Pagi menjelang saat Axel terbangun dari tidurnya. Cahaya lembut menyinari ruangan yang sempit namun hangat. Suasana tenang, tetapi rasa cemas terus menggelayuti pikirannya. Dia menoleh ke samping, melihat Liam masih terlelap, wajahnya damai dalam tidur. Axel merasa bersyukur memiliki Liam di sisinya, meskipun situasi yang mereka hadapi semakin memburuk.
Setelah berpakaian, Axel menyusuri ruangan, mencari-cari Kai dan Jax. Dia menemukan mereka sedang berbincang di sudut ruangan, tampak serius. Axel mendekat, mencoba mendengar apa yang mereka diskusikan.
“Kita perlu informasi lebih lanjut tentang rencana Iron Fist,” kata Jax, menggaruk dagunya. “Jika kita tahu apa yang mereka lakukan, kita bisa merencanakan langkah selanjutnya.”
“Benar,” jawab Kai. “Ada rumor tentang pertemuan mereka di tempat penyimpanan dekat pelabuhan malam ini. Jika kita bisa menyusup ke sana, kita bisa mendapatkan informasi yang kita butuhkan.”
Axel merasa jantungnya berdegup kencang. “Apakah itu berbahaya?”
Jax menoleh, memberi Axel tatapan serius. “Sangat. Tapi kita tidak bisa hanya bersembunyi. Kita harus mengambil tindakan.”
Liam terbangun dan bergabung dengan mereka, terlihat segar meskipun kelelahan masih tampak di matanya. “Apa yang terjadi?” tanyanya.
“Kai menemukan informasi tentang pertemuan Iron Fist di pelabuhan malam ini,” jawab Axel. “Kami harus menyusup ke sana.”
“Apakah kita yakin bisa melakukan ini?” Liam bertanya, sedikit ragu.
“Kita tidak punya pilihan lain,” Jax menyatakan tegas. “Jika kita ingin menghentikan mereka, kita harus tahu apa yang mereka rencanakan.”
Setelah beberapa saat, Liam mengangguk, terlihat lebih bersemangat. “Baiklah, kita akan melakukannya. Kita harus bekerja sama.”
Mereka mulai merencanakan aksi penyusupan. Kai menjelaskan rincian tentang tempat penyimpanan dan pengawasan yang ada di sekitarnya. Axel merasa bersemangat, tetapi juga cemas tentang apa yang mungkin mereka temui di sana.
Malam tiba dengan cepat, dan suasana semakin menegangkan. Mereka berkumpul, mengenakan pakaian gelap agar tidak mencolok. Kai memimpin jalan, dan Jax berjalan di belakang Axel dan Liam. Mereka berusaha menjaga jarak agar tidak tertangkap.
Ketika mereka mendekati pelabuhan, suara ombak menambah ketegangan. Axel bisa merasakan adrenalin mengalir dalam darahnya. Dia mengambil napas dalam-dalam dan berusaha menenangkan dirinya.
Di depan mereka, gedung penyimpanan tampak besar dan mengintimidasi, dikelilingi oleh beberapa penjaga bersenjata. Axel menatap Liam, yang juga tampak tegang. “Kita bisa melakukannya,” Liam berbisik, meraih tangan Axel.
Ketika mereka bergerak lebih dekat, Jax memberi isyarat untuk berhenti. “Ada dua penjaga di pintu depan. Kita harus mencari jalan masuk yang lain.”
Dengan cermat, mereka menyusuri sisi gedung, mencari pintu samping atau jendela terbuka. Tiba-tiba, mereka melihat jendela kecil yang tidak terkunci. Kai memimpin, mendorong jendela dan merayap masuk terlebih dahulu, diikuti oleh Jax. Axel dan Liam menyusul.
Setelah berhasil masuk, mereka menemukan diri mereka dalam ruang penyimpanan yang gelap dan berantakan. Bau kayu dan karat memenuhi udara. “Kita harus cepat,” bisik Kai. “Cari dokumen atau informasi apa pun yang bisa kita temukan.”
Axel dan Liam bekerja sama, mencari-cari di antara kotak dan tumpukan barang-barang yang tidak terpakai. Axel merasakan kegugupan, tetapi tekad untuk menemukan informasi lebih besar daripada rasa takutnya.
Sementara itu, Jax dan Kai memeriksa bagian lain ruangan. Tiba-tiba, suara gaduh dari luar mengejutkan mereka. “Kita tidak sendirian!” teriak Jax.
Axel merasa jantungnya berdebar, dan Liam meraih tangannya lebih erat. “Kita harus bersembunyi!” kata Axel, menarik Liam ke sudut ruangan di balik tumpukan barang.
Mereka berdua bersembunyi, merasakan ketegangan semakin meningkat saat suara langkah kaki mendekat. “Aku yakin aku mendengar sesuatu di sini,” suara seorang pria terdengar, menginterogasi para penjaga.
Axel menahan napas, berusaha tidak membuat suara. Dia dapat melihat kaki pria itu melalui celah, dan wajahnya terbayang dalam pikirannya. Dia tidak mengenalnya, tetapi aura kekuasaannya menakutkan.
“Cek bagian belakang. Jika mereka ada di sini, kita harus menangkap mereka sebelum mereka melarikan diri,” pria itu menginstruksikan.
Liam menatap Axel, wajahnya pucat. “Kita harus melakukan sesuatu,” bisiknya.
“Aku tahu, tapi kita tidak bisa terburu-buru,” Axel menjawab, mencoba tetap tenang.
Setelah beberapa menit yang terasa seperti selamanya, suara langkah kaki itu akhirnya menjauh. Axel dan Liam keluar dari tempat persembunyian mereka, melihat Jax dan Kai yang tampak tegang.
“Kita harus menemukan informasi dengan cepat,” kata Jax. “Kami tidak punya banyak waktu.”
Axel meraih sebuah kotak yang tampak mencolok. “Apa ini?” tanyanya, membuka kotak tersebut.
Di dalamnya, ada beberapa dokumen dengan cap yang jelas bertuliskan nama Iron Fist. “Ini dia!” seru Axel. “Kita bisa menemukan rencana mereka di sini.”
Mereka dengan cepat mengambil dokumen dan memeriksa isinya. Jax mengangguk saat membaca. “Ini adalah rencana untuk serangan besar-besaran ke wilayah Blackout. Kita harus memberi tahu Liam tentang ini.”
Axel merasa jantungnya berdebar. Dia tahu bahwa apa yang mereka temukan bisa mengubah segalanya. “Mari kita keluar dari sini,” kata Axel. “Kita harus memberi tahu semua orang.”
Dengan dokumen di tangan, mereka bergerak cepat menuju pintu keluar. Namun, saat mereka mendekati pintu, suara langkah kaki kembali terdengar di belakang mereka. Mereka melihat dua orang penjaga memasuki ruang penyimpanan.
“Lari!” teriak Kai, mendorong Axel ke arah pintu belakang.
Mereka berlari sekuat tenaga, mengejar cahaya di ujung lorong. Suara teriakan dan langkah kaki menggema di belakang mereka, mengisi hati Axel dengan rasa takut dan ketegangan.
“Ke arah sana!” teriak Jax, menunjuk ke arah pintu keluar yang lebih besar. Axel mengikuti tanpa ragu.
Saat mereka akhirnya mencapai pintu keluar, Axel menoleh untuk melihat apakah mereka diikuti. Tiba-tiba, suara ledakan terdengar, dan dia merasakan dorongan yang kuat saat sesuatu meledak di belakang mereka.
“Ayo, cepat!” teriak Jax, menarik tangan Axel.
Dengan kekuatan yang tersisa, mereka melarikan diri ke hutan, tidak berhenti sampai mereka jauh dari bahaya. Hidung mereka dipenuhi bau asap, dan hati mereka berdegup kencang.
“Apa yang terjadi?” Liam bertanya, berusaha menangkap napasnya.
“Kita harus segera memberi tahu Blackout tentang rencana ini,” kata Kai, menyapu keringat dari dahinya. “Kita tidak bisa membiarkan Iron Fist melakukannya.”
Axel menatap dokumen di tangannya, merasakan berat tanggung jawab yang baru. Mereka telah melangkah ke dalam perang yang lebih besar, dan mereka tidak bisa mundur sekarang.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
[𝐁𝐋] Kiss Me, Bastard!! [End✓ | New Version]
Подростковая литератураAxel Rodman tak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam satu malam tragis ketika tanpa sengaja dia menabrak seseorang di tengah jalan. Setelah kecelakaan itu, ancaman mulai menghantui hidupnya. Teror demi teror datang dari organisasi mafia mist...