Setelah berlari sejauh mungkin dari kerumunan anggota Iron Fist, Axel dan Liam akhirnya menemukan tempat persembunyian di sebuah gang sempit yang gelap. Napas mereka terengah-engah, dan Axel bisa merasakan detak jantungnya yang berdebar-debar.
“Apakah mereka masih mengikuti kita?” Liam berbisik, menempelkan telinga ke dinding untuk mendengarkan suara di luar.
Axel memandang ke arah pintu keluar. “Aku tidak tahu, tetapi kita tidak bisa berlama-lama di sini,” jawabnya, berusaha menenangkan diri.
Setelah beberapa saat menunggu dalam ketegangan, Liam akhirnya mengambil napas dalam-dalam. “Kita perlu melanjutkan rencana kita. Kita tidak bisa membiarkan mereka menemukan kita dan menghentikan apa yang telah kita mulai.”
Axel mengangguk, meskipun rasa takut masih menyelimutinya. “Tapi bagaimana jika kita tertangkap? Mereka bisa mengancam hidup kita.”
“Kita tidak akan membiarkan itu terjadi,” kata Liam tegas. “Aku tidak akan membiarkanmu terluka. Kita harus fokus dan mencari cara untuk membalikkan keadaan.”
Dengan hati-hati, mereka melangkah keluar dari gang dan menuju jalan yang lebih terang. Sinar bulan menerangi jalanan sepi, dan suara-suara malam membuat Axel merasa semakin waspada. Mereka menuju sebuah kafe kecil yang buka larut malam, berharap bisa menemukan informasi lebih lanjut di sana.
Di dalam kafe, suasana terasa lebih tenang, dan aroma kopi menyambut mereka. Mereka memilih meja di sudut, jauh dari pandangan orang lain. “Kita perlu memesan sesuatu agar tidak mencolok,” Liam berbisik.
Setelah memesan dua cangkir kopi, mereka duduk dengan serius. Axel merasakan ketegangan antara mereka; ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. “Liam, kau bilang tidak akan membiarkanku terluka. Tapi kita berada dalam situasi yang sangat berbahaya. Kenapa kau terlibat dalam semua ini?”
Liam menatap Axel dengan serius. “Karena aku peduli padamu. Sejak kita kecil, kau adalah satu-satunya orang yang mau berteman denganku. Aku tidak bisa membiarkan sesuatu yang buruk terjadi padamu.”
“Dan ini semua karena kau pemimpin Blackout?” Axel merasa ada rasa campur aduk di dalam hatinya. “Kau berurusan dengan mafia, Liam. Ini bukan dunia yang aman.”
“Aku tidak memilih untuk berada di sini,” Liam menjawab, nada suaranya lebih lembut. “Tapi aku bertanggung jawab untuk melindungi orang-orangku. Dan kau adalah orang yang paling berharga bagiku.”
Axel merasa perasaan campur aduk semakin mengganggu pikirannya. Ia teringat masa-masa ketika mereka masih remaja, ketika mereka berbagi mimpi dan harapan. “Tapi kita bisa keluar dari ini. Kita bisa meninggalkan semua ini di belakang.”
“Tidak semudah itu, Axel. Iron Fist tidak akan membiarkan kita pergi begitu saja,” Liam menegaskan. “Mereka akan mengejar kita hingga akhir.”
Setelah beberapa saat terdiam, Axel merasa keputusasaannya meningkat. “Apa rencanamu? Bagaimana kita bisa melawan mereka?”
“Pertama, kita perlu mengumpulkan lebih banyak informasi,” jawab Liam, dengan semangat baru. “Aku tahu seseorang yang bisa membantu. Mereka mungkin bisa memberi kita rincian tentang rencana Iron Fist dan apa yang mereka inginkan darimu.”
“Siapa orang itu?” tanya Axel, penasaran.
“Seorang informan yang bekerja di dalam organisasi. Dia tahu banyak hal, tetapi kita harus sangat hati-hati. Jika Iron Fist tahu kita mencari tahu informasi, itu bisa berakhir buruk,” Liam memperingatkan.
Axel mengangguk. “Baiklah, kita lakukan. Tapi kita harus memastikan kita memiliki rencana cadangan.”
Setelah menyelesaikan kopi mereka, Liam dan Axel bergerak keluar dari kafe, berusaha tidak menarik perhatian. Mereka berjalan menyusuri jalanan yang sepi, merencanakan setiap langkah dengan hati-hati.
Setibanya di lokasi pertemuan, mereka menemukan sebuah rumah tua yang tampak sepi. “Ini tempatnya,” Liam berbisik. “Tunggu di sini sementara aku mencari informan.”
Axel mengangguk, tetapi kekhawatiran membayangi pikirannya. “Hati-hati, Liam. Aku tidak ingin kehilanganmu.”
Liam tersenyum lembut. “Kau tidak akan kehilangan aku. Kita akan melalui ini bersama.”
Dengan perasaan campur aduk, Axel menyaksikan Liam memasuki rumah itu. Dia menunggu di luar, merasakan kegelisahan di dalam dirinya. Setiap detik berlalu terasa seperti berjam-jam. Tiba-tiba, suara teriakan dan dentuman keras terdengar dari dalam rumah.
Axel terkejut, jantungnya berdegup kencang. “Liam!” teriaknya, berlari menuju pintu.
Saat ia mendekati pintu, ia melihat beberapa pria keluar dari rumah dengan wajah marah. “Dia di dalam! Tangkap mereka!” salah satu dari mereka berteriak.
Axel merasa panik. Tanpa berpikir panjang, ia berlari masuk ke dalam rumah, berusaha mencari Liam. “Liam!” teriaknya, suaranya penuh kecemasan.
Di dalam, keadaan berantakan. Meja-meja terbalik, dan lampu-lampu berkedip. Axel berlari melalui lorong, mencari ke mana arah Liam pergi.
Dia bisa melihat bayangan Liam di ujung lorong, berusaha melawan dua pria yang mencoba menangkapnya. “Liam, di sini!” teriak Axel, berlari ke arah mereka.
Liam melihat Axel dan berusaha menariknya menjauh, tetapi sudah terlambat. Salah satu pria berhasil menangkap lengan Axel, menariknya ke belakang. “Kau tidak akan pergi ke mana-mana!”
Dengan sekuat tenaga, Axel melepaskan diri dan mendorong pria itu. “Liam, lari!” teriaknya, berusaha menjaga jarak.
Namun, saat mereka berusaha melawan, mereka dikelilingi. Axel merasakan ketakutan merayap di dalam dirinya. Dalam sekejap, semua harapan untuk melawan seolah-olah lenyap.
Mereka terjebak, dan dalam kegelapan itu, Axel menyadari bahwa mereka mungkin berada di ambang kehancuran.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
[𝐁𝐋] Kiss Me, Bastard!! [End✓ | New Version]
Novela JuvenilAxel Rodman tak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam satu malam tragis ketika tanpa sengaja dia menabrak seseorang di tengah jalan. Setelah kecelakaan itu, ancaman mulai menghantui hidupnya. Teror demi teror datang dari organisasi mafia mist...