KMB | 13 : Keterikatan Dalam Bahaya

4.6K 331 8
                                    

Malam semakin gelap saat Axel, Liam, dan Jax berjalan melalui hutan. Suara langkah kaki mereka terdengar pelan, tertutup oleh desiran angin yang menerpa pepohonan. Jax memimpin jalan, selalu waspada dengan lingkungan sekitarnya.

"Seberapa jauh tempat persembunyian itu?" tanya Axel, mencoba menenangkan ketegangan di hatinya.

"Sekitar satu mil dari sini. Kita akan melewati beberapa jalur yang aman, tetapi kita harus bergerak cepat," jawab Jax, tidak menoleh ke belakang.

Liam menggenggam tangan Axel, memberi dukungan dalam hening. Meskipun dalam situasi yang berbahaya, kehadiran satu sama lain membuat mereka merasa sedikit lebih tenang. Axel menyadari betapa berartinya Liam baginya, bahkan lebih dari sekadar sahabat masa kecil.

Ketika mereka mendekati sebuah area terbuka di hutan, Jax memberi isyarat untuk berhenti. "Di depan ada camp Iron Fist. Kita harus menghindari mereka."

Axel menahan napas, melihat beberapa cahaya dari api unggun yang bersinar di kejauhan. "Berapa banyak orang yang ada di sana?" tanyanya, berbisik.

"Dua atau tiga. Mereka tampaknya sedang merayakan sesuatu," jawab Jax, menatap tajam ke arah api unggun. "Kita bisa melewati sisi kiri, tetapi kita harus hati-hati."

Liam merasakan ketegangan di udara. "Apa yang akan terjadi jika kita tertangkap?" tanyanya, suaranya bergetar.

"Jika mereka menangkap kita, kita tidak akan memiliki banyak waktu," Jax menjawab dengan serius. "Tetapi kita tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku akan memimpin."

Dengan tekad yang baru, mereka melanjutkan perjalanan. Saat mendekati camp, Axel bisa mendengar suara tawa dan musik dari jauh. Ketegangan meningkat, dan ia bisa merasakan detak jantungnya semakin cepat.

Mereka bergerak perlahan, mengikuti instruksi Jax. Namun, saat mereka hampir sampai di tepi camp, suara keributan tiba-tiba menghentikan mereka.

"Ada sesuatu yang tidak beres," bisik Jax. "Kita harus cepat."

Axel dan Liam bertukar pandang, merasakan ketidakpastian di udara. Mereka berlari secepatnya, tetapi langkah mereka tiba-tiba terhenti saat mereka mendengar suara berisik mendekat.

"Di belakang!" teriak Jax, menunjuk ke arah suara yang semakin mendekat.

Dengan insting, mereka berbalik dan mulai berlari menjauh, tetapi tidak cukup cepat. Seorang pria bertubuh besar muncul dari semak-semak, menghalangi jalan mereka. Ekspresinya menunjukkan ketidakpuasan saat dia mengangkat senjatanya.

"Aku sudah menduga kalian akan datang ke sini," katanya dengan nada sinis. "Apa yang kalian lakukan di hutan ini?"

Axel bisa merasakan rasa takut yang menjalar di seluruh tubuhnya. "Kami hanya lewat!" serunya, berusaha terdengar tenang.

Pria itu tertawa, tetapi itu bukan tawa yang ramah. "Kalian pikir kalian bisa pergi begitu saja? Iron Fist tidak membiarkan siapapun pergi tanpa membayar harga."

"Aku tidak ingin berkelahi!" Liam melangkah maju, suaranya bergetar, tetapi dia menunjukkan keberanian. "Kami tidak ingin masalah."

"Oh, tetapi kalian sudah dalam masalah," pria itu menjawab sambil melangkah mendekat. "Sekarang, kalian punya dua pilihan. Kembali ke camp dan menjelaskan semuanya, atau..."

Dia tidak menyelesaikan kalimatnya. Tiba-tiba, suara tembakan menggema di udara, dan pria itu terhuyung ke belakang. Seorang pria lain muncul dari kegelapan, memegang pistol dengan tangan yang mantap.

"Jangan bergerak!" teriak pria itu, mengarahkan senjatanya ke arah pria besar itu. "Ayo, keluar dari sini, sebelum aku berubah pikiran."

Axel dan Liam saling pandang, bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Dalam sekejap, mereka telah terjebak dalam situasi yang lebih rumit.

"Siapa kau?" tanya Jax, melihat pria yang baru saja muncul.

"Aku Kai," jawab pria itu, tetap mengawasi pria besar itu. "Dan aku di sini untuk membantu kalian."

"Terima kasih, tapi kita tidak bisa mempercayai siapa pun sekarang," Liam berkata, masih dalam keadaan siaga.

"Aku mengerti," kata Kai, menurunkan senjatanya sedikit. "Tapi jika kalian ingin bertahan hidup, kalian harus percaya padaku. Iron Fist tidak akan berhenti sampai mereka menemukan kalian."

Mereka menatap satu sama lain, lalu Jax mengangguk. "Kita tidak punya pilihan lain. Mari kita pergi."

Tanpa membuang waktu, mereka berlari mengikuti Kai, yang memimpin mereka melalui jalan setapak yang sempit. Hutan semakin gelap, dan suasana semakin mencekam.

"Mengapa kau membantu kami?" Axel bertanya, penasaran.

"Karena aku tidak setuju dengan cara Iron Fist beroperasi," jawab Kai. "Mereka tidak peduli pada siapa pun, dan aku ingin mengakhiri semua ini."

Axel merasakan harapan muncul dalam hatinya. Mungkin mereka tidak sendirian dalam perjuangan ini.

Akhirnya, setelah beberapa menit berlari, mereka sampai di tempat persembunyian yang aman. Sebuah bangunan tua yang tampak terlupakan, dikelilingi pepohonan. Kai membuka pintu dan mengajak mereka masuk.

Di dalam, suasana terasa lebih hangat. Ada beberapa tempat tidur dan makanan sederhana yang disiapkan. Axel merasa lega, tetapi ketegangan belum sepenuhnya sirna.

"Kita bisa beristirahat sejenak di sini," kata Kai. "Tetapi kita harus tetap waspada. Iron Fist bisa saja menemukan kita kapan saja."

Axel duduk di tepi tempat tidur, merasakan rasa lelah yang mendalam. "Apa rencana kita selanjutnya?"

"Kita akan merencanakan serangan balik," kata Jax, bergabung dengan mereka. "Kita tidak bisa terus bersembunyi."

"Dan kita harus mencari cara untuk mendapatkan informasi tentang apa yang mereka rencanakan," tambah Kai.

Liam meraih tangan Axel, memberikan dukungan. "Kita akan melewati ini bersama."

Dengan semangat baru, mereka merencanakan langkah berikutnya, bersatu dalam pertempuran melawan Iron Fist. Dalam kegelapan malam, mereka menyadari bahwa persahabatan dan keberanian adalah kunci untuk mengatasi semua rintangan.

---

[𝐁𝐋] Kiss Me, Bastard!! [End✓ | New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang