Setelah kembali ke markas Blackout, Axel dan Liam melangkah dengan cepat menuju ruang pertemuan. Ketegangan yang mereka rasakan sebelumnya kini berubah menjadi urgensi, dan mereka tahu bahwa setiap detik sangat berharga.
Marcus sudah menunggu di sana, bersama beberapa anggota inti lainnya. Wajah mereka terlihat serius saat Axel dan Liam memasuki ruangan. “Kalian kembali lebih cepat dari yang aku harapkan. Apa yang terjadi?” tanya Marcus dengan nada yang penuh perhatian.
Axel menghela napas dalam-dalam, mencoba menata pikirannya. “Kami mendengar rencana Iron Fist. Mereka sedang bersiap untuk menyerang markas kita. Mereka berencana mengerahkan semua kekuatan mereka,” jelasnya, suaranya bergetar sedikit.
Semua orang di ruangan itu terdiam, dan ketegangan semakin meningkat. “Kita harus segera mempersiapkan pertahanan kita,” kata Marcus, berpikir keras. “Berapa banyak anggota yang mereka miliki?”
“Sepertinya mereka sudah mengumpulkan pasukan besar,” jawab Liam. “Kami melihat beberapa pemimpin mereka berkumpul. Mereka berencana melakukan serangan besar-besaran.”
“Berapa lama kita punya waktu sebelum mereka menyerang?” tanya salah satu anggota lainnya.
Axel dan Liam saling berpandangan, mencoba mengingat waktu yang mereka habiskan di lokasi itu. “Mungkin tidak lebih dari beberapa jam. Mereka tampaknya sudah siap untuk bergerak,” kata Axel, matanya menatap tajam pada Marcus.
“Kalau begitu, kita harus bertindak cepat,” kata Marcus, mengangguk dengan tegas. “Kita perlu mengatur strategi dan mempersiapkan pertahanan sekuat mungkin.”
Sementara mereka mulai menyusun rencana, Axel tidak bisa menahan pikirannya tentang Liam. Tiba-tiba, rasa cemas menyelimutinya. “Liam, apakah kau yakin dengan semua ini?” tanya Axel, berbisik saat mereka berdiri di sudut ruangan.
Liam menatapnya, wajahnya serius. “Aku tahu ini berbahaya, Axel, tetapi kita tidak bisa mundur. Ini adalah kesempatan kita untuk melindungi orang-orang yang kita cintai.”
“Dan jika kita gagal?” tanya Axel, jantungnya berdebar.
“Jika kita gagal, kita akan melawan bersama. Kita tidak sendiri dalam ini,” Liam menjawab, meraih tangan Axel dengan lembut. “Kita sudah melewati banyak hal bersama, dan aku tidak akan membiarkanmu sendirian.”
Mendengar kata-kata Liam memberikan sedikit ketenangan bagi Axel, tetapi keraguan tetap ada. Mereka kembali ke diskusi, dan setiap anggota memberikan ide dan masukan untuk menghadapi Iron Fist. Rencana yang disusun menjadi semakin solid, dan Axel merasa semangat mereka mulai meningkat.
“Setelah rencana ini disusun, kita perlu mempersiapkan diri,” kata Marcus. “Kita akan mengirimkan beberapa tim untuk melakukan penyergapan. Kita tidak bisa membiarkan mereka mendekat.”
Ketika perencanaan berlangsung, Axel merasa ada sesuatu yang menggigit di dalam hatinya. Dia ingin melindungi Liam dan tidak ingin kehilangan dia lagi. “Liam, kita perlu berbicara sebentar,” Axel berbisik.
Mereka keluar dari ruangan, menuju tempat yang lebih tenang. Axel menatap Liam, merasakan emosi yang bergejolak di dalam dirinya. “Apa yang akan terjadi jika kita tidak berhasil?” tanyanya.
“Aku tidak ingin memikirkan itu,” jawab Liam, mengerutkan dahi. “Kita akan berhasil, Axel. Aku percaya pada kita.”
“Liam, ini semua terlalu berisiko. Aku tidak bisa membayangkan kehilanganmu lagi,” kata Axel, suaranya bergetar.
Liam mendekat, memegang kedua bahu Axel dengan lembut. “Aku akan selalu kembali padamu. Tidak peduli apa pun yang terjadi. Kita adalah tim, dan kita akan menghadapi ini bersama-sama.”
Axel merasa harapan itu membara dalam dirinya. “Kau benar. Kita harus tetap berjuang,” ujarnya, mengangguk penuh semangat.
Ketika mereka kembali ke ruang pertemuan, mereka menemukan semua anggota sudah siap untuk bergerak. “Waktunya tiba. Kita harus berangkat sekarang,” kata Marcus, menatap semua orang dengan serius.
Dengan semangat yang baru, Axel dan Liam bergabung dengan tim mereka. Mereka bersiap-siap, memastikan semua perlengkapan dan senjata sudah siap. Suasana semakin menegangkan, tetapi Axel berusaha menyingkirkan rasa takut yang menghinggapi dirinya.
“Siap?” tanya Marcus sebelum mereka berangkat.
“Siap!” jawab semua anggota dengan tegas, termasuk Axel dan Liam.
Mereka melangkah keluar dari markas Blackout, menuju mobil. Jalanan di luar terasa gelap dan mencekam, namun Axel merasakan semangat yang membara di dalam dirinya. Mereka bersatu untuk melindungi satu sama lain, dan itu memberikan kekuatan yang tidak terduga.
Dalam perjalanan menuju lokasi yang telah ditentukan, Axel menatap Liam. “Apa pun yang terjadi, aku akan selalu bersamamu,” katanya dengan tulus.
Liam tersenyum, matanya penuh keyakinan. “Dan aku akan selalu melindungimu.”
Dengan tekad yang kuat dan saling percaya, mereka melanjutkan perjalanan mereka, siap menghadapi tantangan yang ada di depan.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
[𝐁𝐋] Kiss Me, Bastard!! [End✓ | New Version]
Novela JuvenilAxel Rodman tak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam satu malam tragis ketika tanpa sengaja dia menabrak seseorang di tengah jalan. Setelah kecelakaan itu, ancaman mulai menghantui hidupnya. Teror demi teror datang dari organisasi mafia mist...