Aku dan Ibuku secara bertahap mendekati kedua orangtuanya Santi.
Awal mulanya kami bergerak pelan-pelan agar mereka tidak menolak kami mentah-mentah, mengingat aku sudah beristri dan si Santi masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Ya, meskipun sebentar lagi lulus, tapi tetap saja aku takut kalau aku ditolak mentah-mentah jika melakukan pendekatan secara frontal.
Lama-kelamaan setelah melihat tanda-tanda bahwa mereka berdua memberikan lampu hijau kepada kami, aku dan Ibuku mulai lebih sering datang berkunjung ke rumah mereka.
Tidak tanggung-tanggung, setiap kali aku datang bertamu, aku pasti membawa banyak buah tangan, belum lagi uang cash yang aku berikan kepada kedua orangtuanya si Santi, semakin memudahkanku untuk mendapatkan restu dari kedua orangtuanya si Santi.
"Kalau Ibu sama Bapak sih tidak keberatan kalau Nak Badrun jadi menantu kami, asalkan Nak Badrun bisa membahagiakan si Santi anak kami satu-satunya," ucap Bu Romlah.
"Tenang saja, Bu. Aku pasti akan membahagiakan si Santi dan mencukupi semua kebutuhannya." jawabku cepat.
"Iya, Bu Romlah, kamu tenang saja, anakku kan sudah mapan dan penghasilan dari warung miliknya juga tidak sedikit, sudah bisa dipastikan si Santi akan hidup nyaman dan selalu bahagia jika menikah dengan anakku ini." sambung Ibuku. "Jika kita jadi besan, Bu, kita bakalan jadi orang kaya nomor satu di Desa Kincir ini. Pemilik warung yang sukses," sambil menunjukku, "ditambah dengan pemilik lahan sawah yang luas," sambil menunjuk Bu Romlah, "beuh... Pak Ganjar bisa kegeser sama kita, Bu, posisinya, dari gelar orang kaya nomor satu di Desa ini." ucap Ibuku mengagul.
Senyum bahagia dari kedua orangtuanya si Santi tidak bisa disembunyikan dari kami, mereka langsung tersenyum senang setelah mendengar perkataan Ibuku.
"Tapi bagaimana dengan si Mira?" kini Bu Romlah mulai menyinggung nama istriku.
"Tenang saja, si Mira pasti akan segera diceraikan oleh anakku," sahut Ibuku, "iya, kan, Drun?" tanyanya padaku.
"Iya," aku menganggukkan kepalaku dengan kaku.
Sebenarnya aku tidak ada niatan untuk menceraikan si Mira, sebab si Mira sangat berguna bagiku untuk mengurus warung. Aku juga tidak mau kalau si Santi kelak harus ikut capek dalam mengurus warungku, dia tidak boleh bekerja kasar dan pekerjaannya hanya khusus untuk merawat dirinya saja dan menyenangkanku di atas ranjang. Biarlah si Mira saja yang banting tulang untuk bekerja, dan aku selaku suaminya yang ganteng ini tinggal ikut menikmati semua hasilnya.
Misi utamaku saat ini adalah untuk mendapatkan hatinya si Santi, kalau masalah cerai-menceraikan si Mira itu urusan nanti.
Aku dibantu oleh kedua orangtuanya si Santi mulai mendekati si Santi, namun gadis itu yang telah lulus sekolah SMA selalu ketus kepadaku dan selalu menekankan kepadaku dan kepada orangtuanya bahwa dia sudah punya pacar yang bernama Damar Prayoga dan jika kami tetap memaksanya untuk menikah denganku, dia mengancam akan kabur dari rumahnya.
"Gimana ini, Drun. Si Santi malah ngancem mau kabur dari rumah." tanya Bu Romlah khawatir. "Dia itu anakku satu-satunya,"
"Tenang, Bu, tenang," ucapku menenangkan Bu Romlah yang sedang panik.
"Gimana Ibu bisa tenang, Drun. Anakku ngancem mau kabur lho,"
"Apakah saat ini Ibu sudah berubah pikiran dan tidak jadi menjodohkanku dengan si Santi?" tanyaku hati-hati.
"Sebenarnya Ibu sih pengen banget kamu nikah sama si Santi, tapi anaknya malah kayak gitu. Kalau terus dipaksa, dia bisa beneran kabur,"
"Kalau seumpamanya si Santi aku dukunkan ke Abah Toyip, Ibu keberatan tidak?" tanyaku hati-hati.
Kulihat Bu Romlah langsung terdiam.
'Aduh b*go banget sih kamu, Drun.' rutukku dalam hati. 'Kalau mau ngedukunin si Santi ya tinggal didukunkan saja, kenapa malah minta ijin segala.'
"Ibu juga tadi mau ngasih saran kayak gitu ke kamu, Drun." celetuknya. "Tapi takut kamu nggak mau. Niatnya sih mau Ibu dukunkan sendiri ke Abah Toyip, tapi karena kamu juga berpikir hal yang sama, ya sudah biar kamu saja yang ngedukunin si Santi."
Senyumku mengembang mendengar penuturan dari Bu Romlah yang ternyata satu pemikiran denganku. Mungkin penyebab Bu Romlah tega melakukan hal ini pada anaknya karena dia ingin mempunyai mantu yang sederajat dengannya. Sudah menjadi hal umum di desa ini, orang kaya akan menjodohkan anaknya dengan orang kaya juga, agar harta mereka semakin bertambah banyak dan tidak terbagi-bagi. Konon katanya sih, mereka tidak sudi menikahkan anaknya dengan orang miskin karena tidak mau kalau orang miskin itu numpang enak kepada mereka, ya sama halnya seperti si Mira, dia juga numpang enak sama aku dan Ibuku.
Aku mulai mendukunkan si Santi ke Abah Toyip melalui media baju kotornya si Santi yang berhasil aku bawa dari rumahnya, meski awalnya hampir gagal karena si Santi melihatnya, tapi untunglah aku dan Bu Romlah sudah bekerjasama, jadi semua protesan si Santi kami abaikan.
Setelah jampi-jampi pelet yang dikirimkan kepada Santi oleh Abah Toyip bekerja, perlakuan gadis itu terhadapku mulai berubah. Dia mulai jatuh cinta padaku dan memutuskan pacarnya. Dia juga bersedia saat aku mengajaknya jalan-jalan keluar, dan dia juga tidak menolak saat aku menginginkan tubuhnya di setiap ada kesempatan.
Saat ini misiku mulai naik ke tahap selanjutnya yaitu membuat si Santi hamil anakku, sehingga nantinya Bu Romlah tidak akan keberatan meskipun aku tidak jadi menceraikan si Mira.
Ya, aku memang berniat untuk memiliki dua istri. Yang satu untuk dijadikan pembantu dan yang satu lagi untuk dijadikan Ratu.
Namun kenyataannya tidak sesuai harapanku, si Mira mulai berani padaku. Aku tidak sudi punya istri pembangkang yang berani melawan suaminya. Akhirnya terucaplah talak dari bibirku.
Aku yakin si Mira bakalan mohon-mohon padaku agar tidak jadi menceraikannya, namun dia dengan gagahnya malah pergi meninggalkanku dan lebih memilih Ibunya.
"Dasar istri durhaka." umpatku saat melihat kepergian si Mira dengan Ibunya.
'Jangan harap aku mau balikan lagi dengan wanita miskin dan jelek sepertimu, Mira.' tekadku dalam hati saat harga diri ini terluka.
Bisa-bisanya si Mira malah lebih memilih Ibunya, harusnya dia itu memilih suaminya. Sepertinya dia lupa kalau surga seorang istri itu ada pada suaminya. Siap-siap saja Mira, kamu pasti masuk neraka.
***
Dukk.
Aku tersandung sebuah batu dan terjatuh ke atas tanah berkerikil. Kurasakan denyut nyeri di kedua lututku dan seketika itu pula aku terbangun dari lamunan panjangku.
Tidak lama kemudian aku melihat mobil kolbak yang berisi barang dagangan warungnya si Mira lewat dari arah selatan ke utara. Dan hal itu semakin menyadarkanku bahwa aku kini telah kehilangan segalanya, sebab yang berada di samping si Mira bukanlah aku, melainkan orang lain.
Santi tak kudapat, Mira tlah aku buang.
"Huft, malang benar nasibku."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Bangkrut Usai Ceraikan Istri (Ibuku Sayang Ibuku Malang)
Fiksi UmumSudah TAMAT .... Semua part masih lengkap .... "Uang anak perempuan yang telah bersuami itu haram hukumnya dinikmati oleh orangtuanya, Mir!" hardik suamiku sembari merampas uang sepuluh ribuan kertas dari tangan Ibu kandungku. *** Mira seorang wani...