11

1.2K 117 1
                                    


Jung Jeno menatap jendela kamar nya. Kamar yang ia tinggalkan lima tahun yang lalu, masih awet saja sampai sekarang. Tidak ada hiasan tambahan yang menempel pada dindingnya. Padahal dulu Mark sering sekali menambah beberapa poster yang Jeno tidak sukai.

Ini masih tetap kamar nya.

Ia menatap bubu dengan tatapan kerinduan, sepulang dari rumah sakit tempat Nana di rawat, Jeno menghabiskan waktunya sekarang bersama keluarga nya.

Tapi tak jauh dari itu, dirinya masih mengingat perbuatan yang telah ia lakukan kepada kekasih nya. Betapa menyesal Jeno membuat wanita yang dicintai nya, ia kasari seperti tadi.

Jeno menghembuskan napas gusar, sembari menatap bubu nya yang berdiri di ambang pintu.

"Kenapa sayang? Kamu tidak betah di rumah?" Tanya bubu, kemudian anak bungsu nya menggeleng. "Lalu?"

"Jika kita berbuat kasar pada perempuan, apa itu termasuk durhaka pada ibu sendiri?" Tanya Jeno menyendu.

Taeyong sang ibu menghampiri putra nya, duduk di samping Jeno. Menepuk pelan pundak Jeno, Taeyong tersenyum miris.

"Benar sekali, sama saja dirimu dengan seorang pecundang jika kamu melakukan itu pada perempuan. Apalagi pada kekasih mu, Nana." Jelas Taeyong seraya mengusap bahu Jeno lembut.

"Jen, perempuan seharusnya di berikan kenyaman dan perlindungan. Bukan semata kamu harus menyampakkan mereka layaknya sampah. Nak, ada banyak perempuan di muka bumi ini. Tapi jika kamu melakukan kekerasan pada satu perempuan, maka banyak perempuan lain yang akan membenci mu. Bubu harap, Jeno tidak seperti itu ya?" Pungkas Taeyong pada si bungsu.

Jeno menggeleng kukuh, "tidak-tidak, Jeno tidak kok."

"Bubu percaya sama Jeno, jangan patahkan hati Nana ya? Itu termasuk menyakiti bubu juga." Kata Taeyong. Wanita yang perawakannya masih sangat muda ini mengelus pucuk kepala Jeno, kemudian pergi meninggalkan Jeno seorang diri di kamarnya.

Lelaki dewasa ini, menghempaskan badannya ke atas kasur sekarang. Tubuhnya berbaring terlentang, menatap langit-langit kamar. Mulai belajar berbohong dia sekarang, berbohong pada kenyataannya jika dirinya sendiri telah melakukan kekerasan pada Nana.

Memukul kepala nya kuat, "bodoh! Kamu orang paling bodoh Jen!" Ungkap nya bermonolog sendiri.

"Tapi tidak salah untuk seorang Na Jaemin, wanita itu sudah mematahkan harapanku pada nya."

Jeno memejamkan matanya sejenak, setelah itu tidur terlentang tanpa ia sadari.

Memang perjalanan dari New York ke Korea selatan sangat melelahkan dirinya.

.

Di sisi lain, Nana berdiam diri saat Jeno pulang. Perlakuan Jeno membuatnya merasa tak yakin, jika pria tadi adalah kekasihnya. Mengapa Jeno tidak percaya pada dirinya? Sedangkan foto nya bersama Hyunjin, siapa yang berani mengirim hal itu pada Jeno?

Ia mendadak sedih bukan main, hati nya terengut sakit. Bukan dia cengeng, malah Nana terkejut jika perlakuan Jeno kepadanya sangat menyakitkan.

"Na, kamu kenapa?" Tanya sang buna yang khawatir karena perubahan sikap putri bungsu nya.

Winwin mengelus pucuk kepala anak nya kemudian berkata, "nanti ayah kesini kok, buna tahu kamu rindu ayah kan?"

Nana mengangguk lesu, "iya buna, Nana rindu ayah."

"Kalau rindu ya jangan lesu begitu, Na. Sebentar lagi ayah sampai katanya. Bawa makanan kesukaan kamu." Tukas sang buna menyemangati Nana.

"Terimakasih buna, maaf Nana terus ngerepotin buna."

Melian || Nomin [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang