Part 7

2.5K 296 21
                                    

"Aku habis belikan Ella pakaian dan handphone." Ucap Maria santai.

"Handphone? Kemarikan handphonenya, aku harus pasang penyadap untuk memastikan anak ini bukan penyusup."

Sambil masih menunduk dan dengan ekspresi takut, Andin menyodorkan paperbag berisi handphone yang dibelinya tadi.

"Rama!" Maria menghentak suaminya dan menurunkan tangan Andin yang sedang menyodorkan paperbag tadi, melarang Andin memberikannya.

"Aku hanya memastikan dia tidak macam-macam." Rama mendebat istrinya.

"Masuk duluan, Ella. Mama perlu bicara dengan papa mu." Maria memerintah Andin untuk masuk ke dalam rumah lebih dulu, ia merasa perlu bicara dengan Rama.

"Tapi kalau tuan Rama keberatan, aku kembalikan ini ke mama." Andin kali ini menyodorkan paperbag nya pada Maria.

"Ngga, La. Bawa juga itu ke dalam, kamu bisa menggunakannya."

Andin baru hendak melangkah masuk ke dalam rumah, tapi Rama menghentikannya.

"Ini rumahku, bukan rumahnya. Aku belum mengizinkanmu masuk."

Andin kembali diam dan menunduk takut, lebih tepatnya pura-pura takut.

"Apa yang kamu mau, Rama?" Maria mengambil paperbag yang dipegang oleh Andin dan mengambil handphone di dalamnya.
"Ini, hanya handphone minim fitur yang dia minta untuk menghubungi keluarganya di panti asuhan. Apa yang bisa kamu curigai dari handphone ini? Aku yang membelikannya, tidak ada fitur tersembunyi di dalamnya." Maria terus mengomel pada suaminya untuk membela Andin.

Rama hanya diam setelah melihat handphone itu, Maria kembali memasukan handphone ke dalam paperbag dan kembali menyerahkannya pada Andin.

"Kamu bisa masuk sekarang." Maria meminta Andin masuk lagi, tapi Andin hanya bergeming karena Rama belum memberikannya izin. Maria yang mengerti langsung melemparkan tatapan tajam pada suaminya, membuat Rama akhirnya memberikan Andin izin untuk masuk.

"Kamu boleh masuk." Ucapnya acuh tak acuh, setelah itu baru lah Andin benar-benar masuk rumah dan langsung menuju kamarnya.

"Dengar Rama, aku rasa kamu ga perlu khawatir lagi dengan Ella. Tidak semua orang sejahat kamu dan para musuhmu." Maria langsung berlalu menyusul masuk ke dalam rumah.

Sementara Rama masih berdiri di tempatnya,
Maria benar, tidak semua orang sejahat dan seberbahaya kami. Tapi aku kan cuma ingin waspada untuk melindungi keluargaku, tidak ada yang salah. Untuk Ella, mungkin aku harus mulai percaya padanya, bahkan Maria sangat menyayanginya ntah apa yang sudah dilakukan gadis itu.

..

Andin sedang berada di dalam kamarnya di rumah Rama, membereskan beberapa baju yang tadi dibelikan oleh Maria. Sementara handphonenya, masih belum ia sentuh, malam nanti mungkin lebih aman karena tidak akan ada orang yang masuk ke kamarnya. Tidak lama Maria masuk ke kamarnya.

"Ella, boleh mama masuk?" tanya Maria di ambang pintu yang ia buka sedikit.

"Ma, boleh. Masuk aja." Andin mempersilahkan sambil tersenyum dengan beberapa potong baju dipangkuannya.

Maria duduk di pinggir tempat tidur berhadapan dengan Andin dan turut membantunya melipat baju-baju yang dibeli tadi.

"Maafin papa ya, dia cuma mau melindungi keluarganya. Tapi dia orang baik, dia penyayang keluarga. Pelan-pelan, dia pasti bisa terima kamu dengan baik."

Andin tersenyum dan mengangguk paham.
"Iya, gapapa ma. Aku ngerti."

"Katanya mau masak buat makan siang?" tanya Maria mengingatkan.

"Ohiya, aku masak dulu ya ma. Mama mau di sini aja?"

"Boleh mama di sini aja? Sekalian mama bantu beresin ini."

"Kalau mama mau di sini boleh, tapi mama ga usah repot-repot, biar aku aja nanti."

"Ngga kok, ga repot. Karena mama mau bantu masak tapi mama ga bisa masak haha." Maria tertawa kecil dengan pengakuannya sendiri.

Andin tersenyum lagi.
"Ya udah, kalau gitu aku tinggal ya ma."

Andin meninggalkan Maria di kamarnya untuk memasak ke dapur, sementara Maria masih di kamar Andin untuk membantunya membereskan baju-baju yang dibelinya tadi. Tidak tau apa yang Andin miliki tapi Maria merasa langsung bisa dekat dengan Andin, mungkin Maria bisa merasakan ketulusan Andin.

..

Malam ini, Andin sudah berada di kamarnya. Ia baru akan mulai mengaktifkan handphone yang dibelikan oleh Maria tadi. Setelah aktif, nomor pertama yang diketiknya di sana adalah nomor Aldebaran, kekasih yang ia yakini sangat mengkhawatirkannya sejak kemarin.

Sayang, ini aku. Aku aman, tolong jangan telepon. Rama masih sedikit curiga sama aku dan bahkan hampir pasang penyadap di handphone ini.

Aldebaran yang masih berada di kantornya setelah meeting di hotel Swissbell tadi, tampak senang menerima pesan dari kekasihnya. Tanpa menunggu lama, ia langsung membalas pesan itu.

Andin, syukurlah kamu baik-baik aja, saya khawatir sama kamu. Tetap waspada, Ndin. Jangan pernah tinggalkan handphone kamu, dia bisa aja pasang penyadap diam-diam nantinya.

Andin tersenyum, ia sudah bisa menduga apa yang akan dikatakan oleh kekasihnya itu, seperti tidak ada hari tanpa mengkhawatirkan Andin.

Iya, mas. Kamu juga baik-baik ya. Tolong maklumi juga kalo aku gabisa sering-sering kontak kamu, tapi aku usahain setiap hari akan kasih kabar.

Iya. Btw tadi sebelum meeting saya dengar Aiden bicara sama seseorang bernama Rama lewat telepon dan bilang butuh barang 1,25 gram dan minta dikirim malam ini. Apa itu mungkin Rama yang sama?

Sempit banget dunia ini ya, mas. Kalau dia emang minta barang dengan berat segitu sih kemungkinan emang Rama yang sama. Dia minta sabu, dia pemake ternyata.

Berarti jangan sampai dia tau kalau kamu ada di rumah Rama, saya takut dia kenal kamu karena kamu sering sama saya. Hati-hati, Ndin.

I will mas, udah ya. Ada kamera tersembunyi di kamar aku, aku gabisa sembarangan di sini. I love you.

Love you more, Andin. Take care.

Andin langsung menghapus riwayat chattingnya dengan Aldebaran, kemudian mematikan handphonenya dan menaruhnya di bawah bantal yang ia gunakan untuk tidur. Dengan maksud agar tidak ada orang yang bisa memasang penyadap ketika ia tidur. Jika terlihat kamera, ia bisa bilang bahwa itu adalah kebiasaannya di panti karena tempat tidur yang sempit dan tidak ada nakas di sampingnya.

..

Gerry sedang menonton sebuah video di handphonenya tapi itu bukan sebuah video film atau game, di layar itu menampilkan Andin yang sedang berada di kamarnya.

"Shit! Kenapa dari kemarin Ella ga ada ganti baju atau telanjang di kamarnya sih. Aargghh!"

Gerry kesal karena yang ia tunggu dari kemarin tidak juga terjadi.

"Gue gabisa bayangin Ella seindah apa kalau telanjang. Diliat dari luarnya aja udah eeuuhh.." Gerry bergumam sambil membayangkan Andin.

"Atau jangan-jangan dia sadar ya kalau ada kamera di kamarnya? Soalnya tumben banget orang di kamar sendiri tapi bawa baju ke kamar mandi, ga ganti di kamar aja. Kan ribet kalau kebasahan."

"Ah tapi mungkin kebiasaannya di panti asuhan kali ya karena satu kamar rame-rame, dia kan gadis kampung juga mana ngeh sama kamera ginian. Tungguin aja deh siapa tau nanti gue beruntung."








....
Ini lagi aja deh, males di cerita yang satunya. Terlalu didikte. Ku selalu open kritik saran tp bukan brrt harus didikte sampe detail untuk setiap bagiannya ya. Makasih.

MAFIA (Aldebaran & Andin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang