Sudah pukul 21.00. Aku masih berada di rumah Mbak Rina. Biasanya di jam-jam segini adalah waktu yang tepat untuk bersantai merebahkan tubuh selepas lelah bekerja. Namun, aku dilarang untuk pulang oleh Bromo. Dengan alasan, harus ada yang menyaksikannya bekerja. Meskipun aku hanya duduk-duduk di sofa tanpa melakukan apapun, tetapi hakikat dari bersantai seharusnya adalah melakukan aktifitas yang menyenangkan. Kalau cuma duduk menyaksikan orang bekerja, itu sama sekali tidak menyenangkan bagiku.
Selagi Bromo berfokus dengan ketelitiannya mengolah TKP, lama-lama aku bosan kalau hanya terus memandangi aktifitas kerjanya. Ingin aku membantu, tetapi aku yakin alih-alih meringankan pekerjaan, aku malah akan semakin membuat masalah. Aku tidak paham tentang hal-hal seperti ini, aku bahkan tidak mengerti apa yang sedang ia lakukan.
Ku lirik remote TV yang tergeletak di meja. Iseng ku tekan tombol power mengarah ke layar TV tabung di depan sana. Aku terkejut karena begitu dinyalakan volumenya langsung nyaring. Suara pembawa acara yang memberitakan prakiraan cuaca tengah malam nanti yang katanya akan turun hujan menggelegar mengisi seluruh ruangan. Bromo juga ikut terkejut kala itu. Buru-buru ku kecilkan suaranya sebelum dia protes. Kini dia tercengang menatapku seolah menyalahkan. Bukan salahku juga secara teknis. Ini adalah salah Mbak Rina yang tidak mengecilkan volume TV dulu sebelum mematikannya. Memang tipikal orang malas selalu bisa dilihat dari caranya menggampangkan sesuatu.
"Kenapa nyalain TV?" tanya Bromo dengan nada sedikit meninggi.
"Emangnya kenapa?"
"Kerjaan saya kan butuh konsentrasi tinggi, cepet matiin!"
Memang menyebalkan, dia menghalangiku untuk pulang, juga menghalangiku untuk mengusir rasa bosan. Andai saja ponselku ada kuota internet, mungkin aku lebih memilih bermain ponsel daripada menonton TV. Tetapi baiklah, aku turuti kemauannya yang penting kasus ini segera berakhir. Ku matikan lagi TV yang semula menyala ini. Terbesit satu hal di pikiranku secara tiba-tiba...
"Kenapa nggak ada wartawan yang datang ke sini?" tanyaku kepada Bromo yang tengah sibuk memasukan sebutir sereal makanan kucing ke dalam kantung plastik klip kecil nan bening. Sepertinya pertanyaanku tak sampai di telinganya.
"Hey!" Kataku mengecek pendengarannya.
"Saya nggak tuli!" jawabnya sedikit kesal. Dia meletakan kantung plastik klip kecil itu di dalam tas hitamnya yang sudah penuh oleh komponen barang bukti kecil. "Yang tadi sore saya bilang itu, nggak cuma berlaku buat pejabat di kota ini. Tetapi juga korporasi termasuk Stasiun Televisi. Mereka nggak peduli dengan berita kematian kalangan bawah. Karena hampir nggak ada yang tertarik. Ketika orang terkenal yang mati, mereka bakal memberitakannya berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Karena itu masih akan mengundang kepedulian banyak orang, juga ada pengaruh besar terhadap publik. Sementara kalau kaum macam kalian yang mati, di jalanan sekalipun. Mereka bisa aja cuma lewat sambil melangkahi mayat kalian."
"Aku agak tersinggung, tapi kamu emang bener sih... pinter juga kamu bikin kata-kata," kataku memuji.
"Nggak juga," jawabnya dingin. "Saya cuma mengutip dialog film Joker."
Rupanya dia coba-coba berjenaka. Namun aku tak sempat ber-reaksi tatkala tiba-tiba terdengar suara bergemuruh di luaran sana yang memekakkan telinga. Aku dan Bromo segera menuju ke jendela untuk melongok keluar. Beberapa ekor kucing saling kejar-kejaran berebut makanan. Ini adalah pemandangan biasa. Terkadang mereka sampai menjatuhkan tong sampah yang terbuat dari Drum minyak bekas sehingga suara gemuruhnya begitu nyaring terdengar ke seluruh penghuni Rusun.
"Kenapa mereka?" tanya Bromo yang merasa aneh melihat pemandangan kawanan kucing yang sedemikian gaduhnya.
"Yah... Biasalah. Kucing kalau laper ya gaduh. Sama kaya manusia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Misteri Si Gadis Kucing
Gizem / GerilimDi sinilah semua kisah itu dimulai. Seorang Wanita yang menyebut dirinya Si Gadis Kucing. Setiap malam dia berkeliling ke setiap sudut gang pemukiman kota. Membagi-bagikan makanan kepada setiap kucing liar yang dia temui. Pada suatu pagi, ditemukan...