Part 17

2.8K 303 44
                                    

"Berhenti ya, keluar dari rumah itu."
"Menikah sama saya dan saya akan bawa kamu pergi jauh dari sini, kita tinggalkan semuanya di sini dan mulai kehidupan baru."
"Kamu mau ya?"
Al berkata dengan lembut, meminta dengan sunggung-sungguh sambil menatap dalam mata Andin dari jarak sangat dekat.

Andin diam, ia menikmati hembusan nafas Al di wajahnya.

"Iya, iya aku mau." Andin menjawab dengan tegas, membuat Al mengukir senyumnya.
"Tapi setelah aku selesai dengan apa yang sedang aku kerjakan sekarang." Ekspresi Al langsung berubah, ia melepaskan diri dari Andin. Mundur beberapa langkah untuk menjauhi Andin dan membelakanginya, mengesankan kekecewaan.

Andin menghampiri Al yang berdiri membelakanginya sambil memasukan kedua lengannya ke dalam saku celana. Andin berdiri di depan Al, sementara Al membuang pandangannya ke arah lain.

"Mas.." panggil Andin dengan lembut. Al masih pada pandangan awalnya.
"Sayang.." Andin memegang pipi Al agar menatapnya.
"Tolong mas, jangan gini. Dari awal kan kita udah sepakat, kamu setuju aku lakuin ini, ini udah setengah jalan."

"Saya ga pernah benar-benar setuju, Andin. Tapi saya terpaksa setuju." Al berucap penuh penegasan.

"Tapi aku ga mungkin mundur sekarang, sedikit lagi. Sabar ya sayang ya."

"Bukan masalah saya ga sabar, Ndin. Tapi saya khawatir sama kamu, sangat khawatir."

Andin memeluk pinggang Al dan mengusap punggungnya, agar kekasihnya itu tenang.

"Udah, semua akan baik-baik aja. Aku sayang sama kamu."

"Saya juga sayang sama kamu." Al membalas pelukan Andin, mendekapnya erat dan terus mencium puncak kepala Andin.

"Udah ya, aku gabisa lama-lama, sekarang kamu pergi dari sini." Andin akan melepaskan pelukannya tapi Al menahannya.

"Saya tunggu sampai handphone kamu datang ya, biarin kayak gini dulu, saya kangen." Al memang memerintahkan anak buahnya membawa handphone Andin berputar-putar agar jika ada yang melacak nomor Andin mereka akan terkecoh dan tidak akan menemukan posisi Andin sesungguhnya sampai waktu yang ditentukan oleh Al.

"Ngga mas, bahaya kalau pas mereka datang terus mereka berpapasan sama kamu. Pergi ya." Andin mendongakan wajahnya untuk menatap Al.

Al menggeleng pelan kemudian menenggelamkan wajahnya di leher Andin, menghirup harum yang ia rindukan selama ini, harum yang tanpa Al tau sudah dinikmati juga oleh pria lain. Al mengecup beberapa kali leher Andin, menciptakan desahan lirih keluar dari bibir Andin.

"Mhh.. mash.."

Ketika Al mulai menggigit dan menghisapnya, Andin menghentikan dengan menarik tubuhnya menjauh.

"Mas, jangan, nanti ada bekasnya. Udah ya kamu pergi sekarang dari sini. I love U."

Al kembali mendekat dan mencium bibir wanitanya, bibir mereka bertaut beberapa menit sampai Andin mendorong tubuh Al dan memintanya segera pergi.

"I love U too."
"Saya bantu ikat kamu sama tutup mulut dan mata kamu ya, biar nanti anak buah saya juga bisa langsung cepat pergi." Ucap Al.

Andin menjawab dengan anggukan. Al menuntun Andin duduk bersandar di dinding ruangan paling belakang gudang, kemudian mengikat tangan dan kakinya dengan tali.

"Sakit ga? Kekencengan?" Tanya Al setelah mengikat mati tangan Andin. Andin menggeleng.

Kemudian Al beralih mengikat kaki Andin,
"Kalo kekencengan bilang ya."

"Iya, sayang." Andin tersenyum, begitu khawatir prianya ini.

Setelah selesai dengan ikat mengikat, Al mengeluarkan lakban hitam dari saku jasnya untuk menutup mulut Andin. Tapi sebelum itu ia kembali mengecup bibir Andin sekilas.

MAFIA (Aldebaran & Andin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang