, bibir Disya tambah manyun. Sudahlah galau, makin galau.

"Gebet dong kalo gitu, kejar sampe dapet," petuah Arkan dengan sisa-sisa tawanya.

Disya melengos. "Malu lah, Bang. Masa cewe ngejar cowo sih?" keluh Disya tak bersemangat.

"Malu? Nggak salah gue denger? Sejak kapan lo punya malu? Biasanya juga malu-maluin," timpal Arkan tertawa lagi. Disya meringis. Dirinya ingin marah, tapi fakta.

"Tau ah. Lo malesin banget sih. Gue lagi galau tambah galau," rajuk Disya sambil melangkahkan kakinya keluar. Arkan yang melihat itu, bergerak cepat menahan Disya. Bahaya kalau sampai Disya ngambek. Uang jajan Arkan akan menjadi taruhannya.

Merasa tangannya ditahan oleh Abang Kampretnya, Disya berlagak tak ingin dipegang. Tangan Arkan dia hempaskan kasar. Setelah itu, ia berlari masuk kamarnya dan mengunci pintunya. Arkan menghela napas. Ia kembali kalah cepat oleh Adiknya yang seperti belut sawah itu. Sedangkan dibalik pintu, Disya menahan tawanya. Sepertinya, ia akan mendapat door prize dadakan.

Satu.

Dua.

Tiga.

Em--

"Adekku sayang, maafin Abang, ya. Maaf kalo Abang berlebihan," mohon Arkan. Disya berusaha sekuat tenaga menahan tawanya. Selain takut tawanya pecah, ia juga takut bila gas angin yang berada diperutnya ingin keluar. Ewh.

"Nggak," jawab Disya singkat saat berhasil meredakan tawanya. Arkan menghela napas berat. Oke, jika untuk mendapatkan kata maaf dari adiknya harus mengorbankan uang jajanya, ia rela.

"Nanti Abang beliin makanan yang banyak deh. Kalo perlu, nanti Abang mau anter jemput kamu selama seminggu," tawar Arkan setengah tak ikhlas.

Disya bersorak dalam hati. Akhirnya, Abangnya itu mau menawarkan dirinya sendiri untuk mengantarkan Disya ke sekolah. Sebab, sedari dulu, Abang-nya itu pasti akan menolak mentah-mentah jika Disya meminta untuk antar atau jemput ia ke sekolah. Menurut Arkan, teman-teman Disya itu norak. Seperti tidak pernah melihat cowo ganteng saja. Itu semua sebab Sarah CS yang tergila-gila dengan kegantengan Bang Arkan.

Padahal, Disya sudah lama ngebet kepingin di antar oleh Arkan. Alasannya bukan karena apa, tetapi hanya karena ingin melihat respon Bagas jika ia diantar oleh lelaki lain. Ceritanya, ia ingin membuat Bagas cemburu.

"Oke. Deal," putus Disya membuka pintu kamarnya dengan senyum yang terpatri di wajahnya. Ia pun memeluk Abangnya erat. Arkan berdecak malas. Tapi tak elak diapun membalas pelukan adiknya.

Meskipun Adiknya ini merupakan makhluk menyebalkan di bumi dengan kadar akhlak sedikit, Arkan tak bisa menyembunyikan rasa sayangnya yang begitu besar pada Disya. Belum lagi, ia harus menjadi figur Kakak sekaligus orang tua untuk jika Papa dan Mama-nya itu pergi keluar kota.

Sejuta sayang untuk adiknya yang somplak ini.

---

Sahabatku, Suamiku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang