5 : Pikun Berujung Malu

84 31 10
                                    

Gabut.

Satu kata yang mewakili keadaan Disya sekarang. Memainkan handphone bosan. Nonton siaran di TV apa lagi. Mau main keluar, bingung sama siapa. Salahkan saja BangAk--Bang Arkan yang lebih memilih nge-date dengan kekasihnga dibandingka menemani adiknya yang cantik jelita ini keluar. Alhasil, yang Disya lakukan sekarang hanyalah tidur terlentang dikasur dengan keheningan yang menyelimuti dirinya. Meratapi nasib dirinya yang ngenes.

"Gabut banget. Orang-orang pada kemana sih?" tanya Disya entah pada siapa.

Kukuruyuk.

Bunyi keroncong bersumber dari perut Disya. Disya lapar. Seketika, dia mengingat-ngingat kapan terakhir dia makan. Oh, kemarin malam. Wajar saja, jika sekarang anak-anaknya diperutnya berdemo untuk minta asupan makanan. Anak-anak cacing, maksudnya.

"Apa gue ke supermarket aja kali, ya? Tapi mager. Tapi gapapalah daripada gabut disini, mending gue cari angin keluar. Kali aja, ada cogan nyasar yang berkeliaran," kikik Disya dalam hati. Kalau peribahasanya, menyelam sambil minum air. Kalau bisa dua, kenapa nggak.

Memakai celana jeans selutut, dengan kaos hitam lalu dipadukan dengan cardigan rajut warna putih, Disya bergegas keluar rumah menuju supermarket depan komplek.

Berjalan sambil bersenandung kecil, Disya berjalan santai menyusuri perumahan komplek yang baru ia tinggali 3 tahun belakangan ini. Dia kadang heran. Selama ia tinggal disini, ia sama sekali tidak menemukan tetangga yang seumuran dengannya. Padahal 'kan kalau ada temen dirumah, Disya jadi tidak terlalu nolep.

Setelah menempuh jarak tempuh sekitar 20 menit, akhirnya Disyapun sampai di supermarket. Tangannya bergerak mendorong pintu dengan bacaan tarik. Tapi bisa di dorong. Setelah masuk, hawa dingin dari AC menyambut kulit Disya yang hanya terbalut cardigan tipis.

Mengambil beberapa makanan ringan, minuman dingin dan es krim, Disya berjalan ringan menuju kasir. Setelah bayar, Disyapun menarik pintu dengan bacaan dorong. Memang sangat taat aturan. Hawa panas langsung terasa setelah keluar dari supermarket. Sangat berbanding terbalik dengan didalam supermarket.

"Buset, berasa keluar masuk surga sama neraka," cetus Disya ngawur. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk duduk-duduk santai dulu di kursi depan super market sembari memakan es krim yang baru di belinya itu.

Melihat beberapa pasangan yang sedang malam mingguan, Disya menggerutu dalam hati. Sesekali bibirnya mengoceh tidak jelas pada pasangan yang sedang uwwu-uwwu an di depan matanya.

"Sebel banget. Tau gini gue mending dirumah ajalah. Gue 'kan uwwu-phobia. Tapi, Ya Allah, kalo bisa berilah hamba doi juga Ya Allah. Hamba juga pengen," cerocos Disya. Tuh 'kan, Disya tuh memang labil.

"Pulang ajalah gue. Maraton drakor lebih baik, daripada mata gue ternodai sama yang lagi pada uwwu-uwwuan. Bikin gerah hati, gerah body,"

Sesaat setelahnya, Disya berjalan ke arah parkiran. Matanya menjelajah mencari motor kesayangannya. Tapi, perlahan matanya melotot panik. Motornya tidak ada! Disya lari kesana kemari hampir menangis. Berabe ini urusannya, kalau motornya benar menghilang.

Disya menyebrang dan berlari kearah satpam yang sedang minum kopi santai di temani oleh beberapa bapak-bapak yang juga sedang mengobrol dengan satpam tersebut. Disya datang dan berbicara panik setengah berteriak. Sehingga membuat Pak Satpam yang sedang minum kopi panas, langsung tersembur mendengarnya.

"Pak! Pak! Tolongin saya, Pak! Motor saya ilang, Pak!" teriak Disya sambil loncat-loncat tidak jelas. Tangannya sesekali menunjuk kearah parkiran supermarket tempat ia berbelanja tadi.

"Yang bener, Neng?! Tadi Neng parkir disebelah mana?!" tanya Pak Satpam yang ikutan panik. Bapak-bapak disitu seketika mengelilingi Disya.

"Disitu, Pak. Saya tadi belanja kedalem. Terus, saya duduk-duduk dulu bentar depan situ. Tapi, pas saya mau pulang, motor saya udah nggak ada," jelas Disya.

Pak Satpam mengangguk mengerti. "Yaudah, kalo gitu kita coba minta cek CCTV aja," saran Pak Satpam lalu berjalan dengan Disya dan beberapa Bapak-bapak yang setia mengekor dibelakangnya.

Setelah meminta izin pada staff karyawan yang berada di supermarket tersebut, akhirnya mereka diizinkan untuk melihat rekaman CCTV.

Perlahan rekaman CCTV diputar dengan Disya yang masih menggigit jarinya panik. Disya melihat gambaran saat dirinya sendiri masuk ke super market dalam keadaan tidak membawa motor. Seketika matanya membola. Gawat, gue kan emang nggak bawa motor. Ucap Disya panik bukan kepalang dalam hati.

Pak Satpam, staff karyawan dan beberapa Bapak-bapak yang tadi mengikuti, perlahan menoleh ke arah Disya dan menatap seolah meminta penjelasan. Disya panik. Lebih panik daripada ketahuan ngambil gorengen 5, tapi bayar 3 di kantin sekolah.

Disya tersenyum kikuk. Jarinya perlahan mengangkat jari tengah dan telunjuknya membentuk V.

"Maaf, Pak. Saya lupa, kalo saya nggak bawa motor."

Sahabatku, Suamiku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang