23 : Tak Disangka

4 1 0
                                    


"Kenapa sih, Sayang? Ngelamun terus dari tadi. Ada yang lagi kamu pikirin?" tanya Devan pada Gege sambil merapihkan rambut Gege yang sedikit berantakan.

Gege menghembuskan napasnya kasar. "Aku tuh bingung banget sekarang," keluhnya.

"Bingung kenapa? Cerita aja kalau memang hal itu mengganggu untuk kamu. Kalopun aku nggak bisa bantuiin, setidaknya beban kamu bisa sedikit berkurang kalo kamu ceritaiin ke aku," tawar Devan.

"Kamu tau 'kan udah 6 tahun ini aku udah nggak tinggal sama Mama?" tanya Gege pada Devan.

Devan mengangguk.

"Kamu juga tau 'kan, Papa adalah orang yang paling nggak bisa di lawan omongannya?" tanya Gege pada Devan.

Devan mengangguk.

"Dan kamu juga pasti tau 'kan, Papa orangnya keras dan nggak segan-segan untuk main fisik kalau lagi emosi?" tanya Gege pada Devan.

Devan mengangguk. Tapi, kali ini disertai dengan elusan di lengan Gege olehnya. Sesaat, Gege menghela napas sekejap.

"Kamu tahu semua itu. Tapi, ada satu hal yang kamu nggak tahu, Van," tutur Gege yang membuat kening Devan mengerut bingung.

"Apa itu, Sayang?" tanyanya.

"Selama 6 tahun aku udah nggak tinggal sama Mama. Dan selama 6 tahun itu juga, aku tinggal sama Mama tiri aku, Van," kata Gege.

Mendengarnya, Devan terkejut bukan main.

"Sejak kecil, hidupku bahagia, Van. Aku seneng banget aku di kelilingin sama keluarga yang sayang sama aku semuanya. Dan kebahagiaan itu, aku kira nggak akan padam. Tapi, aku salah. Ternyata, kebahagiaan itu sirna setelah Papa dan Mama cerai," lirih Gege dengan matanya yang berkaca-kaca.

"Papa dan Mama cerai karena ternyata Papa diam-diam menikahi mantan pacarnya saat Papa masih SMA yang masih Papa cintai. Aku nggak tahu pasti, kapan Papa menikahinya. Papa begitu hebat menutupi itu semua. Tapi, sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya tetap tercium juga," lanjutnya.

"6 tahun yang lalu, umurku masih 12 tahun. Aku masih inget banget. Aku yang saat itu baru pulang sekolah. Sampai di rumah, bukan kehangatan Mama dan Papa yang menyambut seperti hari sebelumnya. Tapi, malah pemandangan Mama dan Papa berantem hebat. Aku masih inget, Van. Papa pukul Mama, Papa kasarin Mama, dan Papa--"

Devan menarik Gege ke dalam pelukannya. Tangisan Gege semakin keras dengan dirinya yang mulai kesulitan mengatur napasnya akibat air matanya yang terus mengalir deras.

Devan tak tega. Ia tak pernah menyangka kekasihnya menyimpan beban seberat ini. Ia tidak akan pernah menyalahkan Gege yang tidak terbuka padanya sedari dulu. Tidak. Namun, ia menyesalkan karena ketika kekasihnya sedang ada di titik terendah di hidupnya, ia tidak ada untuknya.

"Jangan dipaksain. Aku nggak akan maksa kamu untuk cerita sampai selesai," bisiknya pada Gege yang dibalas Gege dengan gelengan singkat.

"Nggak. Aku nggak akan cerita setengah-setengah," tegas Gege.

"Aku nggak pernah nyangka hal ini akan terjadi di keluargaku, Van. Karena sejak kecil, hidupku penuh dengan kehangatan dan keharmonisan keluarga. Tapi, sejujurnya, bagian yang paling aku sesalin bukan itu," lanjut Gege.

Devan belum membuka suara. Ia ingin mempersilahkan Gege mengeluarkan isi hatinya dengan lega.

"Bagian yang paling aku sesalin ialah, aku harus menerima bahwa ternyata Papa dengan mantannya itu punya anak yang seumuran sama aku," akunya yang membuat kedua mata Devan terbelakak tak percaya.

"Anak itu, anak kandung Papa?" tanya Devan hati-hati.

Gege mengangguk mengiyakan. Devan menggelengkan kepalanya tak percaya.

"Jujur, selama 6 tahun ini, aku masih belum bisa menerima Tante Sena sebagai ibu sambungku," tutur Gege.

"Its okay, Sayang. Aku memang nggak bisa merasakan dengan benar tentang apa yang kamu rasain. Tapi, kamu bisa bertahan sejauh ini aja menurutku kamu udah hebat banget. Karena belum tentu aku bisa sekuat kamu," ujar Devan.

Gege tersenyum singkat. "Aku bisa sekuat ini karena nggak ada pilihan lain selain menerima, Van," kekeh Gege.

"Ngga, Sayang. Kamu keren banget seriously. Aku bangga sama kamu," pujinya yang membuat hati Gege sedikit menghangat.

"Maafin aku yang nggak terbuka sama kamu ya. Aku nyembunyiin ini semua karena aku malu, Van. Walaupun kelakuan Papa buruk, dia tetap Papaku," pungkas Gege.

"Tuh 'kan. Kamu keren banget banget. Hati kamu seluas itu, Sayang. Gini, Sayang. Aku nggak akan pernah marah sama kamu. Dan aku juga nggak akan pernah mau memaksa kamu untuk bercerita tentang hal yang bukan ranahku. Jadi, kamu nggak usah pikirin itu," ujar Devan.

Gege tersenyum. Kali ini lebih lebar dari sebelumnya.

"Makasih. Aku beruntung punya kamu," jawabnya sembari menyenderkan kepalanya di bahu Devan.

Seakan teringat sesuatu, Gege mengangkat kepalanya.

"Van, kamu harus tahu kalau saudaraku itu siapa," katanya tiba-tiba.

"Siapa dia?" tanya Devan.

Gege berdeham singkat. "Bagas, Van," jawabnya yang membuat mata Devan membola.

"Pasti kamu nggak nyangka 'kan? Aku juga yang udah 6 tahun lamanya masih nggak nyangka," aku Gege.

"Sebentar, apa ini salah satu alasan kamu nggak suka kalau Disya deket-deket sama Bagas?" tanya Devan.

Perlahan, Gege mengangguk.

"Iya. Tapi, aku ngelakuin itu semua bukan tanpa alasan, Van. Aku lakuin itu semua karena aku tahu kalau nanti Bagas akan menikah dengan orang lain. Pendamping hidup Bagas sudah ditentukan sama Papa. Dan Bagas nggak boleh menolaknya. Karena itu, aku selalu melarang Disya deket sama Bagas. Aku nggak mau Disya sakit di akhirnya, Van," jelas Gege.

"Menurutku, keadaannya serba salah," kata Devan. Gege mengangguk tanda mengiyakan.

Belum sempat Devan membuka suara lagi, dering dari HP-nya mengurungkan niatnya. Tak lama, Devan pulang karena Mama-nya menelpon dirinya untuk meminta di belikan sesuatu.

---

"Mas, bubur kacang ijo nya seporsi ya,"

"Siap, di tunggu, njeh!"

Devan duduk di kursi yang kosong. Sudah tak heran bila Mamanya nitip padanya untuk di belikan bubur kacang hijau. Karena makanan ini merupakan makanan favoritnya.

"Van!" panggil seseorang dengan menepuk bahu Devan keras.

"Weit, kamp*et lu! Nabok nggak kira-kira!" protes Devan.

"Hehehe. Abisnya ngelamun aja lo," jawab Rio.

"Gue lagi bingung. Makanya gue ngelamun," ujar Devan.

"Elah, bingung-bingung! Galauin cewek lain ya, lo? Gue aduin Gege tau rasa!" goda Rio.

"Enak aja lo!" sungut Devan.

"Awet juga ya lo, ama Gege. Gue kapan ya?" tanya Rio ada dirinya sendiri.

"Makanya cari pacar!" ledek Devan.

"Yang di sukain sih udah ada! Tapi, orangnya malah kagak suka sama gue!" keluhnya.

"Siapa emang orangnya?" tanya Devan.

"Tapi, jangan cepu ya lo!" ujar Rio.

"Iyee-iye, ah! Siapa, dah?" tanyanya tak sabaran.

"Gue suka Disya," jawab Rio.

Seketika, kedua bola mata Devan membola.

Sahabatku, Suamiku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang