Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)
*
Sejak Jaemin ditangani satu jam yang lalu hingga sekarang Jaemin perlahan mulai menggerakkan tangannya, Lia tidak berhenti menangis. Bahkan matanya sudah bengkak, hidungnya memerah, napasnya tak beraturan tapi tetap saja Lia tidak berhenti menangis walaupun Sungchan sudah menenangkan. Kedua tangannya dia gunakan untuk menggenggam tangan kanan Jaemin yang tidak terpasang infus sambil terus berdoa untuk keselamatan Jaemin.
Sedangkan Jaemin perlahan mulai sadar, berusaha membuka matanya walaupun masih terasa berat. Bahkan dia sendiri sudah pasrah, dia kira dia tidak akan bisa bertahan tapi ternyata Tuhan masih berbaik hati memberikannya kesempatan. Perlahan, Jaemin membuka matanya walaupun pandangannya masih memburam tapi yang pertama kali dia lihat adalah wajah sembab Lia di sampingnya. Lalu setelahnya, fokus Jaemin akhirnya kembali, ternyata bukan hanya Lia tapi Sungchan juga ada di ruangan ini.
"Ponselku di mana?" tanya Jaemin, sesaat setelah membuka mata dengan sempurna. Hal itu langsung membuat Lia kesal setengah mati, bukannya menanyakan dirinya atau memberitahukan kondisinya tapi malah mencari ponsel. "Lia, ponselku di mana?"
"Sudah ku buang!" Li berdecak kesal dan melepaskan genggaman tangannya kemudian beranjak keluar dari ruangan. Entah mau ke mana tapi Jaemin tidak melarangnya.
Tatapan Jaemin beralih pada Sungchan yang masih terdiam di pojokan sambil bermain game. "Sungchan, tolong carikan di mana Lia meletakkan ponselku?" pinta Jaemin.
Sungchan akhirnya berdiri dan mulai membuka satu persatu laci nakas yang ada di samping ranjang. Melihat bagaimana Jaemin langsung menanyakan ponselnya sesaat setelah bangun, sepertinya Jaemin memang membutuhkannya untuk melakukan sesuatu. Dan Sungchan menemukannya pada laci paling akhir kemudian menyerahkannya pada Jaemin.
"Terima kasih." Jaemin berusaha untuk duduk walaupun badannya masih terasa remuk. Dia menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul dua pagi. Pikirannya tertuju pada Jaehyun dan Jeno, semoga kedua orang itu baik-baik saja. "Bisa tolong panggilkan aku Perawatnya?"
"Iya, tunggu sebentar." Sungchan segera keluar untuk memanggil Perawat seperti permintaan Jaemin.
Selagi Sungchan pergi, Jaemin langsung memeriksa apakah ponselnya baik-baik saja dan apakah rekaman audio itu masih ada. Untungnya, semua masih ada. Jaemin tidak habis pikir bagaimana Taeyong tahu pergerakannya. Kini, Jaemin harus memutar otak dua kali untuk bertindak.
Dering ponselnya membuatnya terkejut, ternyata ada panggilan dari Taeyong. Dia memang tidak menyimpan nomor ponselnya tapi Jaemin hapal akhiran nomornya. Jaemin mengepalkan tangannya kuat lalu memutuskan untuk mengangkatnya.
"Aku sedang memikirkan cara untuk membunuhmu, Na Jaemin. Woah, bahkan rasa benciku terhadapmu kini lebih besar dari pada Presiden Park. Kau, Jaehyun, dan Jeno pada akhirnya akan mati karena aku bersumpah akan membunuh kalian. Aku juga akan membalaskan kematian teman-temanku jadi tunggu saja."
"Bahkan jika pada akhirnya aku mati demi melindungi Presiden, tidak apa-apa karena itu memang tugasku. Tapi kau juga akan mati, aku bersumpah akan membuatmu tersiksa lebih dulu."
"Bagaimana bisa kau bertindak di saat kau terus terhalang oleh pacarmu. Bodoh, kalau aku jadi kau, tidak peduli risiko aku akan tetap masuk ke rumah Presiden Park dan mengabaikan pacarku. Apa itu yang kau sebut dengan dedikasi untuk negara?" Taeyong terkekeh lalu mematikan sambungan telponnya.
Jika tidak memikirkan rekaman audio yang diperlukannya, maka ponsel itu sudah melayang mengenai tembok. Wajah Jaemin merah padam menahan amarah. Ketukan pintu seketika mengalihkan perhatiannya lalu Jaemin berusaha menormalkan deru napasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALL MEN DO IS LIE [JAELIA✔️]
Fiksi Penggemar[TERBIT dan MASIH DAPAT DIBELI] We all have a story we will never tell. ©dear2jae 2021.