"Mas Badrun!" pekik Reni memanggil kakak laki-lakinya yang sedang berada di dalam kamar.
Mereka berdua tidak mengetuk pintu terlebih dahulu saat memasuki rumah Badrun, langsung nyelonong aja gitu seperti sang empunya rumah ini.
Sedangkan Yanti saat ini sedang memeriksa isi kulkas di rumah ini yang selalu penuh dengan buah-buahan dan makanan kesukaan Santi dan Badrun.
Badrun yang sudah dipanggil berkali-kali oleh Reni mulai keluar dari dalam kamarnya dengan raut wajahnya yang kusut.
"Mas, minta uang belanja!" todong Reni tanpa basa-basi terlebih dahulu.
Dari arah dapur Yanti datang menghampiri mereka berdua sambil memakan sebuah apel di tangannya.
"Drun, si Santi kemana?" tanya Yanti sambil mengunyah apel di mulutnya sehingga menimbulkan decap suara menjijikkan yang keluar dari mulutnya.
"Santi lagi di rumah orangtuanya, Mbak." sahut Badrun.
"Lah, padahal Mbak pengen digorengin ayam ungkep yang ada di kulkas. Kalau gitu nanti kalau Santi sudah pulang, tolong bilangin ke dia ya, Mbak minta digorengin ayam ungkep dan sekalian anterin ke rumah Mbak ya!" pinta Yanti seenaknya.
"Mm," jawab Badrun singkat.
"Sekalian kirimin aku juga ya, Mas!" pinta Reni tidak mau kalah.
"Huuu, dasar tukang ikut-ikutan," cibir Yanti sambil menyikut Reni pelan.
"Biarin," jawab Reni cepat.
"Oh iya, uang belanjaannya udah dikasih belum, Ren?" tanya Yanti kepada adik perempuannya itu.
"Belum, Mbak. Ini aja baru mau minta,"
"Drun, cepetan gih kasih kami uang buat belanja! Siang ini kami mau belanja nih," pinta Yanti.
"Sekalian uang belanja buat bengkel juga, Mas!" tambah Reni.
"Kenapa setiap kali mau belanja selalu minta ke aku, Mbak, Ren?" tanya Badrun yang kali ini sudah sadar karena uang di kotak penyimpanan uangnya tinggal sedikit.
"Lha, semua uang pendapatan kan kami kasih semua ke kamu, Drun. Kamu lupa ya?" sungut Yanti yang langsung ngegas.
"Nggak semuanya. Kalian selalu bilang kalau uang yang dikasih ke aku itu hanya separuh keuntungan dan separuhnya lagi buat diputer lagi, tapi selama empat bulan ini kalian selalu minta uang belanja ke aku. Lalu yang separuhnya lagi kemana? Aku dari dulu nggak terlalu mempermasalahkan karena kalian bilangnya biar makin banyak barang dagangannya dan nantinya keuntungan semakin berlipat ganda, tapi mana buktinya? Semakin lama uang yang kalian kasih ke aku makin tipis aja," dengus Badrun.
"Oh, gitu! Kamu lagi nuduh Mbak sama Reni ini korupsi uang warung kamu!" Yanti langsung nyolot ke arah Badrun. "Pinter banget fitnah orang ya kamu sekarang, Drun. Harusnya kamu itu bilang makasih ke kami bertiga karena ngurusin warungnya kamu, sedangkan kamu cuma tinggal ongkang-ongkang kaki nikmatin hasilnya doang!" bentak Yanti sambil nunjuk-nunjuk ke arah Badrun.
"Iya, nih. Nggak tahu terimakasih banget kamu, Mas." sinis Reni tidak mau kalah dengan Yanti dalam merundung saudara laki-lakinya ini.
"Sudah, Mbak sama Reni dan juga Mbak Ingah sudah tidak mau lagi ngurusin warungnya kamu. Sana urus sendiri warungmu! Kita lihat apa kamu bisa buat warungmu bertahan seperti kami yang bisa mempertahankan warungmu selama empat bulan meski harus bersaing dengan warungnya si Mira s*alan itu."
"Iya, sana urus sendiri warungmu, Mas. Biar Mas tahu bagaimana susahnya ngurus warung dan ngehadepin para pembeli yang nyebelin." dengus Reni.
"Ayo, Ren, kita balik aja!" ajak Yanti menggandeng tangan Reni untuk segera pergi dari rumah Badrun.
Sedangkan sang empunya rumah hanya bisa bengong saat diserang oleh kedua saudara perempuannya yang sangat lihai menyerang balik lawan bicaranya sampai-sampai Badrun tidak sempat menyerang balik kembali.
"Arrghhh," erang Badrun kesal sambil menjambak rambutnya karena pusing dengan keadaan saat ini. Dia memang laki-laki yang lemah jika sudah berhadapan dengan Ibunya dan para saudaranya, namun sangat galak saat menghadapi Mira, mungkin karena Mira selalu diam dan lemah lembut dan juga nurut jadi dia dengan seenaknya menginjak-injak Mira tanpa belas kasihan saat mereka berdua masih bersama dulu.
Yanti dan Reni pergi dari rumah Badrun dengan hati yang kesal karena mereka tidak berhasil mendapatkan uang yang seharusnya mereka dapatkan hari ini.
"Gagal shopping-shopping kita, Mbak." keluh Reni. "Padahal aku lagi ngincer baju rumbai-rumbai kayak anaknya Pak Kades di Toko Fesen."
"Mau gimana lagi,"
"Harusnya tadi Mbak jangan langsung nyolot, kan bisa dirayu-rayu secara halus tuh Mas Badrun biar kasih kita uang."
"Kalau Mbak nggak langsung nyolot, apa kamu mau kalau kita nanti disuruh ganti rugi dan balikin semua uang belanjaan yang udah kita tilep selama ini?"
"Ogah, mana ada duit buat balikin semua duit itu," tukas Reni cepat.
"Nah makanya Mbak langsung nyolot ke si Badrun,"
"Tapi kalau gini caranya, kita nggak ada pemasukan lagi dong tiap minggu dan tiap bulan, huh," tubuh Reni langsung lemas membayangkan masa masa mendatang tanpa uang tilepan belanja.
"Ya, daripada ntar kita kebawa-bawa ikut jatuh bareng si Badrun, ya mending kita lepas tangan dari sekarang. Kamu kan tahu gimana sepinya pembeli akhir-akhir ini. Ntar kalau kita masih kerja di warungnya si Badrun, nanti malah repot lagi, si Badrun pasti minta kita patungan buat bangkitin warungnya lagi, atau bantuin dia nyicil utangnya ke Bank. Kalau Mbak sih ogah ya kebawa-bawa susah sama si Badrun."
"Hiii, aku juga ogah, Mbak." gidik Reni ngeri.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Bangkrut Usai Ceraikan Istri (Ibuku Sayang Ibuku Malang)
General FictionSudah TAMAT .... Semua part masih lengkap .... "Uang anak perempuan yang telah bersuami itu haram hukumnya dinikmati oleh orangtuanya, Mir!" hardik suamiku sembari merampas uang sepuluh ribuan kertas dari tangan Ibu kandungku. *** Mira seorang wani...