"Cing, kapan ya hidup gue berbunga?"
"Tapi, berbunga yang mekar-mekar gitu,"
"Bukan berbunga tapi bunganya mati semua,"
"Meong! Meong!"
"Meong-meong! Jawab yang bener!"
"Meong! Meong! Meonggg!"
"Ah, nggak asik lu! Main sana, kawin sama Jono tuh di pengkolan!"
Terhitung sudah beberapa hari setelah Disya jalan dengan Bagas, terpantau dirinya masih gegana. Alias gelisah, galau dan merana. Bahkan, sekarang bertambah satu derita, yaitu stress.
Yang benar saja, sedari tadi, dirinya mengajak bicara kucing jalanan yang kebetulan lewat depan rumahnya. Disya terus saja mengoceh seolah kucing itu paham akan ucapannya. Lama-lama, Disya jadi ngeri bila dirinya tertular oleh virus Rio. Dimana Rio seringkali mengajak bicara benda-benda mati di sekitarnya.
"Neng! Ada tamu!" teriak Mang Saep menghentikan kegiatan Disya yang sedang mengusir kucing tadi untuk keluar menggunakan sapu nyere.
Disya mengerutkan keningnya.
"Iyaaa, Mang! Tunggu sebentar!" jawab Disya ikut berteriak.
Menepuk celana belakangnya yang kotor akibat duduk lesehan di taman belakang rumah, Disyapun bergegas lari untuk mengetahui siapakah gerangan orang yang datang ke rumahnya di pagi hari ini.
"Loh, Bagas?" tanya Disya.
Bagas menolehkan pandangannya dari jalanan.
"Iyaaa," sahutnya. "Lama banget keluarnya, lagi sibuk?" lanjut Bagas.
Disya menggelengkan kepalanya. "Nggak, kok. Tumben banget datang tiba-tiba. Ada apa?" tanyanya.
"Kalo gue ngomong dulu, yang ada nggak akan lo izinin. Jadi, mending gue langsung datang aja 'kan?" aku Bagas.
"Ada-ada ajaa, lo!" jawab Disya tak habis pikir.
"Terus, sekarang 'kan udah disini. Mau apa?" lanjutnya lagi.
"Gue mau ngajak lo keluar. Ayo!" ajaknya tiba-tiba.
Disya menganga. "Ihh! Nggak mau! Gue aja belum mandi," tolaknya.
"Nggak usah mandi. Udah cantik. Ayo cepetan!" paksa Bagas menarik pergelangan tangan Disya ke arah mobilnya.
Disya berteriak sambil menahan dirinya dengan cara memegang gagang pagar rumahnya. Namun, semua itu sia-sia. Sebab, tenaga Bagas lebih dari pada itu.
"Nahh, coba kalo nurut dari tadi. 'Kan jadi nggak lama," cakap Bagas santai.
Disya melipat tangannya di depan dadanya. Tak lupa dengan mulutnya yang tak berhenti mengoceh namun tak bersuara. Bagas melihat itu semua, meskipun Disya mengalihkan pandangannya menjauhinya.
Sungguh, kalian harus percaya bahwa pakaian Disya saat ini ialah pakaian tidur. Memang tidak benar-benar mencirikan pakaian tidur. Hanya saja, Disya sudah biasa memakai pakaian dress pink polos ini untuk menemaninya tidur.
Oleh sebab itulah, saat di bawa keluar seperti sekarang ini, ia tidak nyaman.
"Emang mau kemana si?" tanya Disya jutek.
"Kita ke taman," jawab Bagas.
"Ihhh! Ngapain deh? Masih pagi jugaaa," gerutu Disya.
"Justru itu. Taman kalo pagi, udaranya masih adem," ujar Bagas.
"Gue nggak mau ikut! Anterin gue balik lagi ke rumah sekarang!" rengeknya Disya.
"Sebentar doang. Udah diem," putus Bagas final.
"Malesiin banget," gumam Disya sebal.
--
"Waaah! Bunganya banyak banget, keren!" puji Disya melihat berbagai macam bunga sedang bermekaran di setiap sisi taman yang baru saja ia dan Bagas datangi.
"Kan, udah di bilang juga. Seger 'kan?" tanya Bagas dengan ledekan singkatnya.
"Iyaaaa deh! Si paling tau mana yang seger!" sindir Disya yang di balas kekehan oleh Bagas.
Setelahnya, Disya kembali memutari taman tersebut menikmati udara dan pemandangan indah yang terpatri. Bibirnya tak berhenti berdecak kagum seolah menggambarkan betapa jatuh cintanya ia melihat bunga bermekaran. Impiannya seolah terkabul karena baru pagi tadi ia bercerita pada kucing random bahwa dirinya ingin hidupnya berbunga.
"Sya! Sini," panggil Bagas.
Disya mengangkat kepalanya yang sedang sibuk mengendus wangi dari beberapa bunga yang sedang bermekaran di sana.
"Apa?" tanyanya setelah sampai di hadapan Bagas.
Bagas menarik napasnya pelan.
"Sya, gue rasa gue harus bilang ini sama lo," kata Bagas.
"Bilang apa?" tanya Disya pelan. Jujur, saat ini jantung Disya seolah sedang maraton menantikan jawaban Bagas selanjutnya.
"Lo tau 'kan gue itu tipikal yang susah banget buat tertarik sama orang. Dan jujur, gue juga nggak tertarik buat pacar-pacaran di masa sekolah. Tapi, nggak tahu kenapa kali ini gue ngerasa gue salah,"
"Kenapa emangnya?" tanya Disya lagi berusaha tenang.
Bagas berdeham singkat.
"Gue udah nggak mau nahan-nahan lagi, Sya. Gue mau---"
Ting!
"Gue mau---"
Ting!
Ting!"Gue pengennya--"
Ting!
Ting!
Ting!"Gas, mending lo cek HP lo. Dari tadi bunyi terus, takutnya penting," saran Disya gegara bunyi notifikasi yang bersumber dari HP bagas tak kunjung berhenti.
"Nggak. Gue harus selesein dulu ini sama lo," tolaknya.
"Oke, jadi intinya, gue pengen---"
Ucapan Bagas terhenti oleh dering telepon HP-nya yang berbunyi nyaring. Sejenak, keduanya mengalihkan pandangan ke HP bagas yang tersimpan di bawah. HP Bagas menunjukkan adanya panggilan suara dari WhatsApp.
Mengambil HP-nya dengan cepat, Bagas beranjak pergi sedikit menjauh.
"Bentar, gue angkat dulu ya," pamitnya yang di balas Disya dengan anggukan.
Tak lama, Bagas kembali ke hadapan Disya dengan raut wajah panik.
"Sya! Sorry banget gue harus ke rumah sakit sekarang," ujarnya dengan wajah panik yang kentara.
"Kenapa? Ada apa?" tanya Disya ikut panik.
"Mama gue jatoh di kamar mandi. Dan gue harus ke rumah sakit sekarang," jawabnya.
Disya terkejut.
"Astaga. Cepet susulin, Gas! Cepet!" suruh Disya cepat.
"Tapi lo nanti baliknya---"
"Udah, gampang. Gue nggak usah dipikirin. Sekarang lo ke rumah sakit," ujar Disya menenangkan Bagas.
Bagas menggeleng tak setuju.
"Nggak. Lo pergi sama gue, dan pulangnyapun harus sama gue. Ikut gue ke rumah sakit,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabatku, Suamiku [END]
HumorCover by: Pinterest. [Sebelum membaca, alangkah lebih indahnya kalau difollow dulu. Berteman itu indah, bro.] Berbicara tentang cinta, Disya sebenarnya nggak tau definisi cinta yang benar itu seperti apa. Disya nggak pernah jatuh cinta. Sekalinya ja...