"Bentar ya, Mbak cek barang-barangnya dulu," ucap Mira yang mulai bergerak mengecek semua laci dan tempat penyimpanan barang dagangannya.
"Minyak curah dua puluh kilo, minyak kemasan satu literan dua puluh bungkus, yang dua literan lima belas bungkus, terus k*nidin anak sama *ntimo anak masing-masing dua pack, lalu..." Mira menyebutkan semua barang-barang yang perlu dibeli. Tidak berhenti sampai disitu, Mira juga mulai mengecek gudang penyimpanan barang mereka yang letaknya ada di sebuah rumah seberang jalan aspal ini. Pemilik rumah itu masih saudaraan dengan Bu Laksmi dan beliau sekeluarga sedang pergi merantau ke luar kota, daripada rumah itu rusak karena tidak dihuni, akhirnya Bu Laksmi meminta ijin untuk menggunakan rumah itu menjadi gudang penyimpanan barang-barang dagangan anaknya dan Mira.
"Udah nih, Mbak? Cuma segini aja barang yang mau dipesan?"
"Iya, Zal. Segitu aja dulu, soalnya di gudang masih banyak stoknya."
"Oke, sip."
"Eh, Tipe-X sama double tape-nya satu pack dulu, Zal. Kemarin ada yang nanyain Tipe-X sama double tape soalnya,"
"Oke, sip. Izal kirim ya, Mbak? Beneran udah nggak ada lagi barang yang perlu dipesan kan?"
"Iya, udah semuanya kok."
"Izal kirim ya,"
Mira mengangguk mengiyakan.
Pesan sudah terkirim ke nomor pegawai Toko Senen. Rizal tidak pernah protes saat Mira ingin menambahkan barang baru dalam list belanjaan mereka, meski dia tahu bahwa orang yang membutuhkan barang itu hanya satu orang pembeli, namun setelah mengetahui trik dagang dari wanita di depannya itu, membuatnya selalu menuruti apa yang dikatakan oleh Mira.
Prinsip Mira adalah jangan kecewakan satupun pembeli yang mampir di warungnya, dan jangan meremehkan satupun pembeli yang singgah di warungnya. Kita tidak tahu bahwa setitik noda dan setitik cela itu bisa mengaramkan sebuah tempat usaha dalam sekejap.
Mira menjaga betul sikapnya kepada para pembelinya, terutama kepada orang-orang yang doyan ngutang dan tak mau bayar, Mira mensiasatinya dengan tempelan kertas di dinding warungnya yang mengatakan tidak menyediakan bon, dan memohon maaf dengan sangat hati-hati kepada pembeli tipe-tipe seperti itu saat mereka merengek ingin berhutang agar penolakan Mira tidak menyakiti hati mereka, ya meskipun ujung-ujungnya mereka tetap kesal, namun setidaknya mereka tidak sakit hati dengan penolakan yang Mira berikan.
Berbanding terbalik dengan sikap para mantan Kakak Ipar dan Adik Ipar Mira yang saat ini malah sedang membentak seorang pembeli yang ingin mengutang.
"Utang kemarin aja belum dilunasi sudah mau ngutang lagi, nggak ngotak ya!" bentak Reni.
"Modal warung jadi mandeg nih gara-gara sampean nggak pernah bayar utang," sinis Yanti.
"Pasti saya bayar kok nanti kalau suami saya sudah kirim uang bulanan." terang Bu Yuli.
"Halah alasan," timpal Ingah, "paling nanti ujung-ujungnya nggak bayar lagi,"
"Jadi bakul kok pada nyolot-nyolot gini, kalau nggak mau ngutangin ya sudah jangan bentak-bentak dan nyinisin saya. Warungnya bangkrut baru tahu rasa nanti." cibir Bu Yuli yang langsung berlalu dari warung itu dengan hati yang dongkol.
"Heh, Bu Yuli! Bayar dulu hutangnya!" teriak Reni memanggil Bu Yuli agar kembali.
"Bodo amat!" sahut Bu Yuli tidak kalah nyaringnya.
"Dasar tukang ngutang nggak tahu diri!" pekik Reni mengatai Bu Yuli.
Bu Yuli yang tidak terima dihina akhirnya mengeluarkan sebuah sumpahan yang buruk. "Aku sumpahin warung kalian bangkrut sebangkrut-bangkrutnya, entong bebek, entong alas, cuih," ludah Bu Yuli yang di arahkan ke warungnya Badrun meski air liur itu tak sampai.
"Dasar Yuli s*alan," umpat Reni dan para Kakaknya.
Tidak lama kemudian, setelah kejadian umpat mengumpat itu datang suaminya Reni yang ingin minta uang belanja keperluan bengkel.
"Ma, minta uang buat belanja oli dan keperluan bengkel lainnya!" pinta Galih.
"Lho kok mintanya kesini? Minta uangnya ya ke Mas Badrun, wong kita juga mau minta uang belanja ke Mas Badrun."
"Lagi males ke rumahnya Mas Badrun,"
"Ya ampun, cuma jalan kaki bentar doang, jaraknya juga nggak nyampe seratus meter kok males,"
"Lagi awang-awangen aja, Ma. Udah cepet mana uangnya?" tagihnya lagi.
"Kan sudah dibilang di warung nggak ada uang. Sana minta Mas Badrun aja!"
"Kamu aja sekalian yang mintain, bukannya nanti kamu sama si Mbak mau minta uang belanja ke Mas Badrun?"
"Yo wes, nanti biar aku aja yang mintain sekalian."
Galih yang sudah mendapatkan kata sanggup dari Istrinya mulai meninggalkan warung dan mulai duduk kembali di bangku bengkelnya sambil mengutak-atik hapenya.
"Mbak, udah saatnya kita belanja nih. Yuk kita minta uang ke Mas Badrun!" ajak Reni kepada Ingah dan Yanti.
"Sana kalian berdua aja yang ke rumahnya Mas Badrun, Mbak mau disini aja jaga warung," ujar Ingah.
"Ya sudah kalau gitu Mbak Ingah yang nulis daftar belanjaannya aja ya!"
"Beres," sahut Ingah menyanggupi, "itu mah soal mudah, nggak nyampe sepuluh menit juga beres."
"Kita tinggal dulu ya, Mbak!" pamit Reni dan Yanti.
"Oke,"
Sepeninggal Reni dan Yanti, Ingah segera menggasak uang yang ada di laci warung sebesar dua puluh ribu saja, sengaja hanya mengambil sedikit karena takut ketahuan jika kebanyakan membawanya.
"Lama-kelamaan nggak bisa ngambil uang banyak-banyak, makin seimprit aja uang di laci ini nggak kayak dulu lagi." keluh Ingah.
Ingah kini beralih ke barang dagangan yang ada di warung ini, dia memasukkan barang-barang yang biasa dia perlukan untuk keperluan dapur dan rumah tangga seperti sabun dan lain-lain ke dalam sebuah kresek besar, lalu membawa semua barang-barang itu ke rumahnya melalui pintu belakang warung ini dengan cara mengendap-endap agar tidak ketahuan oleh Galih atau Bu Saadah.
Sebenarnya bukan hanya Ingah saja yang seperti ini, namun Yanti dan Reni pun melakukan hal yang sama tanpa sepengetahuan satu sama lainnya. Galih pun tidak luput dari cara curang ini, dia juga sering mengantongi pendapat bengkel ke dalam dompetnya sendiri dan separuhnya lagi dia setorkan kepada Badrun.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Bangkrut Usai Ceraikan Istri (Ibuku Sayang Ibuku Malang)
Narrativa generaleSudah TAMAT .... Semua part masih lengkap .... "Uang anak perempuan yang telah bersuami itu haram hukumnya dinikmati oleh orangtuanya, Mir!" hardik suamiku sembari merampas uang sepuluh ribuan kertas dari tangan Ibu kandungku. *** Mira seorang wani...