Hari yang sangat ditunggu-tunggu Disya tiba. Setelah akhirnya melewati weekend dengan bergabut ria, tibalah dia masuk sekolah. Tercatat dalam sejarah, ini adalah kali pertama Disya semangat ke sekolah selain karena alasan ada Bagas. Tapi, alasannya adalah karena ia diantar oleh Abangnya yang tersayang.
"Ayo, Bang! Keluar cepet! Pokonya Abang harus anterin sampe depan kelas!" seru Disya heboh. Arkan memutar bola mata malas. Ia mager. Kalau bukan karena kesepakatannya kemarin, ia mana mau mengantar adiknya ini ke sekolah.
"Sampe sini aja lah, Dek. Lagian kelas kamu deket kan, tuh," tolak Arkan berusaha sabar. Disya mengerucutkan bibirnya. "Kok gitu sih, Bang? Oh, Abang mau ingkar janji, ya?" ketus Disya. Arkan menggeleng panik.
Dengan cepat ia memakai masker dan kacamata hitam yang berada di dashboard. Disya bersorak kegirangan. Dalam hati, ia berdoa semoga Bagas melihat kebersamaan Disya dan Abangnya. Berhubung Bagas belum tahu kalau Disya punya Abang. Jadi kesempatan emas bukan?
"Ayo," ajak Arkan. Disya mengangguk semangat.
Keluar dari mobil, hal pertama yang Disya rasakan adalah berbagai pasang mata menatap penasaran ke arahnya. Sedangkan yang dirasakan Arkan adalah risih. Kalau boleh jujur, ia tak suka menjadi pusat perhatian. Lagi-lagi semua ini ia lakukan hanya untuk adiknya.
"Berasa jadi seleb," celetuk Disya sambil mengaitkan lengannya dengan lengan Arkan. Arkan mendengus. Ternyata hanya memakai kacamata dan masker tidak cukup menutupi wajahnya yang bak dewa yunani ini.
"Demi apa?! Itu Baby Al gue 'kan?" teriak Sarah yang sedang nge-vlog roasting cilok depan sekolah. Kadang Disya heran. Apa tidak bisa kontennya yang lebih berfaedah dikit?
"Mampus," desah Arkan. Disya memecahkan tawanya. Melihat Sarah yang sedang OTW ke arahnya, Arkan dengan segera melafalkan ayat kursi. Sedangkan Disya makin ngakak. Dikira Arkan, Sarah setan apa?!
"Hallo, Bang Al. Makin ganteng aja sih," goda Sarah pada Bang Arkan. Arkan tersenyum terpaksa tanpa menjawab sapaan Sarah. Sarah malu? Tidak. Tapi ia dengan gencar merapihkan rambutnya sambil tersenyum mencoba mencari perhatian Arkan. Padahal, Arkan tidak peduli akan hal itu. Miris sekali.
"Udah ya, Dek. Abang harus cepet-cepet ke kampus," mohon Arkan pada Disya. Wajahnya yang seperti patah semangat itu membuat Disya menahan tawanya. Tapi ia tetap kekeuh ingin menunggu Bagas melihat kearahnya.
"Bentar, Bang," kata Disya yang membuat Arkan mengehela napas berat. Ia malas menghadapi Sarah yang alay ini.
Mencari ke seluruh penjuru koridor sekolah, perlahan mata Disya menangkap objek yang di carinya. Dia tersenyum smirk karena sang empunya seperti sedang memandang ke arahnya. Menjalankan akting seperti sepasang kekasih kepada Bang Arkan, Disya berusaha tampil senatural mungkin. Sedangkan Arkan terheran-heran. Adiknya kesambet apa tiba-tiba membenarkan letak dasinya?!
"Ngapain, Dek? Dasi Abang udah bener, ya," ujar Arkan dengan kening yang mengerut. Disya menginjak kaki Arkan. Arkan melotot. Ditanya bukannya jawab, malah menganiyaya. "Udah, diem," bisik Disya. Arkan menganggukan kepalanya.
Sedangkan Bagas yang berada di ujung koridor itu sedang berpikir. Siapakah lelaki yang sedang dekat dengan Disya itu? Hatinya mendadak mencelos. Kenapa Disya begitu perhatian pada lelaki itu? Apakah Disya sudah memiliki kekasih? Tangannya mengepal seketika.
"Apa gue udah telat, Dis?" lirih Bagas memandang kemesraan Disya dan Arkan. Menggelengkan kepalanya, Bagas memilih beranjak dan berjalan ke arah gerbang keluar sekolah.
Sedangkan Disya mengerutkan keningnya tak mengerti. Kemana Bagas pergi?
---
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabatku, Suamiku [END]
HumorCover by: Pinterest. [Sebelum membaca, alangkah lebih indahnya kalau difollow dulu. Berteman itu indah, bro.] Berbicara tentang cinta, Disya sebenarnya nggak tau definisi cinta yang benar itu seperti apa. Disya nggak pernah jatuh cinta. Sekalinya ja...