KMB | 12 : Pelarian

6.4K 387 26
                                    

Kegelapan menyelimuti koridor saat Axel dan Liam berlari menjauh dari kejaran Iron Fist. Suara langkah kaki dan teriakan semakin jauh, tetapi ketegangan di udara tetap terasa. Axel merasakan jantungnya berdegup kencang, setiap detakan seolah memperingatkan mereka akan bahaya yang semakin dekat.

"Mari kita masuk ke dalam ruangan ini!" Liam tiba-tiba berbelok ke sebuah pintu kecil yang terletak di samping koridor. Tanpa berpikir panjang, Axel mengikutinya, mendorong pintu terbuka.

Mereka menemukan diri mereka di sebuah ruangan gelap dengan beberapa kotak dan peralatan yang ditumpuk sembarangan. Liam menutup pintu dengan cepat dan bersembunyi di belakang tumpukan kotak.

"Berharap mereka tidak menemukan kita di sini," bisik Axel, berusaha tenang meskipun napasnya masih terengah-engah.

Liam mengangguk, wajahnya dipenuhi kecemasan. "Kita perlu memikirkan rencana. Kita tidak bisa terus bersembunyi selamanya."

Axel mengamati ruangan itu dan menemukan sebuah jendela kecil di sudut ruangan. "Bagaimana jika kita mencoba lewat jendela itu? Mungkin ada jalan keluar ke halaman belakang."

"Bisa jadi ide yang bagus," jawab Liam, matanya berbinar. "Tapi kita harus sangat hati-hati. Jika mereka menemukan kita lagi..."

"Kita tidak punya pilihan lain," potong Axel, bertekad. Dia melangkah menuju jendela, memperhatikan ketinggiannya. "Ini tidak terlalu tinggi. Kita bisa melompat."

Liam berdiri di samping Axel, membantu membukakan jendela. "Baiklah, aku akan pergi dulu. Setelah aku sampai di bawah, aku akan bantu kau."

Axel mengangguk, dan Liam melompat keluar dengan cepat, mendarat dengan tenang di tanah. "Aman!" serunya.

Dengan semangat, Axel mengikuti jejak Liam, melompat keluar dan mendarat di sampingnya. Mereka berdua menghirup udara malam yang segar, tetapi tidak ada waktu untuk bersantai. Mereka harus segera pergi dari tempat itu.

"Ke arah kiri, ada jalan setapak menuju hutan," Liam berkata, menunjukkan jalan. "Kita bisa bersembunyi di antara pepohonan."

Mereka mulai berlari menuju hutan, setiap langkah menghilangkan jejak mereka dari Iron Fist. Hutan itu gelap, tetapi suasana sejuk membuat mereka merasa sedikit lebih aman.

Setelah beberapa menit berlari, mereka berhenti sejenak untuk menarik napas. Liam bersandar pada pohon besar, matanya meneliti sekeliling. "Kita perlu menemukan tempat yang aman untuk bersembunyi dan memikirkan langkah selanjutnya."

"Bagaimana dengan tempat di dekat danau? Aku ingat ada kabin tua di sana," usul Axel, kenangan masa kecilnya muncul di benak. "Kita bisa bersembunyi di sana sampai situasinya tenang."

"Itu ide bagus," jawab Liam, lalu melanjutkan, "Tapi kita harus sangat berhati-hati. Mereka mungkin sudah menyusul kita."

Mereka mulai berjalan ke arah danau, bergerak perlahan-lahan untuk menghindari suara. Saat mereka mendekati lokasi kabin, Axel merasakan ketegangan semakin menipis. Hutan di malam hari terasa magis, suara alam menyelimuti mereka dengan kedamaian.

Namun, saat mereka sampai di dekat kabin, suasana tiba-tiba berubah. Pintu kabin terbuka, dan seseorang muncul. Seorang pria bertubuh besar berdiri di pintu, wajahnya terlihat serius.

"Siapa kalian?" tanyanya, suaranya berat.

Axel dan Liam saling pandang, cemas. "Kami... kami butuh perlindungan," jawab Axel ragu. "Kami dikejar oleh kelompok mafia."

Pria itu memandangi mereka sejenak, lalu mengangguk. "Masuklah. Aku tidak ingin ada masalah di sini."

Mereka bergegas masuk ke dalam kabin, merasakan kehangatan dari api yang menyala di perapian. Pria itu menutup pintu dengan hati-hati, memastikan tidak ada yang melihat mereka.

"Aku Jax," katanya, memperkenalkan diri. "Apa yang terjadi?"

Axel menjelaskan situasinya, mulai dari insiden tabrakan hingga pertemuan mereka dengan Iron Fist. Jax mendengarkan dengan seksama, wajahnya serius.

"Kelompok ini tidak main-main. Mereka memiliki banyak koneksi dan tidak akan berhenti sampai mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan," katanya. "Kalian harus segera pergi dari sini."

"Kami berencana pergi ke tempat aman," jawab Liam, "Tapi kami tidak tahu kemana."

Jax berpikir sejenak. "Ada tempat persembunyian di dalam hutan, jauh dari keramaian. Aku bisa membantu kalian ke sana, tapi kita harus bergerak cepat."

Axel dan Liam saling pandang, mengangguk setuju. Mereka merasa lega memiliki sekutu, meskipun tidak dikenali sebelumnya.

"Siap?" tanya Jax, mengulurkan tangan untuk membantu mereka berdiri.

"Siap," jawab Liam, menatap Axel dengan penuh keyakinan. "Kita tidak akan menyerah sekarang."

Dengan tekad yang membara, mereka mengikuti Jax keluar dari kabin, siap menghadapi tantangan selanjutnya. Dalam kegelapan malam, Axel merasa ada harapan baru. Mereka mungkin bisa menemukan cara untuk melawan dan menghentikan Iron Fist selamanya.

---

[𝐁𝐋] Kiss Me, Bastard!! [End✓ | New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang