Beberapa bulan setelah peristiwa dramatis yang mengubah hidup mereka, Axel dan Liam menemukan diri mereka duduk di sebuah kafe kecil yang mereka temukan saat menjelajahi kota. Suasana kafe itu hangat dan akrab, dengan aroma kopi yang menggoda serta suara tawa pelanggan yang memenuhi ruangan.
“Apakah kamu ingat saat kita pertama kali datang ke sini?” Axel bertanya sambil mengaduk kopinya.
Liam tersenyum, wajahnya menyiratkan kenangan yang manis. “Ya, kita hampir tidak menemukan tempat ini. Dan aku ingat kamu terpaksa menumpang di motorku.”
Axel tertawa. “Aku kira kamu tidak akan mau membawaku, mengingat aku terlalu berat.”
“Sekarang aku tahu, kamu lebih ringan daripada beban emosional yang kita hadapi dulu,” Liam menggoda, membuat Axel mendecak, meski senyumnya tak bisa disembunyikan.
Mereka mengobrol santai, membicarakan masa lalu dan bagaimana kehidupan mereka berubah. Setelah beberapa waktu, suasana percakapan mereka berubah lebih serius.
“Axel,” Liam mulai dengan nada lembut namun serius. “Ada sesuatu yang sudah lama ingin aku bicarakan denganmu.”
Axel menaruh cangkirnya dan menatap Liam penuh perhatian. “Apa itu?”
Liam menarik napas panjang sebelum melanjutkan. “Kita sudah melalui banyak hal, dan aku ingin kita benar-benar memulai lembaran baru. Tapi sebelum itu, aku perlu menyelesaikan sesuatu dari masa laluku. Aku... aku merasa harus meminta maaf kepada seseorang.”
Axel menatap Liam, mencoba memahami arah pembicaraannya. "Meminta maaf kepada siapa?"
Liam menundukkan kepalanya sejenak sebelum mengangkat wajahnya kembali. “Kepada Markus,” jawabnya perlahan. “Dia adalah sahabat ayahku, seseorang yang seharusnya aku hormati dan aku hargai lebih dari ini.”
Axel terkejut, tapi diam-diam ia merasa lega. "Markus? Kamu ingin meminta maaf kepadanya? Mengapa?"
Liam menghela napas panjang. “Sebelum ayahku meninggal, dia menitipkan aku kepada Markus. Ayah percaya Markus bisa menjagaku, bisa membimbingku dalam banyak hal. Tapi setelah ayah pergi, aku sering mengabaikannya, menolak bantuannya. Aku terlalu terjebak dalam rasa kehilangan dan kemarahan sehingga aku mendorong Markus menjauh. Aku menyesal telah mengabaikan amanah ayahku.”
Axel merasa campuran rasa simpati dan rasa sakit yang mendalam. “Liam, aku yakin Markus mengerti. Kau kehilangan ayahmu. Itu bukan hal yang mudah.”
“Aku tahu, tapi tetap saja, dia selalu ada di sana, berusaha membantuku, dan aku malah menutup diri. Kini, setelah semua yang kita lalui, aku ingin memperbaiki hubungan itu,” Liam mengungkapkan dengan mata berkaca-kaca.
Axel mengangguk, memahami sepenuhnya keinginan Liam. “Aku mengerti. Apakah kamu ingin aku ikut bersamamu?”
Liam menatap Axel dengan ekspresi penuh rasa syukur. “Ya, aku ingin kamu ada di sisiku. Tapi aku juga tidak ingin kamu merasa terbebani oleh masalah masa laluku.”
Axel tersenyum lembut, mengambil tangan Liam dan menggenggamnya erat. “Kita sudah melewati banyak hal bersama. Ini hanyalah langkah berikutnya. Aku di sini untukmu.”
Setelah menghabiskan waktu di kafe, mereka pun pergi menuju tempat di mana Markus tinggal. Selama perjalanan, Axel tetap menggenggam tangan Liam, memberikan dukungan yang sangat dibutuhkan.
Ketika mereka tiba di depan pintu rumah Markus, Liam menatap Axel dengan tatapan penuh keraguan. "Apakah aku benar-benar siap untuk ini?"
Axel menatap Liam dengan tenang dan tegas. “Siap atau tidak, kita sudah di sini. Ini adalah saatnya untuk memperbaiki semuanya.”
Dengan hati-hati, Liam mengetuk pintu. Beberapa detik kemudian, Markus muncul dari ruang tamu, wajahnya menunjukkan kejutan saat melihat Liam di depannya.
“Liam? Apa yang membawamu ke sini? Ada masalah lain?” tanya Markus dengan nada terkejut.
Liam merasakan tenggorokannya mengering, namun ia menegakkan bahunya dan mengumpulkan keberanian. “Markus, aku… aku datang untuk meminta maaf. Selama bertahun-tahun, aku mengabaikanmu, menolak semua upayamu untuk menjaga dan membimbingku. Aku tahu ayahku menitipkanku kepadamu, dan aku mengecewakannya dengan caraku memperlakukanmu. Aku minta maaf.”
Markus terdiam sejenak, tatapannya melembut saat mendengar kata-kata Liam. “Liam, kamu tidak perlu meminta maaf. Aku tahu betapa sulitnya kehilangan ayahmu, dan aku tidak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku selalu ada untukmu, seperti yang ayahmu inginkan.”
Axel berdiri di belakang Liam, diam namun memberikan dukungan moral yang tak tergoyahkan. Ia tahu bahwa momen ini adalah bagian penting dari perjalanan Liam untuk berdamai dengan masa lalunya.
Dengan suara yang penuh emosi, Liam mengangguk. “Terima kasih, Markus. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi selain aku akan melakukan yang terbaik untuk menjadi orang yang ayah dan kamu bisa banggakan.”
Markus tersenyum lembut dan menepuk bahu Liam. “Kamu sudah membuat kami bangga, Liam. Kamu telah menjadi lebih kuat dari yang kau kira.”
Dalam keheningan itu, hubungan mereka yang retak perlahan mulai diperbaiki. Axel, yang berdiri di sisi Liam sepanjang waktu, merasa lega melihat Liam perlahan menemukan kedamaian dalam hatinya. Kali ini, mereka siap untuk melangkah maju, tanpa beban masa lalu yang membayangi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[𝐁𝐋] Kiss Me, Bastard!! [End✓ | New Version]
Ficção AdolescenteAxel Rodman tak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam satu malam tragis ketika tanpa sengaja dia menabrak seseorang di tengah jalan. Setelah kecelakaan itu, ancaman mulai menghantui hidupnya. Teror demi teror datang dari organisasi mafia mist...