Markas inti Blackout terlihat megah dan menakutkan, dengan penjagaan ketat di setiap sudutnya. Axel merasakan ketegangan menumpuk di dalam mobil saat mereka mendekat, meski tahu Liam seharusnya memiliki wewenang penuh di tempat ini. Namun, dengan markas lama sudah dibajak oleh musuh, situasi di markas inti kini jauh lebih genting.
"Kita harus berhati-hati, meskipun ini markas inti," Liam berkata, menyesuaikan posisi duduknya. Wajahnya tidak menunjukkan ketakutan, tapi Axel bisa melihat tekanan di balik tatapan dingin sahabatnya itu. "Setelah markas lama jatuh, kita tidak bisa begitu saja mengandalkan rasa hormat. Ada yang berubah."
Axel mengangguk, paham bahwa meskipun Liam adalah bagian dari kepemimpinan Blackout, kepercayaan dan loyalitas di dalam organisasi ini mungkin goyah. "Kalau begitu, kita harus membuat kesan bahwa kita menguasai keadaan."
"Kita tidak hanya perlu mengesankan," Liam menjawab sambil menghela napas. "Kita harus menunjukkan bahwa aku masih punya kendali."
Axel menarik napas dalam-dalam, kemudian mengemudikan mobil ke arah pintu masuk. Penjaga segera mendekat, wajah mereka kaku dan penuh kewaspadaan. "Siapa kalian?" salah satu penjaga bertanya dengan nada menantang, meskipun matanya sempat terhenti pada Liam.
Liam langsung menatap penjaga itu dengan dingin. "Kau tidak mengenaliku?" suaranya terdengar rendah namun penuh otoritas.
Penjaga itu terdiam sesaat, sebelum buru-buru memberikan hormat. "Maafkan saya, Tuan Liam. Silakan masuk." Meski nada suaranya penuh hormat, Axel bisa merasakan kegelisahan yang tersembunyi. Markas ini mungkin aman, tapi sesuatu masih terasa salah.
Setelah penjaga membuka gerbang, Liam dan Axel keluar dari mobil dan mulai berjalan masuk ke dalam. Lorong-lorong gelap di markas inti ini berbeda dengan markas lama. Lebih megah, tapi juga lebih sunyi-seperti ada ancaman yang menggantung di udara.
"Semua orang terlalu waspada," gumam Axel. "Mereka takut pada sesuatu yang lebih dari sekadar serangan Iron Fist."
Liam mengangguk. "Setelah markas lama dibajak, ada rumor bahwa pengkhianat berkeliaran di dalam. Blackout tak lagi seperti dulu."
Ketika mereka sampai di ruang pertemuan utama, Axel melihat sosok yang dikenalnya dengan baik. Jax, tangan kanan Liam dan pemimpin di balik operasi besar Blackout, sedang duduk di kursi besar di ujung ruangan. Dia memandang mereka dengan ekspresi serius.
"Kau akhirnya kembali," kata Jax, tanpa membuang waktu. "Kau tahu, Liam, banyak yang meragukan posisimu sekarang. Setelah markas lama jatuh, beberapa orang berpikir kau lemah."
Liam melangkah maju, pandangannya tajam. "Kita tak punya waktu untuk keraguan, Jax. Aku di sini karena kita harus segera bertindak."
Axel bisa melihat ketegangan di antara keduanya. Jax jelas kecewa dengan bagaimana situasi berkembang, tapi dia masih menghormati posisi Liam sebagai pemimpin.
"Aku dengar kau punya rencana," Jax akhirnya berkata, dengan tangan terlipat di depan dadanya. "Apa yang kau bawa kali ini?"
Liam memberi isyarat pada Axel untuk maju. "Iron Fist merencanakan serangan terhadap markas inti ini. Mereka ingin menghancurkan Blackout sepenuhnya."
Axel melanjutkan dengan nada tegas. "Kami berhasil mendapatkan informasi tentang strategi mereka. Serangan ini tidak hanya akan menargetkan markas, tetapi juga titik-titik vital yang akan membuat kalian tidak punya kesempatan untuk bertahan."
Jax menyipitkan matanya, mencoba menilai kebenaran kata-kata mereka. "Dan bagaimana kau bisa tahu semua ini?"
"Kami punya sumber di dalam," jawab Liam, suaranya tak tergoyahkan. "Kami menyusup ke markas Iron Fist dan mendapatkan informasi dari orang dalam yang dekat dengan mereka. Kalau kau masih meragukanku, Jax, kau bisa menyiapkan pasukanmu untuk menerima serangan tanpa persiapan."
Axel bisa merasakan ketegangan di udara saat Jax berpikir sejenak. "Baiklah," katanya akhirnya, meski jelas masih ragu. "Aku akan menyelidiki klaim ini. Tapi, Liam... ingat, kepercayaan dalam Blackout sedang rapuh. Jika informasi ini palsu atau rencanamu gagal, tak hanya aku yang akan mempertanyakanmu."
Liam menatap Jax dengan dingin. "Aku tahu betul risikonya. Tapi kali ini, aku tidak akan membiarkan Iron Fist memenangkan pertarungan ini."
Marcus mengangguk pelan dan memberi sinyal kepada anak buahnya untuk bergerak. "Aku akan mempersiapkan pasukan kita. Kalian tetap di sini sampai ada perkembangan lebih lanjut."
Setelah Jax pergi, Axel dan Liam duduk dalam keheningan di ruang pertemuan yang besar itu. "Kau pikir mereka akan bergerak cepat?" tanya Axel, suaranya pelan tapi penuh kekhawatiran.
Liam menatap sahabat lamanya itu dengan ekspresi serius. "Mereka harus. Kita sudah terlalu lama bermain bertahan. Kali ini, kita yang akan menyerang lebih dulu."
Axel mengangguk pelan, menyadari bahwa pertempuran ini bukan hanya soal kekuasaan, tetapi juga soal kepercayaan dan kelangsungan hidup mereka di dalam dunia gelap ini. Tidak ada lagi jalan untuk mundur.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
[𝐁𝐋] Kiss Me, Bastard!! [End✓ | New Version]
Подростковая литератураAxel Rodman tak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam satu malam tragis ketika tanpa sengaja dia menabrak seseorang di tengah jalan. Setelah kecelakaan itu, ancaman mulai menghantui hidupnya. Teror demi teror datang dari organisasi mafia mist...