Badrun saat ini sedang berada di warungnya karena semua saudara-saudaranya sudah berhenti mengurus warungnya.
"Ini semua gara-gara si Mira!" geram Badrun yang lagi-lagi menyalahkan mantan istrinya atas kekacauan dalam hidupnya saat ini.
Semua dagangan di warungnya tidak selengkap dan semeriah saat Mira masih mengelola warung ini. Meski warung ini penuh dengan barang dagangan namun tidak selengkap dulu, bahkan bisa dibilang warung ini kosong melompong karena semua kebutuhan pembeli tidak tersedia di warung ini.
Tiba-tiba datang satu orang pembeli yang mampir ke warungnya Badrun. Dilihat dari wajahnya sepertinya orang ini bukan penduduk desa sini, mungkin dia seorang pegawai bank keliling yang baru saja selesai menarik uang dari para nasabahnya.
"Mas, rokok MLF nya sebungkus ya!" pintanya.
Badrun langsung bergegas menuju ke etalase khusus rokok. Dia terus mencari rokok merek MLF namun tak kunjung dia temukan. Jelas tidak ditemukan, wong isi etalase itu hanya di dominasi oleh tiga merek rokok saja.
"Waduh, kosong, Mas." ujar Badrun memberitahu. "Adanya rokok DS, 56, sama rokok L.U, Mas. Rokok L.U aja ya, Mas!" tawar Badrun menawarkan pilihan lain.
"Nggak ah, Mas." tolak pembeli itu yang memilih membatalkan niatnya membeli rokok di warung ini.
Badrun hanya bisa mendesah kecewa melihat kepergian pembelinya itu.
Tidak lama kemudian datang lagi seorang pembeli anak kecil yang disuruh oleh Ibunya untuk membeli mie instan.
"Mas beli mie goreng nusamie!"
Lagi-lagi tidak ada mie instan yang sedang dicari oleh pembelinya. Badrun asal mengambil mie di dalam etalase, toh yang sedang membeli hanya seorang anak kecil, pikirnya meremehkan.
"Ini mie-nya," sodor Badrun.
"Mie goreng nusamie, Mas, bukan mie rebus sotomie." tegas pembeli cilik itu.
"Sama aja kok. Udah sini uangnya!" pinta Badrun.
"Nggak mau ah," anak kecil itu langsung turun dari bangku dan berlari pergi menuju ke warungnya Mira. Dia tidak mau dimarahi oleh orangtuanya lagi karena manut saja saat disodorkan mie yang bukan pesanan mereka. Lebih baik pulang tidak membawa hasil daripada pulang membawa barang yang salah.
Dari jauh ada Ibu-Ibu yang sedang kumpul-kumpul di teras rumah Bu Sapri. Mereka saat ini sedang menggosipkan warungnya Badrun yang semakin sepi saja peminatnya.
"Gimana nggak sepi pembeli, wong pelayanannya aja lelet," ujar Bu Marni.
"Betul, cuma beli pasta gigi aja nungguinnya hampir setengah jam-an. Males gila aku belanja kesana, udah nggak lagi-lagi deh. Mending langsung ke warungnya si Mira meski rada jauh sedikit tapi pelayanannya kilat." ucap Bu Jasmi.
"Oh iya, kalian masih suka beli gorengan ke warungnya si Badrun nggak?" tanya Bu Marni.
"Nggak," geleng Ibu-Ibu yang sedang ngerumpi itu.
"Bukannya warungnya si Badrun udah nggak jual gorengan lagi?" tanya Bu Sapri.
"Maksudku dulu lho, waktu mereka masih jualan gorengan," terang Bu Marni.
"Aku pernah beli beberapa kali, tapi pas tahu si Mira buka warung baru, aku langsung cusss ke warungnya si Mira aja." sahut Bu Jasmi.
"Kalau aku pernah sekali doang, pas nyicip rasanya nggak enak, aku langsung nggak beli lagi." timpal Bu Sapri.
"Kalau aku lumayan sering sih meski belinya cuma seribu doang, nggak enak soalnya sama tetangga sendiri." sahut Bu Heni.
"Kalau Bu Marni pernah beli gorengan di warungnya si Badrun nggak?" tanya Bu Jasmi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bangkrut Usai Ceraikan Istri (Ibuku Sayang Ibuku Malang)
General FictionSudah TAMAT .... Semua part masih lengkap .... "Uang anak perempuan yang telah bersuami itu haram hukumnya dinikmati oleh orangtuanya, Mir!" hardik suamiku sembari merampas uang sepuluh ribuan kertas dari tangan Ibu kandungku. *** Mira seorang wani...