0.3 : Sakit Lagi

13.3K 768 62
                                    

RAJA on mulmed⬆️⬆️

ALHAMDULILLAH BISA KETEMU KALIAN LAGI DI PART INI><

SIAP UNTUK BACA? YUK LANGSUNG AJA‼️

HAPPY READING 💘

HAPPY READING 💘

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Masih ngakak gue gara-gara Pak Trisno." Anres lagi-lagi tergelak. Mengingat kejadian memalukan tadi.

"Siapa dulu dong, gue gitu loh," ucap Jordy berbangga diri. Namun, lengannya di pukul.

"Heh! Sama gue juga kali. Asik banget, besok gantian siapa ya?" Yogi bertanya.

"Bu Ningsih, haha. Dia kan kalem tuh. Lumayan," ujar Sean mengerlikan matanya. Yogi menjentikkan jarinya, senang.

"Si Bara minggu lalu ngga ikut rapat?" Axel bertanya pada Raja. Keenam cowok nakal yang sialnya tampan itu sedang asik menikmati makanan di kantin. Meja paling besar.

"Oh iya, gue nggak liat dia waktu itu. Heran, tumben banget tuh bocah enggak ikut," celoteh Jordy sembari memakan baksonya.

Raja hanya menyunggingkan senyumnya. Tangannya asik menusuk-nusuk bakso tanpa minat memakan.

"Gue rasa angkatan mereka ngga ada yang becus. Bahkan ada yang sering bolos rapat." Axel berujar demikian.

"Lusa Geng Fulgur ngajak war. Mereka mancing-mancing kita, katanya kalo kita nolak, nyawa di sekolah ini yang jadi jaminan," tutur Axel. Aura di wajahnya berganti seram. Tatapannya penuh mengintimidasi.

"Si Jahe nggak kapok emang! Baru aja bulan lalu masuk rumah sakit. Tau gitu mending kita masukin ke kejiwaan sekalian," cerca Jordy.

"Kita bahas nanti. Kumpul di tempat biasa jam tiga." Raja mengalihkan pandangannya pada Jordy. "Dy, lo kabarin anak-anak. Nggak ada yang boleh bolos, arau mereka akan tau akibatnya." Bersamaan dengan berakhirnya ucapan Raja, cowok itu menusuk bakso itu dengan begitu keras.

Yang melihat hanya meneguk salivanya yang seperti batu besar- kecuali Axel. "Siap, ketua!"

***

"Rin, kok bisa basah kuyup begini? Kamu kenapa?" tanya seorang gadis berkacamata bulat. Gadis itu duduk di samping kasur uks.

"A-ku ng-gak apa-apa," jawabnya dengan suara menggigil.

"Astaga Rin. Ini rambut kamu banyak banget yang rontok. Pulang yuk, aku anterin." Gadis itu memegang helaian rambut Karin dengan khawatir.

Karin menggeleng, sebagai penolakan. "Nan-ti, ma-mah ma-rah." Dia terus berkata sambil terbata-bata.

"Enggak, tante Cey nggak mungkin marah. Kita pulang ya? Aku anterin kamu."

Riska, gadis itu membantu Karin berdiri, dan menuntunnya hingga ke tempat parkiran, sebelum itu ia mengambil tas Karin yang ada di kelas. Namun, rupanya Dewi Fortuna sedang tak berpihak pada mereka. Di parkiran, Riska terlihat gelisah. Bagaimana tidak? Ban motor belakangnya kempes. Padahal tadi pagi masih benar.

"Karin, ban motor aku kempes. Kita cari busway aja yuk," ajak Riska. Karin hanya mengangguk. Gadis itu memeluk erat tubuhnya dengan wajah yang sudah pucat.

Butuh waktu 30 menit untuk sampai di kediaman Karin. Riska menekan bel berkali-kali berharap ada yang membukakan. Dia bernafas lega, akhirnya salah satu pembantu yang usianya 50 ke atas itu membuka pintu untuk mereka.

Pembantu itu nampak terkejut melihat anak dari majikannya sudah seperti orang tak bernyawa. Baru saja ingin masuk, namun Karin sudah pingsan terlebih dulu. Membuat keduanya terkejut.

Riska menepuk-nepuk pipi kiri Karin, berharap gadis itu sadar.

"Bi, ini gimana bi? Coba kita angkat ya. Bismillah."

Keduanya berusaha membopong Karin. Menaruhnya di kamar lantai bawah. Tentunya bukan kamar gadis itu. Riska membantu membuka sepatu dan melonggarkan gesper. Sementara Bi Uni membuat teh hangat.

Riska mengambil minyak kayu putih, kemudian mengoleskan di bawah hidung Karin. Gadis itu sampai menggosok tangan Karin yang dingin.

"Bi, tolong telfon dokter ya. Riska takut Karin kenapa-kenapa," pinta Riska saat Bi Uni sampai.

"Baik non, sebentar."

Sembari menunggu kedatangan dokter, Riska selalu berdoa agar temannya baik-baik saja. Astaga, bibirnya sudah begitu pucat.

"Permisi." Seorang dokter muda yang tampan datang ke kamar itu. Kemudian Riska menyingkir, membiarkan dokter itu memeriksa temannya.

Dokter mulai memeriksa tubuh lemah Karin. Setelah selesai, dia berdiri dan menghampiri Riska yang duduk.

"Sebaiknya Nona Karin di bawa ke rumah sakit. Kondisinya saat ini tidak memungkinkan jika di rawat di rumah," ucap dokter itu.

Air mata Riska mulai menetes. "Dokter, tolong buat Karin sembuh dok. Tolong bantu dia."

Dokter itu mengangguk. Kemudian menggendong tubuh Karin, masuk ke dalam mobilnya. Riska dan Bi Uni pun ikut serta. Mereka duduk di kursi belakang sambil menjaga Karin.

"Bi, tante Cey nggak di kasih kabar?" tanya Riska.

"Saya sudah telfon non. Katanya lagi ada meeting penting," jawab Bi Uni, sedih.

Astaga. Riska tak habis pikir. Ada juga seorang ibu yang tega pada anaknya. Lebih memprioritaskan pekerjaan ketimbang anaknya sendiri.

***

TO BE CONTINUED 👋🏻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TO BE CONTINUED 👋🏻

HAI!! GIMANA?? ADA REVIEW UNTUK PART KALI INI??

VOTE AND KOMEN, UNTUK NEXT 🔥🔥

50 Vote + 30 komen, bisa kan??

FOLLOW natzyaa buat yang belum follow!!

PAPAYYY‼️👋🏻

REX IMPORTUNUS | King BullyingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang