Setelah berhasil melarikan diri dari markas Iron Fist, Axel dan teman-temannya berkumpul di sebuah apartemen sewaan yang aman. Suasana di dalam ruangan terasa tegang, setiap orang tampak berpikir keras tentang langkah berikutnya.
Liam duduk di meja, mencermati dokumen yang mereka ambil dari markas Iron Fist. “Kita memiliki informasi yang sangat berharga di sini. Rencana mereka untuk menyerang Blackout tampaknya lebih besar dari yang kita duga,” katanya, mengalihkan perhatian semua orang.
“Jadi, apa yang mereka rencanakan?” tanya Kai, duduk bersila di lantai dengan tatapan serius.
“Menurut catatan ini,” Liam melanjutkan, “mereka berencana menyerang beberapa titik strategis sekaligus. Ini bukan hanya tentang menghancurkan Blackout, tetapi mereka juga ingin mengambil alih wilayah kita.”
Axel merasa kemarahan membakar hatinya. “Mereka tidak akan mendapatkan wilayah ini tanpa perlawanan. Kita harus mempersiapkan diri.”
Jax mengangguk setuju. “Kita perlu mengumpulkan semua anggota Blackout dan memberi tahu mereka tentang rencana ini. Kita tidak bisa mengambil risiko terjebak dalam serangan mendadak.”
“Aku bisa menghubungi beberapa orang,” kata Liam. “Tapi kita perlu memastikan bahwa informasi ini tetap aman. Iron Fist pasti sudah menyadari bahwa kita mencuri dokumen mereka.”
Malam itu, mereka menghabiskan waktu merencanakan langkah berikutnya. Setiap anggota Blackout yang mereka hubungi akan dibawa ke tempat aman untuk berdiskusi lebih lanjut. Axel merasa beban berat di pundaknya, tetapi tekadnya untuk melindungi Liam dan semua yang mereka cintai membuatnya tetap kuat.
Ketika mereka selesai, Axel berbalik pada Liam. “Kau tahu, kita tidak bisa terus bersembunyi. Kita harus menghadapi mereka.”
Liam menatap Axel, sinar mata mereka bertemu. “Kau benar. Kita tidak bisa membiarkan ketakutan menghentikan kita. Kita harus melawan.”
Axel merasa hatinya bergetar mendengar kata-kata Liam. Di tengah kekacauan ini, ada ikatan yang lebih dalam antara mereka, sebuah kepercayaan yang semakin tumbuh. “Bersama-sama,” jawab Axel, tersenyum tipis.
Keesokan harinya, mereka mulai mengumpulkan anggota Blackout. Suasana di dalam tempat aman terasa penuh harapan, tetapi juga ketegangan. Setiap orang tampak waspada, mengetahui bahwa pertempuran ini akan menentukan masa depan mereka.
Setelah semua orang berkumpul, Liam berdiri di depan mereka, menyampaikan informasi yang telah mereka kumpulkan. “Kita dalam bahaya. Iron Fist merencanakan serangan besar, dan kita harus bersiap-siap. Kita tidak bisa membiarkan mereka mengambil alih.”
Seorang pemimpin besar menanggapi, “Apa rencananya? Bagaimana kita bisa melawan?”
“Pertama, kita perlu membagi anggota menjadi beberapa tim. Beberapa akan menjaga titik-titik strategis, sementara yang lain akan siap untuk melawan jika serangan terjadi,” jawab Liam. “Kita akan melakukan yang terbaik untuk melindungi wilayah kita.”
Axel merasa bangga melihat keberanian yang terpancar dari anggota Blackout. Mereka semua bersatu untuk melawan ancaman ini, dan dia tahu mereka akan melakukan apa pun untuk melindungi satu sama lain.
Setelah pertemuan, Axel dan Liam berada di luar ruangan, berbagi momen tenang. “Kau melakukan pekerjaan yang hebat,” kata Axel, melihat Liam dengan kagum. “Aku bisa melihat bahwa semua orang mengandalkanmu.”
“Terima kasih,” jawab Liam, wajahnya sedikit memerah. “Tapi ini bukan hanya tentangku. Kita semua bekerja sama.”
Sementara mereka berdiskusi, Axel merasakan ketegangan yang mengendap di udara. “Apa kau yakin tentang semua ini? Kita akan melawan orang-orang yang sangat kuat.”
“Tidak ada pilihan lain,” Liam menjawab tegas. “Kita tidak bisa terus melarikan diri. Kita harus berdiri bersama dan melawan.”
Di saat yang sama, sebuah mobil hitam melaju dengan cepat menuju lokasi mereka. Axel melihatnya dari kejauhan, merasakan firasat buruk. “Liam, ada sesuatu yang tidak beres.”
Sebelum mereka sempat bergerak, pintu mobil terbuka, dan sekelompok anggota Iron Fist melangkah keluar, siap menghadapi mereka.
“Siapa mereka?” tanya Jax, wajahnya berubah tegang.
“Aku tidak tahu,” jawab Axel, “tapi kita harus siap!”
Mereka semua bersiap-siap untuk melawan, tetapi anggota Iron Fist sudah melangkah maju, tersenyum licik. “Kami di sini untuk memberikan peringatan. Kalian tidak akan bisa menghentikan kami,” salah satu dari mereka berteriak.
Dengan napas yang terengah-engah, Axel dan Liam saling memandang. Saat ketegangan memuncak, Axel tahu bahwa pertempuran yang sebenarnya baru saja dimulai.
“Bersiaplah!” seru Axel, merasakan semangat membara dalam dirinya. “Kita tidak akan menyerah!”
Saat kedua belah pihak bersiap untuk berhadapan, Axel merasakan detak jantungnya berdegup kencang. Dia tahu mereka sedang menghadapi sesuatu yang lebih besar dari sekadar pertempuran antara dua kelompok. Ini adalah pertarungan untuk masa depan mereka, dan Axel bersumpah tidak akan mundur.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
[𝐁𝐋] Kiss Me, Bastard!! [End✓ | New Version]
Подростковая литератураAxel Rodman tak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam satu malam tragis ketika tanpa sengaja dia menabrak seseorang di tengah jalan. Setelah kecelakaan itu, ancaman mulai menghantui hidupnya. Teror demi teror datang dari organisasi mafia mist...