4

3.5K 414 24
                                    

Pagi ini, Al sudah bersiap untuk berangkat ke kantor dan Andin pun membenahi dirinya, bersiap untuk rencananya hari ini.

"Nanti kamu pulang ke rumah kamu ya, jangan sekali-sekali kamu datang ke sini lagi tanpa izin dari aku. Aku takut kamu dalam bahaya kalau aku sampai ketauan, karena mereka pasti akan cari tau tentang rumah ini." Andin kelepasan berucap seperti itu, menunjukan ketidakpercayaan dirinya di depan Aldebaran.

"Apa-apaan Andin! Kamu bahkan ga yakin sama diri kamu sendiri, gimana saya bisa percaya sama kamu!" Akhirnya Al kembali memarahinya, perdebatan yang sama akan kembali di mulai.

Sebenarnya Andin memang tidak yakin akan berhasil, karena ia akan sendirian di sana, tapi ia berpura-pura yakin. Kalaupun ia harus mati, setidaknya ia sudah berusaha sekuat tenaganya untuk membalaskan dendam keluarganya, daripada tidak melakukan apa-apa dan akan menimbulkan penyesalan nantinya. Andin sama sekali tidak takut mati.

"Bukan gitu maksud aku."

"Jadi apa?"

"Kalau aku ketauan aku masih bisa melawan, sayang. Aku ga akan mati begitu aja. Tolong ya, aku mohon sama kamu, dengerin aku." Andin sungguh-sungguh memohon pada kekasihnya, ia khawatir pada Aldebaran.

Al membuang wajahnya dari tatapan Andin, apapun yang ia katakan untuk menahan Andin tidak akan didengarkan. Andin menyentuh kedua pipi Al, ia tau kekasihnya itu sedang marah saat ini.

"Sayang.." Andin berharap Al mau menatapnya. Tapi Al malah meninggalkan Andin yang sedang berdiri di depan cermin meja rias di kamarnya, Al duduk di pinggir tempat tidur.

"Sayang.." Andin mengikuti Al dan berdiri di depannya. Kedua tangannya memaksa Al untuk menatap dirinya.

"Jangan marah ya"
"Percaya sama aku ya"
Andin terus mengelus pipi kiri dan kanan Aldebaran, membujuknya agar tidak marah.

"Sayang, aku gamau di pertemuan terakhir kita ini kesannya ga baik, kamu marah sama aku." Tanpa sadar Andin mengucapkan kata yang seharusnya tidak keluar dari mulutnya.

"Maksud kamu apa pertemuan terakhir? Kamu minta saya percaya sama kamu kalau kamu akan kembali kan?" Aldebaran menekan setiap katanya sambil menatap tajam Andin, tapi matanya memerah.

Andin tersenyum, menyadari bahwa ia salah bicara.

"Maksud aku, pertemuan terakhir sebelum aku berjuang di luar sana, pertemuan sebelum aku kembali nanti. Kamu sensi banget sih."

"Ga lucu, Andin. Kalau kamu mau saya percaya sama kamu, kamu harus percaya dulu sama diri kamu sendiri."

"Iya, aku percaya kalau aku pasti bisa. Aku akan ingat ada kamu yang nunggu aku kembali. Jangan marah ya, aku sayang sama kamu. Jangan biarin pas aku di sana nanti yang aku ingat itu muka cemberut dan juteknya kamu."

Al menarik Andin untuk duduk di sebelahnya. Kali ini gantian Al yang menangkup kedua pipi Andin dan mengelusnya.

"Saya percaya sama kamu, saya percaya kamu akan tepatin janji kamu sama saya, saya percaya kamu hebat. Tolong selalu ingat saya setiap kamu mau bertindak di sana, jangan pernah gegabah. Selesaikan semuanya dan saya tunggu kamu kembali."

Andin tersenyum dan mengangguk.
"Aku janji."

"Saya cinta sama kamu, Ndin."

"Aku tau, dan I love you more, sayang."

Al mendekat dan mengikis jarak di antara mereka, kini bibir mereka sudah bertautan, saling melepaskan rasa emosi dan ketakutan di dalam diri masing-masing, sampai semua rasanya berubah menjadi keinginan antara satu dengan yang lainnya.

MAFIA (Aldebaran & Andin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang