Happy reading🌷
🌟🌟🌟
Pagi-pagi sekali Chenle menyempatkan dirinya mampir ke toko bunga untuk membeli sebuah bouquet bunga kesukaan mantan kekasihnya.
Setelah membeli bunga, Chenle berdiri ditempat dimana semua manusia beristirahat dengan tenang dirumah terakhir mereka.
Chenle berjongkok seraya tersenyum tipis menatap batu nisan bernamakan Bintang itu sembari mengelusnya lembut.
"Selamat pagi," monolog Chenle seakan Bintang mendengarkan sapaannya.
Laki laki itu menaruh bunga yang dibelinya tadi diatas makam Bintang. Dengan fokus Chenle menutup matanya seraya menadahkan tangannya untuk mulai berdoa agar tuhan senantiasa melindungi kekasihnya itu.
Setelah selesai, Chenle perlahan membuka matanya dan kembali menatap batu nisan dihadapannya tanpa menghilangkan senyum diwajahnya.
Suasana pagi hari ini cukup sepi, suhu udara yang ada ditempat itu cukup menyejukkan. Chenle kembali menampilkan senyum tipisnya.
"Apa kabar?" kata Chenle. "Pasti kamu sudah bahagia disana kan?"
"Aku udah gak khawatir lagi kok," ujar Chenle menjeda perkataannya. "Semua rasa sakit kamu sudah hilang sekarang."
"Kamu bisa bebas pergi kemana pun kamu mau, Bintang," lirihnya menahan sesak dalam diam.
"Kamu pasti lagi tersenyum bahagia disana kan? Aku.. ikut seneng kalo itu memang terjadi."
"Maaf baru kunjungin kamu lagi kesini, kamu pasti marah kan karna aku baru datang?" Chenle terkekeh dengan ucapannya sendiri.
Laki laki itu berbicara layaknya Bintang memang benar benar mendengarkannya.
Terlihat seperti orang gila, tapi itulah Chenle. Semua dia lakukan demi melampiaskan semua emosinya tanpa menyakiti orang lain tentunya.
"Aku boleh cerita sesuatu sama kamu?" Chenle tersenyum, ia seperti sedang mengadu kepada sang ibu saat meminta izin bercerita dengan Bintang.
"Kamu bilang papa sayang sama aku, tapi kenapa dia malah pukul aku kaya kemarin?" Adunya.
"Apa rasa sayang papa itu cuman bisa disalurin lewat pukulan?"
"Kalo iya, bener bener kreatif." Laki laki itu tertawa miris.
"Setelah semuanya terjadi, siapa yang salah sekarang? Aku atau papa? Kenapa dia lebih sayang sama anak orang lain dibandingkan darah dagingnya sendiri?"
Chenle menyeka air matanya, seakan tidak mau Bintang melihat dirinya menangis didepannya.
Namun sekuat apapun laki laki itu bertahan. Tetap saja air mata itu terus keluar dari pelupuk netra Chenle. Chenle sangat membenci dirinya yang lemah.
"Aku capek.."
"Apa yang harus aku lakukan lagi didunia ini sedangkan kamu lebih dulu pergi hah?!" Chenle yang mulai tersulut emosipun mengusak rambutnya frustasi.
"Jawab Bintang!!!"
"Kenapa kamu diem terus? Jawab aku Bintang... kamu bisa marah sama aku sekarang.. pukul aku semau kamu seperti dulu lagi.." Chenle merubah nada bicaranya melemah.
"don't be silent... please." Lirih Chenle.
"Chenle." Panggilan seseorang yang ada dibelakang Chenle membuat sosok itu tersentak dan langsung menghapus air matanya perlahan.
Chenle menoleh ke belakangnya melihat sosok gadis yang selama ini menjadi guru sampingannya berdiri dihadapannya.
Chenle terkejut melihat Starla yang tiba tiba berdiri dihadapannya terlebih ditempat pemakaman Bintang.
KAMU SEDANG MEMBACA
(i) ʜɪʀᴀᴇᴛʜ [ᶜʰᵉⁿˡᵉ]
Teen Fictionˢᵉᵈⁱⁿᵍⁱⁿ ᵍᵘⁿᵘⁿᵍ ˢᵃˡʲᵘ ᵃᵏᵃⁿ ᵐᵉⁿᶜᵃⁱʳ ʲⁱᵏᵃ ˢᵘᵃᵗᵘ ˢᵃᵃᵗ ᵐᵉᵗᵉᵒʳ ᵐᵉⁿⁱᵐᵖᵃ ᵈⁱᵃᵗᵃˢⁿʸᵃ, ˢᵉʲᵃᵘʰ ᵇᵘᵐⁱ ᵈᵉⁿᵍᵃⁿ ᵍᵃˡᵃᵏˢⁱ ᵃⁿᵈʳᵒᵐᵉᵈᵃ ᵖᵃˢᵗⁱ ᵃᵏᵃⁿ ᵐᵉⁿʸᵃᵗᵘ ˢᵉᵖᵉʳᵗⁱ ᵖᵃⁿᵍᵉʳᵃⁿ ᵈᵃⁿ ᶜⁱⁿᵈᵉʳᵉˡˡᵃ. ᵂᵉ ᵃʳᵉ ⁿᵒᵗ ᵗʰᵉ ˡᵃˢᵗ. ⁻ˢᵃʳᵏᵃʳᵃ ᶜʰᵉⁿˡᵉ ᵐᵃʰᵉⁿᵈʳᵃ 🔱firasbluelight21 Happy reading💙 ˢᵗ...